Prolog

147 24 15
                                    

Mengapa ini terjadi padaku? Kenapa bukan orang lain saja? Kenapa harus aku? Kenapa?

Sering kali kalimat-kalimat itu terucap saat ditimpa musibah. Kalimat yang menggambarkan keputus asaan.

Begitulah manusia, banyak kurangnya. Terutama dalam hal bersyukur. Terlalu banyak mengeluh tanpa berusaha. Terlalu banyak harapan karena semua ekspektasi tanpa aksi.

Semua hal itu sering kali melintas dipikiran Bia. Dia juga sadar jika hidup tak selalu selurus jalan tol. Toh, kadang kala tol juga mengalami kemacetan bukan?

Terkadang, semua pikirannya terdapat ajang perdebatan. Pemikirannya tentang hal positif dan banyak hal negatif saling berkecamuk. Membuatnya ragu untuk melakukan sesuatu.

Dia sadar kalau dia 'sakit'. Tapi, sakitnya ini beda. Kalau dia ke dokter, tak akan ada penyakit yang terdeteksi dan secara ilmiah dia sehat. Walaupun jika dia dikatakan 'sehat' pun tidak.
Dia selalu saja begini. Sudah beribu kali dia berpikir untuk menemukan solusi untuk dirinya ini.

Bahkan dia mulai membenci kehidupannya. SEMUANYA. Apapun yang berkaitan dengan dirinya.

Namun, sebenci apapun dia dengan dirinya sendiri, dia tak pernah berpikiran untuk mengakhirinya dengan cara mati. Dia masih sayang hidup. Meski sampai sekarang hidupnya masih hambar. Dia masih mencari tujuan kehidupannya. Berbagai cara dia coba. Bukan hanya dengan sebuah pemikiran tapi dengan tindakan. Semuanya telah dia lakukan.

Sedikit demi sedikit dia mulai mengerti arti kehidupan setidaknya arti hidupnya untuk ibunya. Ibu yang telah menghadirkan dia di dunia ini. Dunia yang penuh dengan perbuatan manusia di atasnya.

Setidaknya dia bertahan agar tidak membuat sedih ibunya. Dia tak ingin ibunya menangis. Dia rasa hanya ini yang bisa dia lakukan. Dia belum bisa membahagiakan ibunya, paling tidak dia tak membuat sedih ibunya. Hanya untuk ibunya dia hidup. Dia sangat menyayangi ibunya. Ibunya adalah dunianya.

Bia tak suka melihat seorang ibu mana pun merasa sedih. Bahkan dia rela berurusan dengan 'dia'. Dia, orang yang Bia tahu kalau 'dia' juga 'sakit', sama sepertinya.

Takdir sengaja membuatnya bertemu dengan 'dia'. Dia yang kelihatannya hidup 'bahagia' dengan semua yang dimiliki. Kekayaan, kemewahan, dan hidup serba berkecukupan. Tapi Bia heran mengapa orang seberuntung dia juga bisa 'sakit' sepertinya. Apakah semua yang dia miliki tidak cukup?

Bia kira hanya dia saja yang merasakannya. Ternyata banyak orang yang sama. Memang benar kata pepatah 'kau tak sendiri di dunia ini'. Faktanya memang seperti itu, hanya saja sebagian besar manusia egois. Selalu berpikir bahwa hanya hidupnya saja yang begini. Tanpa melihat keadaan sekitar.

Takdir memang sebuah ketetapan. Termasuk dalam hal menyadarkan manusia. Sering kali mereka dipertemukan dengan manusia lain yang hampir atau sama persis sepertinya. Agar mereka dapat melihat sendiri bagaimana pandangan orang lain terhadap mereka. Dan memikirkan kembali sikapnya selama ini.

Dalam perjalanan untuk menyadarkan 'dia' Bia harus dipertemukan dengan beberapa orang yang menjalani hidup berbeda dengannya. Jika ia masih mencoba menjalani hidup karena hadirnya seorang ibu, tapi mereka mencoba mengakhiri hidupnya atau paling tidak lari dari ibunya. Bia salah selama ini. Ia benar-benar salah. Namun ia sudah berucap, ia tak boleh menarik ucapannya lagi. Ia harus membuktikan kalau sosok ibu adalah sumber semangat kehidupan.

Jika fakta itu salah dan tak sesuai dengan yang diucapkannya, ia harus meluruskan faktanya sesuai hal yang ia percaya. Ia sudah bertekad dan yakin pasti bisa. Apapun yang terjadi ia harus berusaha mewujudkan hal yang selama ini ia percaya. Dari semua hal yang terjadi, kini ia tahu apa tujuan hidupnya. Setidaknya untuk sekarang.

Tbc.

Hai...hai! Ini adalah karya perdana yang akan aku selesaikan apapun yang terjadi. Oke ... sebelum lanjut di part berikutnya. Aku mau tanya. Mau jawab ya silahkan, nggak juga gak papa. Apa arti sosok ibu bagi kalian? Silahkan komen ya😉.

Jangan lupa bintangnya!

Frobly-MoblyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang