Delapan

86K 6.5K 167
                                    

Rahangku nyaris jatuh saat sebuah pintu gerbang bak istana kerajaan terbuka secara otomatis begitu Arjuna menekan tombol di sebuah remote kecil. Mataku seolah tak mempercayai apa yang di lihat nya. Bahkan aku yakin, rumah presiden, orang nomor satu di Indonesia pun akan kalah saing dengan rumah milik keluarga Arjuna.

Mobil yang aku naiki rupanya masih harus melaju sekitar beberapa ratus meter hanya untuk mencapai bangunan utama. Sepanjang menuju rumah utama, pemandangan bonsai-bonsai indah yang bisa kupastikan sangat mahal menghibur mataku. Belum lagi lampu taman yang sangat indah turut membuat kesan elegan begitu hidup di area pekarangan rumah mewah Arjuna.

Mungkin nyaris lima menit mobil Arjuna baru memasuki area garasi khusus mobil. Melihat garasi nya, lagi-lagi aku bertingkah bak udik karena melongo kaget melihat jajaran koleksi mobil nya yang bisa kupastikan mencapai milyaran rupiah. Di garasi ini, ada sekitar enam mobil, ditambah mobil yang baru saja Arjuna dan aku naiki. Total semua nya ada 7 buah. Jika ku ibaratkan tiap mobil berharga minimal satu milyar, dikalikan tujuh buah, itu artinya.....

"Andrea, are you okay? Kamu pusing?"

Aku masih linglung saat Arjuna sudah menepuk-nepuk pipi ku dengan raut cemas dan khawatir. Gila! Apa laki-laki yang kata nya calon suamiku ternyata sekaya ini?

"Mas,...ini beneran...rumah kamu?" tanyaku linglung. Kepala Arjuna mengangguk mantap.

"Iya, ini rumah orang tua Mas, sayang. Kalau rumah pribadi Mas dekat area kampus. Kenapa hm?" tanya nya sambil membelai rambutku penuh kelembutan.

Aku menatap nya ngeri. "Segede ini?" pekikku histeris yang justru mengundang tawa rendah Arjuna.

Mata nya yang biasa menatap tajam padaku, saat ini berubah menjadi tatapan teduh dan lembut yang menyejukkan hati. Tangannya lagi-lagi mengusap rambutku penuh kelembutan. "Nanti nya, semua ini juga bakal jadi punyamu, Andrea. Apa yang Mas punya, otomatis akan jadi punya istri Mas juga kan?"

Aku semakin syok ketika melihat Arjuna yang mengedip genit padaku. Benar-benar hal langka!

Kulihat Arjuna sudah menuruni mobil dan berlari kecil untuk membuka kan pintu sampingku. Bak pangeran, ia bahkan mengulurkan tangan untuk membantu ku turun dari mobil nya. Hal yang cheesy sih sebenarnya. Toh aku juga tidak akan hilang kalaupun turun sendiri.

"Siap ketemu Mama?"

Aku mencebik kesal. Siap dari hongkong! Bukannya aku sudah bilang kalau aku belum siap bertemu mereka hari ini?

"Memang nya kalo aku bilang belum siap, Mas mau mengundur waktu nya?" sindir ku.

Arjuna menggeleng. "Nggak. Karena Mas nggak punya hak apa-apa di sini. Semua mutlak keputusan Mama."

Aku memutar bola mata. Dasar anak Mama. Sudah besar masih saja belum bisa tegas.

Aku bak kerbau di cucuk hidung nya ketika Arjuna menarik lembut pergelangan tanganku menaiki tangga menuju teras rumah nya. Dan di saat itu lah rasa kesal ku berubah menjadi kegugupan yang haqiqi.

Telapak tangan ku sampai basah saking nervous nya. Belum lagi Arjuna yang tiba-tiba saja justru beralih untuk mendekap pinggangku erat sekali. Aku menggerakkan tubuhku karena tak nyaman.

"Mas."

Arjuna terlihat santai ketika melirikku. "Ya sayang?"

Aku bergerak cemas. "Apa aku udah kelihatan rapi? Bedakku pasti udah luntur. Duh nggak bawa bedak, nggak bisa touch up." panikku lebay.

Arjuna menggeleng. "Kamu sempurna. Bahkan di saat mukamu kucel, kumel dan juga berminyak seperti sekarang aja, kamu masih kelihatan cantik."

Seharusnya, aku meleleh mendengar nya. Namun karena ada tambahan kata kucel, kumal dan berminyak, luntur sudah niatku untuk memuji nya dalam hati.

"Makasih banget Mas pujiannya. Aku tersanjung banget lho." sarkas ku yang sepertinya tidak ia pahami karena Arjuna justru tersenyum lembut dan mengusap pelan rambutku.

Kaki ku membawa diri masuk ke sebuah rumah yang sangat sangat dan amat mewah, melebihi istana nya ratu Elizabeth. Dan aku bahkan nyaris memekik karena baru menyadari kalau aku belum melepas alas kaki saat berkunjung ke rumah keluarga Arjuna. Dasar tidak sopan!

"Mas, aku lupa lepas sepatu. Aduh ini lantai nya pasti kotor." racauku super panik.

Arjuna menahan tanganku yang tiba-tiba hobi memijit kening, heran dengan sikap ku yang selalu disiplin untuk melepas alas kaki sebelum memasuki rumah. Ajaran Ayah dan Ibu memang sangat ketat soal kebersihan. Tidak ada yang nama nya aku bisa memakai baju yang sudah kupakai kuliah untuk rebahan ria d atas kasur ku. Bisa dipecut Ibu karena kata nya aku membawa kuman dan kotoran ke tempat tidurku.

Memang benar sih kalau di pikir-pikir.

"Nggak apa-apa. Nanti ada Bi Nah yang bantu bereskan."

Aku menggeleng. "Tapi Ibu biasa..."

Suara ketukan heels bisa kudengar nyaring di telinga. Dan hal itu pula yang membuatku memotong sanggahanku untuk Arjuna.

Dari atas anak tangga beralas marmer kualitas terbaik, berdirilah seorang wanita paruh baya yang terlihat anggun. Pakaiannya bak artis hollywood yang datang ke piala oscar. Sebuah syal bulu-bulu bahkan bertengger nyaman di leher nya.

"Mama?"

Aku memejamkan mata. Ya Tuhan, jadi seperti itu sosok Mama dari Arjuna? Begitu cantik, anggun dan berkelas. Sangat berbeda jauh dengan kelas keluarga ku yang bahkan terasa jauh jika disandingkan dengan keluarga Wiwaha.

Apalah aku yang hanya sebuah remahan rengginang.

🍁🍁🍁🍁

4 Mei 2020

Epiphany Where stories live. Discover now