Utusan kerajaan Wen

9.2K 750 19
                                    

13

Di aula utama kerajaan Wu.
Pertemuan rutin yang dihadiri oleh seluruh menteri dan pejabat telah digelar. Kaisar Tian yi duduk di takhtanya dan mendengarkan laporan dari para pejabat. Setelah dilakukan diskusi, akhirnya titik terang ditemukan.

Tidak berapa lama, seorang kasim tergopoh-gopoh mendatangi Kasim kepala, atau Kasim Kang. Kasim kecil itu mengulurkan sepucuk surat dan diterima oleh Kasim Kang kemudian di berikan kepada kaisar.

Setelah membaca surat tersebut, raut wajah kaisar menjadi senang.
"Para pejabat dan menteri ku yang tersayang. Tahukah kalian apa isi surat ini? Surat ini datang dari kerajaan Wen. Isinya menerangkan bahwa mereka meminta izin agar bisa berkunjung ke kerajaan kita. Kebesaran kerajaan Wu telah tersebar seantero China daratan. Kerajaan Wen ingin menjalin kerjasama dengan kita. Apa tanggapan kalian?"

"Selamat kepada kaisar Tian yi dan kerajaan Wu. Menurut hamba, tidak ada salahnya menjalin kerjasama dengan mereka. Tanah negeri Wen kaya dengan pertambangan batu mulia. Berbagai perhiasan dari kerajaan Wen hampir seluruhnya memiliki nilai jual tinggi," menteri Kang bersuara pertama kali.

Semenjak menjadi mertua kaisar, walaupun putrinya hanya menjadi seorang selir kehormatan, Menteri Kang semakin merasa berada di atas awan. Banyak menteri yang tidak sejalan dengan pikirannya, diam-diam dia musuhi dan dipersulit setiap mengajukan argumen walaupun di depan kaisar.

"Menteri Kang benar, menurut hamba kerajaan Wu kita bisa semakin berjaya tanpa harus mengalami peperangan," pejabat Huo berkata.

"Apakah yang lain juga setuju?" Kaisar bertanya sambil memandang seluruh aula.

"Ya Baginda kaisar. Kami setuju."
"Kami setuju yang mulia."
"Kirim surat balasan yang menyatakan persetujuan kita menerima utusan mereka. Benahi kota, siapkan sambutan dan perayaan untuk menyambut mereka. Tunjukkan bahwa negeri Wu kita adalah negeri yang kaya dan berjaya," perintah kaisar Tian yi.

"Kami siap melaksanakan perintah kaisar."

"Bagus. Bubarkan pertemuan!"

"Semoga kaisar panjang umur hingga ribuan tahun," seluruh pejabat mengiringi kepergian kaisar dengan hormat.
.
.
.
.
Selir Ming memutuskan berkunjung ke istana emas. Baginya yang suka keramaian, terkurung di istana Mutiara hanya ditemani oleh dayang dan kasim membuatnya sangat kesepian.

"Selir Ming mohon menghadap permaisuri."

"Persilakan masuk."

"Hormat hamba pada permaisuri Meihua, semoga damai selalu."

"Bangunlah adik, kemarilah duduk di sini. Akhirnya kau berkunjung juga. Aku sampai kesepian."

"Terimakasih permaisuri. Maafkan hamba yang baru bisa berkunjung sekarang."

"Aiya, panggilah kakak seperti biasa. Panggilan permaisuri itu bukankah terlalu panjang untuk diucapkan?"

"Permaisuri benar. Tapi memanggil sesuai kedudukan adalah peraturan istana. Hamba tidak berani."

"Panggil saja saat ada banyak orang!" Putus Meihua.

"Baiklah."

"Adik, minumlah teh hijau ini. Baru saja di seduh oleh Li Mei. Adik Ming, apakah kau sedang tidak enak badan? Kenapa wajahmu pucat?"

"Terimakasih kakak, akhir-akhir ini kepala adik sering pusing dan terkadang pandangan mata berkunang-kunang."

"Kau sakit? Sudah memanggil tabib?" Tanya Meihua khawatir.

"Sudah kakak, kata tabib aku tidak boleh terkena udara dingin terlalu lama." Saat itulah baru Meihua menyadari, Mingfen memakai jubah tebal di luar gaunnya. Padahal sekarang adalah awal musim semi, udara telah berubah hangat.

My Empress from the Future (END)Kde žijí příběhy. Začni objevovat