Dua Belas

77.7K 6K 87
                                    

Hari ini jadwal kuliahku kosong. Aku sedang sibuk memasukkan suwiran ayam berbumbu gurih manis ke dalam adonan pastel. Hari ini, katering Ibu sedang ramai-ramai nya karena ada sebuah acara hajatan menyambut kepulangan Haji salah seorang warga.

Sejak pukul lima, aku sudah berkutat di dapur khusus katering. Membantu Ibu membuat jajan pasar yang juga di pesan dalam partai besar.

Sudah lima jam aku di dapur. Sudah menyelesaikan risol ayam, kroket sosis, kue lumpur dan juga puding susu.

Dan kali ini, aku sudah siap menggoreng pastel, jika saja teriakan Ibu tidak terdengar olehku.

Aku memasrahkan sejenak pastel itu pada Mbak Anis, asisten yang bekerja di katering milik Ibu.

"Ada apa Bu?" aku bertanya sambil mengelap tangan pada celemek berwarna cokelat yang kukenakan.

"Ada nak Arjuna di depan. Katanya kamu nggak jawab telepon nya. Sana temuin dulu. Ibu masih harus masak rendang." Ibu berlalu dari hadapanku. "Oh ya Kak, jangan lupa bikinin minum ya."

Aku menghela napas. Harus banget ya sampai datang ke rumah cuma karena aku nggak jawab telepon nya? Ciri-ciri orang berumur sekali.

Aku melangkah menuju ruang tamu setelah mengambil gelas serta beberapa bongkah es batu dan sekaleng minuman isotonik. Tak lupa membawakan sepiring risol dan kroket yang pasti selalu di buat lebih oleh katering Ibu.

"Mas." aku menyapa nya. Meraih tangan besar nya dan mengecup takzim. Hal yang sangat ia sukai. Itu terbukti dari senyum yang kini bertengger manis di wajah tampannya.

"Kenapa nggak jawab telepon Mas?"

"Aku masih bantuin Ibu bikin pesenan buat syukuran Haji. Ini aja masih belum selesai goreng pastel nya. Mas keburu dateng." ujarku cemberut.

Arjuna terkekeh. "Mas itu kangen. Kamu nggak ngabarin sama sekali dari pagi. Mas chat, juga Mas telepon tapi nggak ada yang di respon."

Aku mengulurkan sebuah kroket sosis yang langsung di lahap oleh nya. "Ya kan aku lagi bantuin Ibu, Mas. Lupa juga mau kabarin soalnya kesiangan bangunnya. Ini pesanan partai besar."

Arjuna menatapku dengan tatapan cemas nya. "Dari jam berapa kamu bantuin Ibu?"

"Jam lima, Mas."

Wajah Arjuna kulihat semakin gelisah. "Kamu udah sarapan belum? Pasti capek ya? Mas bantuin aja gimana?"

Aku melongo mendengarnya sebelum berakhir dengan tawa geli. "Ya ampun Mas. Aku ini anak nya pemilik katering. Nggak mungkin Ibu biarin perutku kelaperan buat masakin orang lain. Mas tenang aja. Ibu selalu bikin lebih dari setiap pesenan. Aku bahkan udah makan banyak banget kroket nya." aku mengibaskan tangan. Mencoba menghilangkan kekhawatiran tak beralasan Arjuna.

"Mas nggak mau kamu sampe drop karena capek, sayang."

Aku menatap nya dengan hati menghangat. Ya Tuhan, jika sedang dalam mode angel seperti ini, hatiku rasanya di buat jedag jedug terus oleh nya. Arjuna manis sekali.

"Mas, ini udah kegiatan rutinku." aku menepuk lembut punggung tangan besar Arjuna. "Nggak ada kata capek kalo buat bantuin Ibu."

"Mas nggak suka kalo kamu sakit." bisik nya bak anak kecil yang ketakutan. Sangat lucu sekaligus menggemaskan.

Aku menggeleng. "Aku nggak akan sakit cuma karena bantuin Ibu bikin jajan pasar." kekehku. "Jadi, Mas kesini cuma buat datengin aku karena nggak angkat telepon?"

Aku menepuk jidat saat melihat anggukan polos Arjuna. Gemes banget sih!

"Ya ampun Mas. Emang Mas nggak ada kelas?" geleng ku tak habis pikir.

"Ada, tapi nanti siang jam satu. Mas main dulu di sini ya? Mas bosen di rumah. Boleh kan?"

Dan apa aku bisa menolak kala melihat tatapan penuh harap nya yang sangat menggemaskan itu? Aku rasa...tidak.

🍁🍁🍁🍁

27 Mei 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang