10. Asakusa

1.8K 260 0
                                    

APA yang harus dilakukannya kini? Sudah dua hari berlalu setelah Sabito dan Makomo pergi meninggalkannya, kali ini benar-benar meninggalkannya. Sendiri. Matanya sudah bengkak dengan air mata yang terus-menerus menuruni pipinya tanpa ampun, ini terlalu sulit melupakannya. "Sabito hontou ni baka! Kau terlalu tsundere! Nande? Seharusnya dari awal kau menjawabnya. Kau.. tidak bisa meninggalkanku sendirian disini Sabito." Air matanya keluar lagi. Meraungpun percuma, kenapa Kami-sama memilih takdir untuknya sepertu ini? Urokodaki bahkan sangat khawatir kepada muridnya itu karena setelah tiga hari yang lalu pulang pada pertengahan malam dan mengurung diri pada kamar Nezuko.

Namun Senseinya itu hanya memahami keadaannya yang sekarang, pria tua itu yakin bahwa [name] akan baik-baik saja. Tiba-tiba gagak Kasugai milik gadis itu masuk bersamaan dengan [name] yang keluar mengenakan seragam Kisatsutai, haori serta nichirinnya. Sejak dulu, gadis itu memang mempunyai firasat yang bagus. Dan benar-benar terjadi.

"Sensei aku harus pergi. Soyeba, ada yang ini aku bicarakan terlebih dahulu dengan Sensei." Nada yang terdengar serius membuat Urokodaki menatapnya dibalik topeng tengu merah miliknya itu. Raut wajah gadis itu terlihat sendu dengan kelopak mata yang sedikit membekas karena air matanya, suaranya serak kendati harus ia sampaikan hal ini pada Urokodaki. Gadis itu beranjak mengambil topeng kabuki miliknya dan membungkuk kemudian "Sensei ittekimasu." Lantas ia melenggang pergi meninggalkan Urokodaki dengan perasaan yang sedikit cemas dan khawatir.

"Berhati-hatilah [name]."

Bintang serta bulan menemaninya menuruni gunung Sagiri malam itu, kakinya melangkah menjauh dari rumah Urokodaki. Tama gagak Kasugainya hinggap pada bahu kanannya "Kali ini kemana?"

"Kwaaak Asakusa kwaak hayaku kwak!!"

Gadis itu merogoh saku roknya, menemukan onigiri yang sengaja ia bawa dari rumah Urokodaki. Tangannya mengambil seperempat nasi itu dan memberikannya pada gagak itu "Untukmu." Dan langsung dimakannya. Maniknya mengadah menatap bulan "Sabito, jangan menyuruhku untuk melupakan. Karena semua itu adalah hal yang tidak akan aku turuti dari orang egois sepertimu kau tahu."

Mendudukan dirinya pada bangku panjang taman yang ia temui disalah satu prefektur Tokyo-Asakusa. Masih menetralkan nafasnya karena gadis itu sedikit tidak membayangkan jarak yang ditempuh dari gunung Sagiri menuju tempat misinya. Astaga bahkan ia sampai disini dengan langit yang sudah berubah menjadi sore. Jadi ini yang dinamakan kota? Bahkan bibir gadis itu terus mendecak kagum kala maniknya melihat bangunan tinggi, jajaran penjual kaki lima serta bangunan lainnya, dan lampu-lampu yang menggantung menyinari jalanan itu. Orang berlalu lalang dengan santainya, padahal yang gadis itu lihat matahari yang kian terbenam. Mungkin saja iblis akan muncul, namun dari yang dilihatnya banyak orang yang tidak terlalu peduli.

Tenggorokannya terasa kering, segera ia bergegas menuju penjual minuman yang ia temui saat setengah perjalanan itu "Kenapa anak sepertimu membawa katana?" Pertanyaan yang keluar dari mulut paman yang menjualkan minuman ini membuat alinya berkerut "Apa Oji-san tahu tentang Oni?" Enggan menjawab namun gadis itu menanyakan sebuah pertanyaan yang dijawab sebuah gelengan singkat "Souka. Katana ini hanya replika saja paman. Ini uangnya, arigatou."

Ah ia mengerti, warga di kota ini tidak pernah mendengar nama mahluk menjijikan seperti oni. Yah, untung saja mulutnya tidak menceritakan lebih jika ia dia mungkin sudah dianggap tidak waras mungkin karena menceritakan hal yang tabu.

Kakinya menyusuri jalananan, dengan manik yang selalu waspada dengan sekitarnya. Langkahnya terhenti pada gerobak ramen yang ia lihatnya, aroma khas mie dengan bayangan topping Naruto memenuhi isi otaknya, segera ia menghampiri paman yang duduk sambil menghirup tabakonya hingga asap itu terkepul keluar dari mulutnya "Oji-san! Dua mangkuk ramen onegaishimasu~"

𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑 Where stories live. Discover now