Fromob 20

15 1 5
                                    

Hari ini Bia dan Radev berangkat bersama. Terpampang senyuman indah di sepanjang perjalanan Bia ke sekolah. Di lorong ia menggandeng tangan Radev dengan semangat. Radev sendiri menerima tangan kecil Bia dengan ekspresi datar.

"Senyum mulu dari tadi, lo kayak orgil tahu!"

"Biarin aja, wlee... lo juga gak gak nolak gue gandeng."

"Entar kalo gue nolak lo gandeng om-om malah barabe."

"Serah lu, Dev. Gue gak akan marah." Bia tetap menanggapinya dengan senyuman.

Mereka berjalan bak pasangan, tapi bagi Radev ia ke sekolah bersama anaknya. Perbedaan tinggi yang mencolok menjadi penyebabnya. Radev seperti seorang ayah yang dingin dan bijaksana sedangkan Bia seperti gadis kecil yang gembira. Sungguh pemandangan yang jarang terjadi di sekolah ini. Meskipun begitu para murid tak terlalu mempermasalahkan kebersamaan mereka yang tidak biasa ini. Tentunya kaliam masih ingat kalau sekolah ini minim rasa toleransi dan peduli satu sama lain. Mereka akan berjalan berkelompok apabila memang teman dari kecil atau orang tua mereka bersahabat. Tak ada yang benar-benar mengerti arit persahabatan di sekolah ini. Mereka lebih memikirkan karir masing-masing di masa depan. Maka dari itu, sekolah ini jarang terjadi perkelahian atau pembulian. Walau begitu hanya manusia-manusia bermental baja yang mampu bertahan di sini.

Tak ada bad boy atau bad girl bahkan most wanted atau nerd. Mereka semua sama. Hanya berperan sebagai individu yang peduli urusan masing-masing. Hanya berita yang berkaitan dengan masalah sekolah atau sebuah prestasi yang dapat menghebohkan sekolah ini. Jika kalian masuk di sini kalian juga harus bisa beradaptasi dengan baik. Menuntut ilmu di sekolah yang sangat damai dari luar tapi penuh perang dingin di dalamnya. Semangat belajar ya sahabat!

Di lorong menuju kelas Bia bertemu Al yang sedang berjalan dengan tatapan kosong. Raut wajahnya tak sedih juga tak senang. Bia segera berlari dan memeluk Al. Mengabaikan Radev yang menatap mereka datar.

"Alhamdulilah, Al. Lo baik-baik aja. Kenapa kemarin lo tiba-tiba ngilang, sih? Gue khawatir tahu."

"Gue dijemput mama, Bi," bohong Al. Dia sendiri tak tahu mengapa dirinya ada di kamarnya.

"Syukurlah. Ayo kita ke kantin! Radev yang bayarin!" Bia menarik tangan Al dan Radev. Yang di tarik hanya pasrah menerima. "Apaa!" Radev baru sadarkan diri ya sahabat. Radev hanya bisa pasrah. Mereka telah sampai di kantin.

Bia memakan baksonya dengan semangat 45. Al makan dengan biasa. Sedangkan Radev hanya memesan jus lemon. Ia tak lapar. Ia kenyang dengan kegilaan Bia hari ini. Sangat kenyang malahan.

"Oh ... ya, Dev gimana makan siang lo sama nyokap lo kemaren?" tanya Al berusaha mencairkan suasana hening ini. "Iya, Dev. Lo belum cerita kemaren. Cepet cerita di sini. Sekarang! Oh iya gue ambil kwaci dulu. Jangan cerita dulu! Tungguiiin!" Bia pergi menuju stan makanan ringan di kantin itu.

"Ada yang aneh sama dia, lo tahu penyebabnya?" Radev menyuarakan herannya sejak pagi tadi.

"Lah kok tanya gue? Lo kan tinggal serumah nih, ya. Seharusnya lo lebih tahu, Dev."

"Nggak tuh, gue gak tahu apa-apa. Intinya dia mulai aneh semenjak acara ultah kecil-kecilannya kemaren."

"Jadi kemaren Bia ultah,ya?" Al menunduk lesu. Dalam pikirannya ia mengira pasti Bia tak mengkhawatirkannya sama sekali.

"Iya..."

Bia sudah kembali ke meja mereka duduk dengan 2 bungkus besar kwaci. "Gue dah, balik. Silahkan tuan Radeva Manggala bercerita tentang acara makan siang yang kemarin ... tempat dan waktu saya persilahkan."

"Alay lo, Bi."

"Udah cerita aja, gue udah siap kwaci nih! Ini sebungkus buat Al. Sebungkus lagi buat buat gue."

Frobly-MoblyWhere stories live. Discover now