Sepuluh

83.6K 6.3K 89
                                    

"Bu, Kakak nggak bisa pulang cepet. Mas Arjuna lagi ngajak Kakak buat ketemu Mama nya."

Sumpah, baru kali ini aku izin sangat sangat terlambat ketika akan pergi selepas pulang kuliah. Ayah dan Ibu memang mengajarkan aku untuk selalu berusaha pulang tepat waktu. Jika semisal ada kepentingan mendadak, aku wajib izin sebelum berani melangkahkan kaki ku berlawanan arah menuju jalan pulang ke rumah.

"Nggak apa-apa, Kak. Tadi nak Arjuna nya sudah izin sama Ibu dan Ayah mau bawa kamu ke rumah nya. Jaga nama baik keluarga dan selalu ramah dan sopan ya Kak. Ibu titip salam buat Mama nya Arjuna."

"Iya Bu. Nanti Kakak sampein salam nya."

"Hati-hati pulang nya. Jangan terlalu malem ya."

"Siap, Bu."

Aku menghela napas lega ketika Ibu mengizinkanku dan tak memarahiku yang terlambat memberi kabar ini. Rupanya, Arjuna sudah gercep duluan minta izin dengan Ibu. Pantas saja dia nggak terlihat takut ataupun merasa bersalah bawa anak gadis orang sampai matahari sudah tenggelam seperti ini.

Aku menyimpan ponsel ke dalam ransel dan memakai pakaian yang Mama Arjuna pinjamkan untukku. Aku memang terpaksa mandi karena sudah sangat dekil dan bersimbah keringat selepas memasak bersama Mama Arjuna beberapa puluh menit lalu.

Dan saat ini, di atas ranjang kamar Arjuna, sepasang pakaian yang sangat cantik sudah terhempas manja di sana. Aku bahkan nyaris menangis ketika melihat mewah nya sebuah piyama berbahan sutra ini.

Kira-kira kalau kupakai nanti, bau ketek ku akan terus menempel nggak ya? Kalau sampai aku disuruh ganti rugi karena bau ketekku yang menempel di piyama super itu, bisa mati muda anak Bu Ester yang satu ini.

Sepuluh menit kemudian, dengan rasa malu dan canggung luar biasa, aku turun perlahan menuju arah meja makan yang sekarang terdengar ramai. Seperti nya seluruh penghuni rumah sudah pulang dari aktivitas harian mereka.

Dan aku bertambah kikuk ketika keramaian yang tadi terdengar hangat, mendadak berubah hening ketika aku menampakkan diri di hadapan mereka. Wajah-wajah yang terlihat borju dan kelas atas semakin membuatku merasa ciut.

Aku bersyukur ketika Mama Arjuna menyambutku dan membimbingku menuju meja makan, yah walaupun masih diiringi tatapan para anggota keluarga yang lain.

"Papa, Bethari, kenalin ini Andrea, calon istri Arjuna." Mama mengenal kan aku dengan nada ceria nya yang persis sama seperti tadi.

Aku memberanikan diri menatap mereka semua. Dan aku bersyukur karena seperti nya, mereka bisa menerimaku dengan baik.

"Halo sweety, kenalkan, saya Papa nya Arjuna, si anak nakal ini."

Aku menyalami Papa takzim dan beliau balas menggenggam tangan ku sangat erat disertai sedikit goyangan ke kanan dan ke kiri.

"Berhenti pegang tangan Andrea lama-lama, Pa." aku melongo, sedangkan yang lain tertawa lepas, seolah perkataan Arjuna baru saja merupakan lawakan yang sangat lucu. Yang benar saja, apa si dosen kaku ini cemburu dengan Papa kandung nya sendiri???

"Kamu ini kaya anak kecil aja deh, Jun. Andrea nggak mungkin lah diambil Papa. Papa udah terlanjur cinta sama Mama mu." Papa Arjuna membalas dengan kelakaran dan mengedipkan mata genit ke arahku.

Mau tak mau aku ikut tersenyum geli. Sepertinya, Papa Arjuna ini orang yang menyenangkan dan juga humoris.

Wajah Arjuna semakin mendung. Ia bahkan menatap tajam padaku, seolah memperingatkan kalau aku tidak boleh macam-macam dengan Papa nya. Aku kesal. Siapa juga yang tertarik dengan om-om beruban seperti beliau? Seperti nggak ada laki-laki bujangan saja!!

"Mas Jun, nggak baik ah marah-marah di depan makanan."

Kali ini, semua keceriaan yang sebelumnya terasa sekejap hilang ketika sebuah suara lembut dan mendayu dari Bethari mengalun. Aku meneguk ludah. Ya ampun, selain nama nya yang indah, ternyata Bethari juga merupakan sosok yang begitu lemah lembut. Sangat jauh dibandingkan aku yang sekelas preman pasar ini.

Kulihat Arjuna menghela napas dan memejamkan mata sesaat, sebelum pandangan mata nya kembali menatap Bethari, yang kali ini diikuti sebuah senyum lembut yang berbeda ketika ia menatapku. "Maafin Mas, Betha. Mas janji nggak akan begitu lagi."

Aku melongo. Semudah itukah sosok Bethari memadamkan api emosi di hati Arjuna? Dan lagi, senyum Arjuna tampak berbeda dari yang biasa kutangkap setiap hari nya. Perasaanku mendadak tak enak.

Aku menatap interaksi kedua nya dengan seksama. Kenapa mereka terlihat memiliki sebuah rahasia, ya?

🍁🍁🍁🍁

17 Mei 2020

Epiphany Where stories live. Discover now