47. Siblings

1K 179 3
                                    

[NAME] menatap datar, perkataan Tanjirou terngiang pada otaknya. "Akita! Kau tidak seharusnya melakukan itu!"

"Tapi Nee-san! Kalau aku tidak melakukan ini kita tidak bisa makan!"

Tangannya merebut roti dari tangan sang Adik "Aku kecewa padamu Akita! Meskipun Kaa-san dan Tou-san orang yang seperti itu tapi mereka tidak mengajarkan kita untuk mencuri!"

Akita menatap Kakaknya dengan nafas tesengal menahan lesakan air mata "Nee-san yang tidak mengerti! Akita melakukan itu untuk kita! Akita bosan makan sayur yang kita temukan di hutan!"

Akita melihat Kakaknya yang pergi menjauh dari gubuk usang, "Nee-san mau kemana?!"

"Apa lagi kalau bukan mengembalikan roti yang kau curi?!" Kepala Akita menggeleng, meraih kimono kumal yang dipakai [Name] "Tidak jangan! Para warga akan membuat babak belur Nee-san, jangan kesana. Maafkan Akita Onee-san."

"Kalau kau sudah tahu resikonya kenapa melakukan itu? Nee-san tidak mengajarkanmu untuk mencuri. Beruntung kau kemari tanpa satu luka." Akita menangis dipelukan [Name]. Mungkin ucapan Tanjirou benar daripada keduanya sama-sama egois kenapa tidak saling akur? Lagipula hidup [Name] sama seperti kedua iblis itu. Yang berbeda adalah mereka yang selalu di takdirkan bersama.

"Tidak ada orang yang berpihak pada kalian karena itu kalian, tidak seharusnya saling mengutuk."

Keheningan merambat. Hingga Daki menangis "Waahhhh, kau sangat mengganggu! Jangan ceramahi kami!! Pergi saja sana bocah sialan!! Pergi sana! Ini menyebalkan, lakukan sesuatu Kakak!! Aku tidak mau mati, Onii—"

"UME!!"

Denyutan pada mata kanannya berulah lagi, ah kali ini apa?

'Sedikit berjalan-jalan tidak apalah.' Seperti tempat yang menjadi kilasan masa lalu pada otaknya adalah distrik lokalisasi terpencil. Sorakan akan nada merendahkan seseorang terdengar cukup dekat, hingga di depan sana bocah laki-laki berlari dengan beberapa wanita berpakaian kimono bersih melempari batu padanya.

Bocah laki-laki itu melewatinya, kimono kumal, rambut berantakan, tubuh kurus kering hingga terlihat tulang rusuk. Sekilas wajahnya terlihat, dengan muka babak belurnya.

Langkahnya mengikuti langkah kecil bocah itu, apakah dia tidak pernah mandi? Hingga banyak lalat yang kadang menghampiri tubuh kecilnya, terlebih wanita di sana selalu menutup hidungnya jika anak ini lewat.

Baiklah ini mungkin terlihat menjijikan, tapi bagaimana bisa bocah itu memakan serangga? Terdengar gila, bahkan [Name] yang melihatnyapun merasa sembilu. Kadang bocah itu duduk pada pojok belakang rumah sepi dan memainkan sebuah sabit, cukup lihai melihat bagaimana cara ia melemparkan alat cukup tajam itu keatas.

Scenenya berubah, pada background putih menyelimuti. Tangisan bayi membuat kepala melongok, 'Bayi yang sangat cantik.' Sayangnya seorang wanita di sampingnya yang mungkin Ibu kandung dari bayi serta bocah laki-laki yang kini menggendong bayi itu sudah tidak bernyawa.

"Ume, tenang saja. Kakak akan menjaga mu."

Mengharukan juga mengiris kalbu.

Bayi yang tumbuh dengan paras yang cantik bahkan membuat para orang dewasa terpesona dengan keelokannya.
Hingga sebuah kejadian menyesakkan telah terjadi dari kedua kakak beradik itu, "WAAAGH HENTIKAN AKU YANG MENAGIH HUTANG DISINI! BERANINYA KAU MENAGIH SESUATU TANPA IMBALAN!! TIDAK BISA DIMAAFKAN!! UBAH ADIKKU MENJADI NORMAL! KALAU TIDAK AKAN KU BUNUH TUHAN, BUDDHA, ATAU SEMUA ORANG!!" Dia berteriak dengan suara seraknya, air matanya tidak bisa terbendung lama. Kedua tangan kecil merengkuh jasad dari sang Adik dengan seluruh tubuh gosong, parasnya yang cantik sudah tak terbentuk.

Ini menyebalkan sekaligus menyesakkan dada.

'Hei awas dibelakangmu!!' Percuma suaranya tidak keluar, mau bagaimanapun gadis dengan Haori kabuki itu mencegah, katana yang dilayangkan membuat punggung bocah malang itu terkena tebasannya.

"Ini benar orangnya bukan?"

"Iya itu benar." Satu pria dan satu wanita. Pria dengan hakama serta perban pada mata dan wanita berkimono dibelakangnya.

"Aku berterima kasih karena sudah membunuh orang merepotkan ini, dia sangat brutal. Dia akan melukai seseorang dengan keji sebelum dia menagih hutang darinya dan tidak ada yang mampu menahannya."

"Sebenarnya aku kasihan dengan ume, jika aku menemukan gadis cantik akan kukenalkan dirimu kepada dia. Uhh, tentang uang nya..?"

Ah, mereka bersikongkol rupanya. Menjijikan sekali. "Ya tunggu dulu, akan kuakhiri dia dulu."

'Setidaknya lalukan sesuatu tubuhku sialan.' [Name] mengumpati diri.

Bocah itu menggenggam sabitnya, dan melompat pada arah belakang dengan ujung tajam senjata itu mengenai kepala wanita berkimono dibelakang pria tersebut. Hingga sang wanita tersebut tewas.

"Kau punya kimono yang bagus, kau juga punya kulit yang indah dan kencang, aku yakin kau dapat makan sehari penuh dan tidur di futon yang bagus." Kata bocah itu.

"Itu mungkin keadaanmu semenjak dilahirkan, kau hidup di rumah yang dapat melindungimu dari angin dan hujan, enaknya kawan, enak sekali kawan. Dan untuk orang yang kehilangan satu bola mata—"

Perkataannya terhenti, tatkala kepala bocah itu menoleh pada pria yang sudah mengacungkan katana padanya, tubuh kecilnya melompat sabitnya mengalahkan sebuah bilah katana hingga terbelah dua "Bisakah kau diam?" Dan pria itu tewas dengan kepala yang tertebas.

[Name] baru sadar bahwa bocah itu adalah Gyuutarou dan Daki (Ume), malang. Gyuutarou membawa tubuh Adiknya berlari tanpa sebuah perasaan jijik pada jasad yang sudah tak terbentuk, kaki kurus keringnya berlari tanpa sebuah alas kaki, mungkin bibir tidak bisa berteriak namun sebuah raut wajah dengan perasaan campur aduk sangat tersirat.

Dia tersandung, butiran salju mulai menjatuhi tempat ini. Hawanya dingin bahkan [Name] merasakannya, "Apa kabar? Apa kabar?" Pria lain muncul tanpa terduga, siluet hitam yang familiar menghantui pikiran gadis itu, dimana ia pernah menemui atau pernah melihatnya?

"Aku orangnya baik jadi aku tidak bisa meninggalkan kalian berdua, wanitanya akan segera mati bukan?"

Suaranya terlalu jelas, beda seperti saat itu. "Akan kuberi kau darah ku, kalian berdua. Jika kalian adalah orang terpilih bagi 'orang itu' kalian bisa menjadi iblis."

Gyuutarou kecil masih memeluk tubuh Ume berusaha melindungi dari sang Adik dari dinginnya suhu rendah serta salju yang mengenai. Terlalu miris, bahkan kepalan tangan gadis itu sudah mengerat hingga buku jari memutih, perkataan orang itu yang ia yakini membuat kedua Kakak beradik sampai menjadi seperti sekarang. Bantuannya adalah bencana "Kehidupan adalah hal yang berharga dan kalian harus menghargainya. Bisakah kalian menjadi salah satu iblis dari dua belas bulan? Dan naik menjadi iblis bulan atas? Ya, Jadilah iblis dan jadilah seperti ku."

Mereka tidak salah, mereka tidak dilahirkan hanya untuk hidup yang dipenuhi hutan duri, apa yang mereka lakukan adalah sebuah insting. Tidak ada yang salah, Gyuutarou terlalu menyayangi Adiknya karena baginya Ume adalah hal yang berharga bagi hidupnya, sejak Ume lahir Gyuutarou mempunyai kehidupan yang sedikit lebih baik.[]

𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑 Where stories live. Discover now