Fromob 5

26 10 4
                                    

Setiap perbuatan pasti ada balasannya. Hal itu berlaku sekarang. Bia, Radev, Maya dan pria yang bersamanya sedang berada di ruangan Pak Miko.

Pak Miko duduk di kursi kebanggaannya sambil memijit kepala. Kejadian hari ini sungguh membuatnya pusing tujuh keliling. Pak Miko menatap Maya, ia tahu kalau Maya termasuk orang yang terpandang di bidang bisnis. Namun, satu yang dia herankan kenapa orang terhormat seperti Maya bertingkah serendah ini. Dia berpikir apa karena Maya orang kaya jadi dia bersikap seenaknya seperti ini.

"Ehem... Sikap kalian ini sungguh memalukan. Kalau ada masalah keluarga tolong kalian selesaikan di rumah. Apa kalian tak punya rasa malu? Terutama Anda Bu Maya. Anda selaku istri dari seorang pengusaha sukses dan malah bermain belakang seperti ini. Apakah ini sikap dari seorang istri usahawan ternama? Saya sungguh tidak paham dengan jalan pikir kalian. Untukmu Bia, mengapa kamu ikut campur urusan mereka?"

"Saya bukannya ingin ikut campur, Pak. Saya hanya ingin melerai mereka berdua agar citra cafe Bapak tidak buruk. Dan saya juga menghargai Bu Maya sebagai seorang ibu. Tidak pantas untuknya dimarahi dan diperlakukan kasar oleh anaknya sendiri," ucap Bia sambil melirik Radev.

"Bia tindakanmu memang benar, tapi sebaiknya hubungi saya dulu agar masalah tidak semakin runyam. Paham?"

"Paham, Pak," Bia menunduk lesu.

"Dan untukmu anak muda, tidak bisakah kamu tahan emosimu. Dia itu ibumu. Bersikaplah hormat pada orang yang telah melahirkanmu. Dia telah mempertaruhkan nyawanya agar kamu bisa melihat dunia." Pak Miko menatap Radev kecewa.

"Sikap saya padanya tergantung sikap dia pada saya, Pak."

Entah mengapa kalimat yang diucapkan Radev menyentil hati kecil Bia. 'Apa yang lo sembunyiin, Dev?' batin Bia. Ia menatap Radev dengan prihatin.

"Bia sekarang kamu pulang saja. Shift kamu juga udah hampir habis. Segeralah pulang. Ibumu pasti khawatir," ucap Pak Miko. Ia menyadari kalo Bia menatap prihatin pada Radev.

"Iya, Pak. Saya pamit pulang." Bia segera keluar dari ruangan itu. Untung saja dia tidak salah dan dimarahi oleh Pak Miko. Bia pulang naik motor matic peninggalan ayahnya. Di sepanjang perjalanan pulang ia tampak resah. Dia terus memikirkan kalimat yang diucapkan oleh Radev tadi dan kalimat-kalimat sebelumnya.

Hanya butuh waktu 15 menit agar Bia sampai rumah. Dia menaruh motornya langsung masuk gudang rumah lewat pintu samping. Rumahnya memang tidak memiliki garasi. Setidaknya dia memiliki gudang yang aman untuk menyimpan kendaraan sekaligus kenangan satu-satunya dari mendiang ayahnya. Dia segera masuk dapur. Letak dapur dari gudang tidaklah jauh. Hanya ada tembok pembatas ruang antara dapur dan gudang. Bia cukup melewati satu pintu dan dia sampai di dapur.

Sepi. Sepertinya mamanya belum pulang atau sedang berbelanja bahan kue di toko depan kompleks. Bia melihat meja makan kosong. Dia mengecek kulkas. Tak ada banyak sisa bahan makanan yang tersedia. Sepertinya mamanya sedang belanja bulanan di toko kelontong itu. Hanya ada nasi dan beberapa bahan makanan.

Bia lapar. Ia berpikir untuk membuat nasi goreng untuknya dan mamanya saat pulang. Bia menyiapkan bahan-bahannya. Tak butuh waktu lama. Nasi goreng sederhana telah tersaji. Bia mengambil sepiring dan membawanya ke depan televisi. Ia makan sambil melihat siaran berita hiburan.

'Breaking news hari ini, usahawan ternama Ade Gumilang tertangkap basah telah berselingkuh di Hotel Kamboja. Dari info yang kami dapat sepertinya selingkuhannya adalah seorang penyanyi muda yang sedang naik daun. Bagaimana nasib istri sahnya? Akankah dia marah atau kecewa? Mari kita simak berita selengkapnya setelah pesan-pesan berikut.'

Bia menatap bosan berita yang ditampilkan di televisi.

"Berita macam apa ini? Mengapa isinya selalu tentang aib-aib orang kaya dan terkenal? Mengapa mereka terus mengurusi kehidupan orang lain, sih. Nggak punya kerjaan lain apa ya?" Bia memakan nasi gorengnya dengan kesal dan segera mengganti channel televisi. Namun, siaran yang ditampilkan sama saja. Bia tak bisa makan dengan enak jika bengini terus. Bia mematikan televisi dan mengambil laptopnya di kamar.

"Lebih baik nonton Naruto biar mood makan. Siaran di tv sangat membosankan seperti tak ada siaran lain saja."

Bia memutar anime Naruto kesayangannya.

"Assalammualaikum. Mama pulang!"

"Wa'alaikumussalam. Iya, Ma! Bentar!" Bia bangkit, mengabaikan acara makannya sejenak dan membukakan pintu untuk mamanya. Ia juga membantu membawa belanjaan mamanya.

"Sini, Ma. Biar Bia bantu bawa."

"Ini. Sekalian masukin ke kulkas, ya."

"Iya, Ma."

Mereka menata belanjaan di kulkas. Rita melihat sesuatu di atas kompor.

"Kamu masak apa, Bi?"

"Masak nasi goreng, Ma. Tadi Bia laper banget. Mungkin gak terlalu enak sih. Itu bagian Mama, Bia udah ambil kok."

"Oke. Tumben-tumbenan nih kamu masak. Hahahaha." Mamanya tertawa. Bia sangat senang walau hanya mendengar tawa mamanya.

"Mama bisa aja. Tapi soal rasa aku gak jamin loh, Ma. Hehe. Ya udah, Bia mau lanjut makan lagi di sofa. Jangan lupa makan ya, Ma!"

"Iya."

Bia kembali ke sofa, melanjutkan makannya yang tertunda. Percakapan singkat dengan mamanya membuatnya sedikit bahagia. Ia ingin agar mamanya dapat dapat tersenyum bangga padanya.

***

Suasana di rumah mewah ini sangat mencekam. Semua anggota keluarga ternama itu sedang berkumpul.

"Apa-apaan berita ini, Ade, Maya!" Murka seorang pria tua yang sangat berwibawa di keluarga itu. Wisnu namanya. Ayah dari ayah Radev. Orang yang menjadi Presiden Direktur di Airlangga company yang bergerak di bidang tekstil dan furniture.

"Tenangkan dirimu. Biar mereka menjelaskan," ucap Sanjaya, kakek Radev dari pihak ibunya, Maya. Dia adalah pemilik Brameswara company yang bergerak di bidang bisnis bangunan dan real-estate. Dia juga kecewa dengan perilaku putri dan menantunya itu.

Radev yang ada di antara keluarganya itu. Ia menatap kecewa pada kedua orang tuanya. Dan menyesali hidupnya. Lagi. Dia terus berpikir mengapa harus dia? Mengapa? Dia hanya bisa diam dan menyaksikan.

"Dia yang mulai duluan, Yah." Maya menunjuk Ade. Wisnu dan Sanjaya menatap Ade meminta penjelasan. "Bukan Ade , Yah, Pa. Yang memulai. Maya dulu yang menelantarkan Radev setelah kepergian Satya." Ade tak terima dituduh begitu.

"Kamu dulu, Mas. Kamu yang berselingkuh dengan penyanyi muda itu, bahkan sebelum kepergian Satya. Kamu udah main belakang saat itu."

"Sudahlah jangan ungkit-ungkit lagi kepergian Satya. Satya meninggal karena kamu menelponnya waktu itu. Jika saja kau tak menelponnya pasti Satya tak akan mati!"

"Aku menelpon karena melihatmu sedang bermesraan di kafe bersama selingkuhanmu itu, Mas. Aku ingin dia memastikan kalau itu kamu dan mengajakmu pulang!"

Kedua pasangan itu saling beradu argumen membela dirinya sendiri. Sanjaya dan Wisnu tak habis pikir dengan sikap anak-anaknya yang tidak bisa dewasa itu. Mereka mengabaikan keberadaan Radev. Sejak tadi dia mencoba menahan emosinya. Terutama saat kedua orang tuanya mengungkit kembali masalah kepergian kakaknya. Satya. Kakak yang mengerti dirinya. Radev pikir mereka tak pantas untuk menyalahkan Satya atas kejadian saat ini.

"Semua salah kamu, Mas!" Maya terus saja menyalahkan Ade atas rusaknya bahtera rumah tangga mereka. Dia tak ingat bahwa dia juga menelantarkan Radev setelah kepergian Satya. Beginilah manusia saling menyalahkan tanpa melihat kesalahnya sendiri. Hanya ingin menang sendiri.

Radev sudah kesal dengan rumah ini dan suasananya. Ia sudah tak tahan lagi.

"SUDAHLAH! KALIAN BERDUA YANG SALAH! Kalau sudah saling berselingkuh lebih baik kalian berpisah! Tak usah dipertahankan lagi, Pa, Mi. RADEV BENCI KALIAN!"

Radev beranjak dari tempat duduknya dan keluar rumah. Dia segera melajukan kuda besinya dengan kecepatan tinggi. Ia pergi tanpa tujuan. Ia hanya ingin pergi jauh dari rumah mewah bak neraka tersebut. Deru motor yang kencang bagai raungan menggambarkan suasana hatinya. Ia ingin teriak pada dunia. Kenapa harus dia? Sekali lagi Radev hanya ditemani malam yang sepi. Semua orang telah tertidur lelap bersama mimpi. Dan dia masih di jalanan mencoba lari dari kenyataan hidupnya yang kejam.

Frobly-MoblyWhere stories live. Discover now