Fromob 23

6 1 0
                                    

Niat baik tak boleh ditolak, kan? Jadi itu yang sekarang Al lakukan. Mencoba menerima sikap baik ibunya yang jarang ia dapatkan. Ia mencoba menanamkan dalam hati dan pikirannya bahwa ibunya masih sayang dan peduli padanya.

Sudah beberapa hari ini Al hidup di lingkungan baru dengan ibunya. Ya, walaupun ia lebih banyak tiduran atau berdiam diri di rumah sih, sementara ibunya sibuk pergi entah kemana. Yang Al syukuri saat ini adalah ia tak lagi dipaksa bekerja oleh ibunya. Ia sangat-sangat mensyukuri hal itu. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya yang terpenting sekarang ia bahagia. Ia harus menikmati waktunya ini. Siapa tahu waktunya akan segera habis?

Al sendirian di rumah, lama-lama ia jadi bosan. Ia membuka ponselnya dan scroll semua sosmednya. Tak ada yang spesial dan ya hanya itu-itu saja berita yang ditampilkan. Kumpulan manusia yang sedang memamerkan kebahagiaan atau kekayaan. Untuk apa? Kamu tentu saja bisa bahagia atau kaya tanpa mengunggahnya di semua sosial media, bukan?

Al membuka aplikasi chat, dan apa? Kosong. Tak ada chat masuk dari manapun. Oke ini sudah biasa bagi Al dan juga kalian, kan? Ia tak lagi bersedih. Entah kenapa dia jadi rindu sosok itu. Ia sendiri dan butuh teman. Al rasa sosok itu sangat bisa menemaninya.

Al pergi ke kamarnya dan membuka lemari. Di situ ada sebuah cermin besar. Dan voila!

"Hai, kangen ya? Hahahaha aku tahu kamu pasti akan mencariku di saat sepi begini. Jadi apa yang mau bercerita?"

"Gak. Gue bosen aja sendirian di sini. Kira-kira mama pergi kemana sih kok selalu pulang malem? Menurut lo kemana?"

"Mana aku tahu? Kan selama ini aku hanya ada di dekatmu, bodoh!"

"Setidaknya katakanlah sesuatu yang dapat menghiburku."

"Umm, sorry. Aku tak punya bakat untuk menghibur orang lain, termasuk dirimu."

"Gue bukan orang lain. Gue ini elo dan lo itu gue. Kita satu."

"Berarti kita tak akan terpisahkan?"

"Kita? Em tentu tidak. Suatu hari nanti lo pasti hilang."

"Kalau aku gak mau pergi? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Mengakhiri hidupku sendiri. Dahlah capek ngomong sama lo. Pasti ujung-ujungnya nanyain eksistensi. Ngantuk pen tidur."

"Tapi... Bagaimana dengan Bia dan Radev? Apakah kamu gak merindukan mereka?"

Pertanyaan sosok itu membuat Al terdiam. Ia sendiri bingung harus menjawab apa. Jujur ia sedikit merasa bersalah karena pergi tanpa pamit pada mereka dan sikapnya juga buruk beberapa hari sebelum ia pergi.

***

Penyelidikan Bia, Radev dan Eza belum mengalami kemajuan. Sementara itu bos mereka ingin berita ini segera ditampilkan. Kini mereka sedang berada di warteg yang sama seperti beberapa hari lalu.

"Kenapa kalian pilih berita lama, sih?" Radev mengungkapkan pertanyaan yang selama ini mengganggu pikirannya.

"Berita ini berkaitan langsung dengan meninggalnya saudara jauh bos." Eza menjelaskannya secara singkat.

"Bos kalian siapa, sih? Nyuruh kalian sampe segininya. Asal kalian tahu ya ini tuh udah menjadi tugas polisi atau pihak hukum yang lain. Bukan tugas kalian mengusut kasus kecelakaan ini. Bahkan ini udah terjadi beberapa tahun lalu. Bos kalian gila!" Dada Radev naik turun meredam emosinya.

Bia diam saja sejak tadi. Jujur ia juga tak ingin melakukan pekerjaan ini. Ini seperti membuka lama yang hampir sembuh. Ia mencoba kuat tapi tetap saja tak bisa. Hanya berakhir dengan diam. Terlebih lagi beberapa hari ini dia tak melihat kehadiran Al.

Frobly-MoblyWhere stories live. Discover now