Dua Puluh Tiga

14.7K 912 15
                                    

Kavin terbangun saat matahari sudah terik. Sinarnya masuk melalui jendela, gordeng sudah tersingkap sehingga terasa sinar itu menusuk-nusuk kulitnya.
Jam dinding sudah menunjukan jam sebelas siang, matanya terbelalak. Kavin segera bangun dengan gerakan terburu-buru.

Kepalanya terasa sakit, pengelihatannya sedikit berkunang-kunang. Beberapa kali Kavin mengerjapkan mata hitamnya mengusir bayangan gelap itu.

Perlahan Kavin menggeserkan bokongnya ke sisi ranjang, lalu mencoba berdiri menyesuaikan gerak tubuhnya agar tidak limbung, dia mengayunkan langkahnya penuh hati-hati, badannya terasa sakit semua. Tiba-tiba langkahnya terhenti, Kavin melirik ke atas nakas terdapat satu mangkuk bubur dan satu gelas besar air putih, tidak lupa pula ada beberapa macam jenis obat.

Kavin menghela napas, lalu berjalan memasuki kamar kecil untuk bersiap ke kantor.

Kedua kaki Kavin melangkah beraturan menurunin anak tangga. Baru saja kakinya menapaki lantai, Kavin melihat pintu utama terbuka lebar menampakan sesosok wanita yang sudah beberapa waktu ini selalu dia hindari.

Wanita itu berjalan ke arahnya dengan kedua tangannya membawa kantong plastik penuh belanjaan.

"Mau kemana?" Tanya Anna spontan, dia memperhatikan penampilan Kavin yang sudah rapi dengan stelan kerja. Walaupun wajahnya penuh dengan luka, Kavin selalu terlihat menawan di mata Anna.

"Kantor." Kavin berjalan melewati Anna.

"Tidak bisakah hari ini kamu tetap di rumah?"

Kavin tidak mengubris permintaan Anna, dia tetap melanjutkan langkahnya.

Tangannya yang terangkat hendak membuka pintu tergantung di udara, Kavin merasakan tangan sebelah kirinya seperti ada yang menggenggam, dia tahu siapa pelakunya. Kavin melirik tangan itu lalu menolehkan kepala kepada Anna yang berdiri di sampingnya.

"Aku mohon, untuk hari ini saja." Bujuk Anna dengan tatapan penuh memohon.

Kavin menghela napas pasrahnya.
Baiklah dia akan menuruti apa kata istrinya, karena besok sudah akhir pekan. Pikirnya.
Dia melihat Anna tersenyum sangat manis, dan menarik tangannya yang masih di genggam membawa dirinya menuju kamar.

Kavin melirik nasib kedua kantong belanjaan itu tergeletak begitu saja di lantai.

"Aku sudah menghubungi Rei, memberi tahu bahwa kamu sakit." Ujar Anna dengan tangan sibuk mencari kaos untuk Kavin di dalam lemari.

"Kenapa kamu tidak pergi ke kantor?" Tanya Kavin dengan nada datar. Dia terduduk lesu di pinggir ranjang, dengan mata terus menatap punggung istrinya.

"Bagaimana aku bisa bekerja ketika suamiku sedang sakit di rumah sendirian." Ucap Anna pelan.

Anna meletakan di atas kasur satu pasang kaos dan celana pendek santai. "Gantilah pakaianmu," Mata cokelatnya melihat mangkuk bubur yang masih utuh belum tersentuh sedikit pun. "Kamu belum memakannya?" Tanya Anna sedikit kecewa.

"Tolong biarkan aku sendiri di kamar." Pinta Kavin tanpa menatap istrinya di depan.

Anna tersenyum sedih, "Baiklah. Kalau butuh sesuatu panggil saja aku. Dan tolong makanlah buburnya sedikit saja, jika tidak mau bubur aku akan menyuruh Bi Murni mengantarkan makanan lain untukmu."

Kavin menatap pintu putih itu tertutup rapat, dia menghela napas panjang. Kavin menyadari istrinya itu sangat kecewa terhadap dirinya.

Pure LoveWhere stories live. Discover now