Mereka yang Telah Pamit

9.5K 1.2K 16
                                    

Mulai hari ini hidupku akan jauh lebih normal, Laudya berbatin ketika keluar dari rumah sakit. Bayi di gendongan menepuk payudaranya lalu memandang dengan khas sambil menyungging lucu.

Laudya yang raut mukanya tak terlalu baik——sebab semalaman menangisi Ayyash——langsung meladeni. Ia meremas-remas tangan Rasta lalu mencium hidungnya dengan gemas.

"Mau, dong, dicium begitu." Tiba-tiba seseorang berujar.

"Yakin mau aku cium?"

Desta menggeleng. "Oh ya, Dya, kamu ke Bandung sekarang?"

"Mau ke makam terus jenguk Bapak dulu, baru pulang."

"Boleh aku antar?"

Sejujurnya, dari kejadian kemarin-kemarin Laudya mendapat pelajaran berharga. Yakni, jangan terlalu percaya manusia. Maka ia pun jadi lebih selektif dalam bergaul.

Termasuk pada Desta Hwang. Sekalipun hubungan Desta dengan Ayyash sangat baik, ini bukan alasan untuk langsung percaya. Siapa tahu Desta menyimpan dendam kepadanya. Gara-gara ikut campur urusan Laudya, jadinya Ayyash jadi korban.

"Kalau aku jahat, pesan Ayyash kemarin nggak akan aku sampein."

Laudya senyum, tapi terpaksa. "Kamu tahu apa yang aku pikirin?"

"Tertulis jelas di kening kamu."

Laudya menyeringai masam. Ia terlalu parno sampai-sampai berpikir Desta menyimpan dendam. Padahal tidak, kan? Cara bicara Desta terdengar sangat luwes. Ia juga supel. Lebih-lebih sepanjang bicara, senyum ala boyband-nya selalu terurai.

Selama mobil melata, hening yang meraja. Desta asyik mengemudi, sementara Laudya termenung cukup lama. Wanita itu tengah menyelam ke palung kalbu, mencari jawaban mengenai masalah yang menimpanya.

Apakah semua yang terjadi sampai detik ini adalah buah dari dosa-dosaku? katanya dalam hati.

Ia serakah. Itu kesalahan terbesar. Ketika dihadapkan pada pilihan antara Andreas dan Ayyash, dirinya terlalu lemah menentukan keputusan. Di satu sisi, Ayyash yang lebih pantas menerima kesempatan. Tapi di sudut lain, sulit sekali mengenyahkan posisi Andreas di hatinya.

Katakanlah Laudya naif, tapi salahkah jika kenyataan tadi adalah fakta? Ia pernah memblokir nama Andreas di hati, tapi hal itu terjadi sebelum tahu siapa pelaku sebenarnya. Nada mencibir, muka judes, serta delikan mata pada Andreas hanya manifestasi atas kemarahan yang ada di sudut salah. Dan begitu ia tahu Andreas sama sekali tak bersalah, egonya luntur.

Sebab bagaimanapun, Andreas adalah orang yang mengajarinya sesuatu yang penting. Yakni, filantropi alias cinta-kasih-kedermawanan-kemanusiaan. Sebelum mengenal Andreas, Laudya hanya mengerti kasih sayang di satu sudut. Yaitu, pada sahabat yang ia anggap kakak, Dion. Bagaimana ia bisa mengerti filantropi jika tokoh di cinta pertama kaum manusia——alias ibu——sudah pergi ketika dirinya masih kecil?

Dan ketika lelaki bermarga Adinegoro itu muncul, hati Laudya seperti dimasuki sesuatu yang aneh. Tapi nikmat. Memang Andreas adalah manusia paling sombong yang ditemui. Tapi tahan dulu! Belakangan Laudya sadar kalau dirinya terlalu miskin perspektif kehidupan. Kesengakan Andreas telah membuatnya lupa kalau lelaki itulah satu-satunya yang mau menerima apa adanya.

Kini Laudya ingat semua kebaikannya. Andreas selalu pasang badan kalau ada yang mencibir Laudya soal pekerjaan di kafe. Andreas selalu memberikan kisi-kisi serta buku catatan——yang super rapi dan lengkap——kalau mau ujian. Andreas tak pernah menyerah untuk membujuk Laudya supaya mau diantar-jemput. Andreas pernah berkelahi dengan preman yang menagih hutang pada Dion. Andreas pernah merelakan seluruh uang di dompet untuk melunasi tagihan rumah Laudya. Andreas pernah membela habis-habisan ketika keluarga Adinegoro menentang hubungan mereka. Andreas selalu menabahkan, memeluk, dan mendukung ketika benih-benih Laudya gugur, dan ... ah, semua itu tidak terhitung.

Sekarang Laudya menyesal. Pikirannya terlalu sempit dan hatinya gelap. Ia lebih sering mengingat keburukan Andreas ketimbang kebaikannya.

Maafin aku, Ndre ... keluhnya dalam hati. Sesak rasanya jika ingat dosanya terhadap Andreas. Lalu perlahan, ingatan dosanya berubah subjek. Ayyash ...

Seandainya Laudya tahu malam itu terakhir kalinya mereka bertemu, ingin rasanya Laudya menyempatkan diri untuk minta maaf. Tanpa Ayyash, mungkin dirinya sudah jadi pasien RSJ. Bahkan lebih jauh lagi, yakni di alam kubur.

Karena Ayyash rencana bunuh dirinya gagal. Ia juga yang menampung ketika sembunyi dari Andreas, mengajak tinggal di Bandung, mau disuruh ini dan itu ketika mengandung, berperan layaknya suami ketika melahirkan, berinisiatif memberi nama untuk Rasta, mencintai bayi itu layaknya anak sendiri, menabahkan ketika Rasta hilang, bersabar ketika Laudya menunda jawaban lamaran, rela menukar nyawanya, dan ...

Maafin aku, Yash... sekali lagi ia berbatin. Kali ini air matanyatak bisa dibendung. Bulir di pipi itu bergulir ke dagu, lalu menetes ke kening Rasta.

-bersambung

FilantropiWhere stories live. Discover now