Dua Puluh Tiga

69.4K 5.6K 486
                                    

Arjuna bersiul sambil mengunci mobil setelah sebelumnya ia mengantarkan Andrea pulang ke rumah. Tak bisa ia kira bagaimana bahagia dirinya saat berhasil mempertemukan sang belahan jiwa dengan sang Ibunda tercinta.

Senyum tak pernah lepas dari bibir Arjuna ketika mengingat bagaimana luwesnya Andrea membawa diri di hadapan sang Ibu. Di benak nya bahkan sudah terbayang bagaimana indahnya masa depan ketika ia berhasil memperistri Andrea beberapa tahun lagi.

Mengingat sang pujaan hati yang saat ini masih menjadi mahasiswi semester awal kendati usia nya sudah cukup matang, membuat Arjuna harus banyak-banyak bersabar menunggu kelulusan Andrea yang terasa bak seabad.

Selepas meletakkan kunci mobil di atas sebuah mangkuk keramik di ruang keluarga, lelaki itu melangkah menuju kulkas, meraih sebotol soda dan meneguk nya kehausan.

"Malem banget Mas pulang nya."

Arjuna terlonjak kaget ketika suara lembut Bethari tiba-tiba muncul bak sosok makhluk halus di tengah senyap nya malam. Tangannya mengusap dada untuk meredakan sedikit detakan menggila dari dalam sana.

"Ya ampun Betha, kamu ngagetin Mas aja."

Bethari tersenyum dan menepuk kursi makan di sisi nya. "Duduk Mas. Aku mau bicara."

Kebiasaan Arjuna yang sejak kecil begitu patuh pada Bethari, tak ayal membuat lelaki itu menurut begitu saja akan tiap ucapan sang sepupu.

Keduanya duduk bersisian dan sesaat membiarkan hening malam merayapi mereka.

"Sudah berapa lama kenal Mbak Andrea?"

Pertanyaan Bethari memancing senyum sumringah Arjuna tiap teringat akan sosok kekasih bandel nya itu.

"Udah lumayan lama. Gimana menurutmu? Dia baik kan?"

Bethari menatap gelas berisi susu hangat nya sambil tersenyum tipis. Jemari nya memutari bibir gelas dengan ekspresi terlihat memikirkan sesuatu.

"Dia baik. Sangat lugas dan nggak basa basi." ucapan Bethari yang tentu saja melegakan Arjuna. Bagaimana tidak, sedikit banyak, pendapat Bethari bisa mempengaruhi setiap keputusan yang akan diambilnya. Namun selanjutnya, ucapan Bethari mampu menghenyak kelegaan Arjuna.

"Tapi gimana dengan Mbak Winna? Bukannya kalian bahkan belum putus ya? Mbak Winna bilang sama aku kalau kalian cuma butuh waktu sejenak buat sama-sama introspeksi diri. Mbak Winna masih sering nanyain aku tentang kamu, Mas" wajah Arjuna pias bukan main.

Winna.

Satu nama yang dulu sangat berarti baginya. Mereka berdua bisa dibilang bukan lagi sepasang kekasih. Namun, tidak bisa dibilang sudah putus juga.

"Winna...itu cuma masa lalu." ucap Arjuna pelan dengan menatap kosong pada obyek di depan mata nya.

Bethari menghela napas lalu memiringkan tubuh agar bisa leluasa menatap sang sepupu. "Mas tau kan gimana cinta nya Mbak Winna? Dia masih berharap sama Mas. Dia juga selalu nanyain Mas lewat aku." jelas nya sambil menatap intens pada wajah Arjuna yang tiba-tiba keruh.

"Tapi kamu nggak lupa kan siapa yang bikin keadaan sampai seperti ini? Winna yang minta. Dan Mas cuma menuruti apa keinginan dia." Arjuna mendengus kesal. Winna memang dekat dengan Bethari. Sangat dekat kalau bisa dikata.

"Tapi Mas, waktu itu kan dia..."

"Cukup, Betha. Mas nggak mau dengar apa-apa lagi." Arjuna menggeleng lelah dan memundurkan kursi. Ia menatap sejenak sosok sepupu yang sangat disayangi nya itu. "Mas harap, ini terakhir kalinya kamu bicara tentang dia. Mas sudah punya Andrea, dan Mas cinta sama dia. Tolong, hargai pilihan Mas."

Bethari balas menatap tegas pada sosok Arjuna yang menjulang. "Jangan cari pelarian, Mas! Jelas-jelas dulu dia cerita kalau kalian bahkan pernah ketemu waktu seminar..."

"Jadi dia cerita hal kaya gitu?" Arjuna berdecak meremehkan. "Kejadian waktu itu bahkan nggak bisa dibilang ketemuan. Mas cuma nggak sengaja lihat dia, begitu pun sebaliknya. Dan selebihnya..." Arjuna mengedikkan bahu. "...nothing."

Bethari terlihat tidak suka akan ucapan Arjuna yang jelas-jelas menyudutkan Winna. "Mas, tapi coba dong dipikir lagi, apa setelah lepas dari Winna, Andrea bisa jadi pilihan yang tepat buat mendampingi Mas? Dia itu miskin, Mas. Ibunya..."

Tak perlu waktu lama bagi Arjuna untuk mencengkeram lengan Bethari dengan kuat, tak memedulikan ringisan sepupunya sama sekali.

"Jangan berani-berani kamu bilang Andrea kaya gitu, Betha." desis nya menahan murka. "Mas nggak peduli dia miskin, atau bahkan gelandangan sekalipun karena bagi Mas, Andrea bahkan lebih pantas dan tentunya lebih baik dari Winna yang dengan mudah nya membuang Mas seperti sampah saat bosan."

Wajah Bethari memucat mendengar desis ngeri yang keluar dari bibir sepupunya yang paling lembut dan penuh kasih itu. "A..Apa?"

Arjuna tersenyum sinis. "Dia, perempuan yang kamu bela setengah mati itu, meninggalkan Mas hanya karena alasan dia bosan, bukan alasan dia yang harus pindah ke luar negeri sekaligus sama-sama introspeksi diri.  Itu fakta yang sebenarnya, Bethari."

Bethari menggeleng tak percaya. "Mas, jangan coba-coba putar balik fakta demi pembenaran hubungan Mas sama...."

Arjuna menghempas lengan Bethari cukup kuat, menyebabkan ringisan sang sepupu makin terdengar nyaring. Namun ia sungguh tak peduli. "Cukup, Betha. Jangan coba-coba buat kamu pengaruhi Mas, atau bahkan Andrea sekalipun. Ini hubungan Mas dan Andrea. Kami yang menjalani, dan kami yang akan memutuskan apakah kami masih layak bersama atau nggak. Dan kamu...." Arjuna menatap tajam wajah Bethari yang bergidik ketakutan. "...jangan ikut campur lagi dengan siapa Mas harus berkencan. Sadar, Betha, kamu cuma orang luar." bisik Arjuna final dan segera meninggalkan Bethari yang mematung di tengah hening nya malam.

🍁🍁🍁🍁

Holaaa.
Jadi ini ya flashback gimana respon sebenernya Bethari dan juga kenapa Arjuna ragu buat publikasiin Andrea di depan Winna.

Anyway, aku bersyukur masih bisa menambah umur lagi di tahun ini. Umur 24 tepat tanggal 7 kemarin, dan sungguh bikin nyess karena Mama sudah nanyain mana calon mantunya😅😅

Ini hadiah ulang tahun buat readers tercinta💞💞 Oh ya, sekaligus mau promosi karena akan ada new story yang bakal aku publish juga. So, stay tune, ya.

08 Juli 2020

Epiphany Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora