Cemburu

1.3K 115 11
                                    

Hari ini Yuuri harus ke kantor PDGI untuk mengurus Surat Izin Praktek di kota kabupaten, sementara Fauzan memiliki jadwal rutin kajian ba'da zuhur di masjid kantor kementrian di Jakarta Selatan. Tujuan keduanya yang berbeda arah, membuat Fauzan mengajukan usul supaya Yuuri diantar oleh Aida.

"Seperti katamu, peran Aida di sini cukup vital ketika kamu sedang ada urusan di luar pesantren." Yuuri tidak yakin jika nada suaranya tidak terdengar seperti orang yang sedang cemburu. "Maksudku, Aida akan lebih berguna jika tetap tinggal di pesantren dibanding hanya menemaniku." Yuuri menjelaskan ketika melihat Fauzan bingung. "Aku bisa pergi sendiri, tidak masalah." Ia terus meyakinkan.

"Tapi kamu belum begitu hapal daerah Cianjur, kan?"

Mau tidak mau wanita itu mengangguk. Sebelum ia kembali berbicara, Fauzan sudah mendahuluinya.

"Nanti biar saya minta Teh Sabrina yang menemanimu, bagaimana? Butiknya tidak terlalu jauh dari kantor PDGI."

Yuuri mengangguk setelah lama berpikir.

Saat Fauzan mengikuti Halaqoh Pagi di masjid, Yuuri segera berbenah. Fauzan yang memaksa akan mengantar Yuuri terlebih dahulu, membuat mereka harus berangkat lebih awal supaya Fauzan tidak telat. Selepas menyiapkan sarapan, Yuuri bergegas ke kamar mandi. Tubuhnya masih belum bisa mentolerir air dingin untuk mandi sebelum jam enam pagi.

Alangkah terkejutnya Yuuri saat keluar dari kamar mandi mendapati Aida yang sedang berdiri di depan rak buku. Bukankah Fauzan pernah bilang jika kamar dan ruang baca termasuk ruang pribadi yang tidak boleh untuk dimasuki orang lain?

Aida yang menyadari kehadiran Yuuri dan sedang berdiri menatapnya, merasa sedikit canggung. "Maaf, tadi Aida masuk saat Teh Yuuri masih di kamar mandi."

Yuuri tersenyum sambil menjawab, "Tidak apa-apa." Ia melewati Aida, tapi tiba-tiba langkahnya berhenti tepat di depan pintu kamar, lalu membalikkan badan.

"Sedang mencari buku apa?" Yuuri hanya berbasa basi, karena saat Aida menyebutkan sebuah judul, ia sama sekali tidak mengetahui judul buku itu.

"Apa Aida sebelumnya sering membaca buku di sini?" tanyanya lagi.

"Iya, kalau sedang membersihkan rumah. Ah maaf, seharusnya Aida izin sama Teh Yuuri dulu kalau mau meminjam buku, bukan ke A Fauzan saja, karena sekarang yang bertanggung jawab atas rumah ini adalah Teteh." Aida terlihat menyesal.

"Tidak apa-apa, tapi lain kali memang harus izin dulu jika mau ke ruang baca, karena ruang ini termasuk ruang privasi kami." Yuuri kemudian pamit masuk ke kamar setelah Aida mengangguk dan kembali meminta maaf.

Bukan tanpa sebab, seperti penjelasan Fauzan sebelumnya, ternyata bukan hanya santri yang keluar-masuk ke dalam rumah untuk bertemu Fauzan, melainkan juga beberapa tamu yang jauh-jauh datang untuk menemuinya, termasuk Shiddiq, asisten pribadi yang merangkap menjadi sopir pribadi Fauzan, juga sering hilir mudik di dalam rumah. Jika tidak sedang mengurusi jadwal, Shiddiq juga yang sering membantu membuatkan minuman untuk tamu jika yang datang adalah tamu laki-laki.

Akses untuk mencapai dapur adalah melalui ruang tengah--tempat santai di mana hanya ada satu sofa dan sebuah karpet lebar di depan televisi--selain pintu samping. Fauzan sengaja memasang partisi yang menutupi pintu masuk menuju ruang baca dan kamar, menandakan jika ruangan tersebut tidak boleh dilewati oleh sembarangan orang. Oleh karena itu, selain di ruang baca dan kamar, Fauzan meminta Yuuri untuk memakai pakaian lengkap, termasuk kerudung dan kaus kaki.

***

Semenjak naik ke dalam mobil, Yuuri menahan diri untuk tidak bertanya. Namun, gelagatnya bisa terbaca dengan mudah oleh Fauzan.

Merapal Cinta Tertulis [Completed]Where stories live. Discover now