O1

1.6K 290 30
                                    

Siulan pagi pelajar kelas akhir, Yeonjun, mengabarkan dirinya tengah memiliki suasana hati yang luar biasa baik.

Jarang sekali ia mendapatkan suasana hati seperti ini sejak 3 tahun terakhir.

Selama itu pula, Soobin, terus menghiburnya karena murungnya Yeonjun berawal dari pindahnya sesosok sahabat karib.

Di dalam kelas yang dingin, tepat 06.40 pagi, Soobin masih dibuat heran dengan sikap Yeonjun yang berbeda hari ini.

"Tumben?" Soobin membuka obrolan yang dibalas senyum tipis dari Yeonjun.

"Tuan Yeonjun senyum kayak gini," sambungnya.

"Gak tahu. Jiwaku kayak ada energi gitu."

Soobin mengerutkan dahinya,
"Hah? Ngomong apa kau ini?"

Soobin hanya bisa geleng kepala. Kemudian melanjutkan pekerjaan rumah yang ditundanya.

Beberapa saat kemudian, Guru sains favorit Yeonjun datang bersama─ seseorang yang tidak asing baginya.

Soobin yang asyik mengerjakan PR membuka mulut tidak percaya. Sesekali melihat ke arah Yeonjun yang sedang ceria itu.

Bapak Guru memberi kesempatan kepada murid baru yang dibawanya pagi ini untuk mengenalkan diri.

"Pagi semua, Saya Beomgyu."

Hening.

Tidak ada sambutan apapun dari seluruh penghuni kelas, kecuali Yeonjun dan Soobin yang tepuk tangan gembira.

Yeonjun menoleh kanan kiri memamerkan mata sinisnya pada teman-temannya. Tidak biasanya mereka menjadi pendiam seperti ini. Atau apakah ekspektasinya terlalu tinggi?

Apalagi sejak tadi Bapak Guru yang di idolakan Yeonjun itu seperti menjaga jarak dengan Beomgyu.

Kenapa sih semua orang?  batin Yeonjun.

Dengan segera Pak Guru mempersilahkan Beomgyu untuk duduk di satu-satunya bangku kosong yang tersisa.

"What!!? Pak, di samping Ucup masih ada bangku," Yeonjun protes, membuat Beomgyu sedikit meliriknya namun tak berkutip.

Bapak Guru menjawab pertanyaan yang sudah ia tebak akan dilontarkan padanya, "Ya, memang kenapa Yeonjun?"

"Masa iya Beomgyu duduk sendirian, pak?"

"Saya pengen Ucup tetap duduk sendiri," jawaban singkat dari Pak Guru.

Tempat duduk yang dimaksud adalah bangku paling belakang yang sangat tak layak pakai.

Hal itulah yang membuat Yeonjun geram. Mengingat murid baru— sekaligus sahabatnya mendapat kesempatan buruk di hari pertamanya.

Perlahan Beomgyu berjalan menuju bangku itu. Selama itu pula, Yeonjun mendengar jelas teman-teman di kelasnya berbisik jelas tentang adanya Beomgyu. Bahkan setelah Beomgyu duduk pun, masih saja ada yang berbisik tentangnya.

Soobin menepuk bahu Yeonjun menyadarkan Yeonjun yang kini sedang marah.

"Jun, kau kan tahu Ucup tidak suka anak baru. Yang ada Beomgyu bisa dicaci mulu. Jadi jangan anggap serius."

Soobin tahu, sangat tahu tentang persahabatan Yeonjun dengan Beomgyu sewaktu kecil. Ia bahkan terkejut dengan kedatangan Beomgyu secara tiba-tiba.

Namun bukan itu yang dimaksud Yeonjun. Ia merasa aneh saja dengan kelas ini. Sampai-sampai Yeonjun sulit fokus untuk mendengarkan penjelasan guru, hingga waktu istirahat dimulai.

Terlihat Pak Guru meninggalkan kelas yang tegang itu. Sebelum muridnya menyusul untuk istirahat, Yeonjun berteriak.

"KALIAN KENAPA SIH!!? NGOMONGIN BEOMGYU DI BELAKANG???"

Yang Yeonjun harapkan berupa sapaan salam kenal dari teman sekelasnya untuk Beomgyu. Tetapi bukan itu yang didapat melainkan cibiran.

"Yeonjun lu kenapa si? Kek cewek sumpah. Ngomel mulu," celetuk salah satu siswa yang duduk di pojokan.

Yang mereka tahu begitulah sifat Yeonjun sang pria sensitif .

"KALIAN YANG KENAPA!! KENALAN GITU KEK SAMA BEOMGYU."

Semua terdiam—fokus terhadap kesibukan masing masing. Sedangkan Beomgyu hanya bisa menatap sambil menundukan kepalanya.

"Udah Jun, kamu aja yang duduk sama Beomgyu," ujar Soobin.

Yeonjun mengangguk seraya mengambil seluruh alat tulis miliknya dan duduk di samping Beomgyu.

Beomgyu memberi senyuman hangat kepada Yeonjun. Berbeda dengan Yeonjun yang sangat antusias dengan kedatangan Beomgyu.

"Aku gapapa," kata Beomgyu.

"Mereka aneh."

Beomgyu terkekeh melihat teman lamanya masih dalam sifat yang sama.

"Udah lama ya, Yeonjun." Yeonjun mengangguk.

"Masih mau temenan sama aku?"

"Masih!!"

"Beneran?"

"Iya."

"Jangan nyesel ya,"

"Ya ampun, Iya!!"

Can't You See Me?✔Where stories live. Discover now