Part 10

5.3K 449 125
                                    

Sayup-sayup suara orang yang sedang berbicara memasuki pendengaran Jessy, gadis itu rasanya ingin membuka mata, tapi tidak bisa.

Kepalanya seperti terasa ditindih oleh benda besar, berat sekali. Begitu juga dengan tubuhnya, sulit untuk digerakkan.

Ah, padahal gigitan Aldrick yang pertama tidak sampai begini efeknya, batin Jessy.

"Jessy!"

Jessy bisa mendengar dengan jelas jika itu adalah suara Karin, kakak iparnya itu pasti bisa merasakan bahwa ia sudah sadar sedari tadi. Kekuatan yang dipunyai Karin memang tidak ada tandingannya di dunia immortal dan mortal, mungkin hanya di dunia bawah dan atas saja yang bisa menandanginya.

Tiba-tiba Jessy merasakan sebuah kekuatan besar menariknya dari kegelapan, hingga ia dapat merasakan cahaya putih memasuki penglihatannya.

"Minumlah!" Bella menyerahkan satu gelas kecil yang berisi air. Gelas itu berukuran sangat aneh, bahkan untuk ukuran semungil itu rasanya berat sekali.

Mata Jessy menilik orang-orang yang berada di dekatnya, ia ragu untuk meminum air yang diberikan Bella. Gadis itu tahu, apa pun yang berasal dari mommy-nya pasti tidak jauh-jauh dari sihir.

Anggukan dari daddy-nya membuat Jessy mau tak mau meminum air yang entah apa itu, tangannya terasa bergetar karena takut dan gugup.

Tenggorokan Jessy mendadak terasa panas, air yang diminumnya seperti berubah menjadi api. Wajah gadis itu ikut memerah hingga ke leher, tubuhnya juga ikut berguncang.

Namun, Karin tidak akan membiarkan Jessy melepaskan gelas itu, ia bahkan ikut memegangkan gelasnya. Gadis yang notabene istri Nio itu terus memaksa Jessy agar menghabiskan air tersebut.

Hingga merasa tidak ada satu tetes pun yang tertinggal, barulah Karin melepaskan tangannya. Mata gadis itu menatap Jessy dengan lekat, saling melemparkan tatapan tajam.

Tak lama kemudian, Jessy kembali terlelap. Bella sengaja menyihir anaknya agar kembali tidur, langkah itu mungkin yang terbaik untuk saat ini.

"Bagaimana, Mom? Kita tidak bisa membiarkan Jessy seperti ini." Nio menatap adiknya yang paling nakal itu, tingkah gadis itu dari kecil selalu membuatnya kerepotan.

"Biarkan air mata burung phoenix bekerja terlebih dahulu, nanti kita bicarakan hal ini lagi," jawab Bella.

"Kalian sebaiknya kembali ke kamar," saran Xander.

Nio merangkul bahu Karin, membawa istrinya untuk kembali ke kamar mereka. Laki-laki itu sadar, ada perubahan sikap dari Karin setelah bertatapan dengan Jessy tadi.

Saat Nio baru saja menutup pintu kamar mereka, pernyataan dari Karin membuat laki-laki dengan julukan The King Alpha itu langsung murka.

"Nio, Jessy ... hamil."

***

Selepas kepergian Nio dan Karin, Xander menyuruh beberapa omega untuk berada di kamar Jessy. Laki-laki itu ingin membereskan beberapa pekerjaan pack sebelum anaknya tersadar, tentu saja ia memaksa Bella untuk menemaninya.

Xander juga meninggalkan pesan kepada omega-omega itu untuk memberikan Jessy makanan yang sehat dan bernutrisi, dan menyuruh gadis nakal itu untuk menemuinya setelah bersiap diri.

Di sinilah mereka sekarang, berada di ruang kerja Xander. Jessy yang duduk di hadapan kedua orang tuanya menekuk wajah masam, sedangkan Xander tampak tak peduli dengan perubahan raut anaknya.

"Kami sudah memutuskan, kau akan menikah dengan Evan dua minggu lagi!"

Perkataan Xander sontak mengalihkan atensi Jessy, mata gadis itu ikut melotot ke arah kedua orang tuanya. Perlahan, air matanya mulai menetes, diikuti isakan kecil.

Kedua tangannya terkepal erat, melampiaskan apa yang sedang ia rasakan saat ini dengan membenamkan kuku-kukunya di sana. Berkali-kali Jessy menghela napasnya, berusaha agar tidak meledak.

Namun, ia tidak bisa. Menikah dengan Evan adalah suatu keputusan yang sangat salah dan merugikan baginya.

"Dad, aku tidak ingin menikah dengannya!"

Suara Jessy menggelegar di seluruh ruang kerja Xander, wajahnya terlihat memerah karena menahan amarah. Ia sadar sedang berhadapan dengan kedua orang tuanya, harus ada sikap sopan santun meskipun sedikit.

"Tapi Evan itu mate-mu, Sayang," ucap Bella memberi pengertian.

Jessy mendengkus pelan, tidak terima mendengar ucapan Mommy-nya. "Dia lebih pantas menjadi ayahku dari pada mate-ku, Mom. Kumohon mengertilah!" pinta Jessy.

"Kau bisa mati konyol, Jessy. Dad tidak mau itu terjadi hanya karena kau tidak memiliki mate," jelas Xander.

Kali ini Jessy yakin, Evan bukanlah satu-satunya mate yang diberikan Moon Godness. Masih ada Aldrick, ia sudah memastikan bahwa orang yang selalu memberikan kenyamanan itu adalah mate-nya juga.

"Aku memiliki dua mate," lirih Jessy.

"Tidak mungkin!" Xander mengentak meja kerjanya, dari tadi ia sudah menahan diri agar tidak emosi. Anaknya yang satu ini memang selalu memancing kemarahan setiap mereka bertemu, entah dari siapa sikap itu menurun.

"Aku serius, pangeran Aldrick adalah mate-ku."

"Pangeran vampir itu?" tanya Bella.

Jessy mengangguk dengan semangat, walaupun ia tahu Aldrick juga bukan pilihan yang tepat. Setidaknya, Aldrick jauh lebih baik dibanding Evan yang cocok menjadi sosok ayah untuknya.

"Tidak, Jessy! Walaupun kita dan klan vampir tidak ada masalah apa pun, bukan berarti kau bisa bebas berhubungan dengan mereka." Xander rasanya ingin mencak-mencak jika tidak mengingat wibawanya selama ini.

"Kita berbeda, Sayang. Kita masih hidup, sedangkan mereka sudah mati," ucap Bella memberi pengertian.

Meskipun Bella mengucapkan dengan nada lembut, Jessy masih bisa merasakan kemarahan di sana. Apalagi dengan menyebutkan para vampir itu adalah makhluk mati, walaupun memang benar begitu adanya.

Jantung mereka tidak ada, mengibaratkan jika mereka memang orang yang sudah meninggal.

"Tapi Aldrick lebih baik dari pada Evan, Mom! Lagi pula, aku sudah bercerita dengan Mommy. Aku mencintai Aldrick!" tegas Jessy.

Tiba-tiba pintu terbuka secara kasar, Nio berada di sana dengan Karin di sisinya. "Dad, sebaiknya kita panggil vampir itu ke sini," ujar Nio.

Laki-laki itu menarik lembut tangan istrinya agar ikut masuk, lalu berdiri di samping meja kerja Xander. Meskipun saat ini ia sedang dilanda emosi, tapi Karin tidak boleh menjadi sasaran amarahnya.

"Ada apa, Nio?" tanya Bella penasaran.

Karin menggenggam tangan Nio, mencegah laki-laki itu agar tidak mengatakan hal yang mereka ketahui sekarang. Setidaknya, jangan di depan Jessy.

"Nanti saja," jawab Nio.

"Kembali ke kamarmu, Jessy!" perintah Nio.

Jessy menurut, ia memang merasa bosan berada di sana. Perdebatan tadi sangat menguras tenaga, gadis itu juga mendadak kelaparan.

"Ayo!" ajak Karin.

Setelah menutup pintu ruang kerja Xander, Karin mengikuti Jessy yang melangkah menuju kamarnya. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, hanya berdua saja.

"Ada apa, Kak?" tanya Jessy.

"Sejauh mana kau berhubungan dengan Aldrick?" tanya Karin balik.

Lidah Jessy mendadak kelu, keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Ia tidak menyangka Karin akan mengetahui hal tersebut secepat ini, apalagi jika sudah menceritakan hal ini pada Nio.

Jessy yakin, pertanyaan tadi hanya mengetes kejujurannya saja.

******

Hallo, semuanya😊

Kaget gak? Kaget gak, pas baca part ini?

Bentar, pengen ngakak dulu🤣

Cuma mau bilang, minggu depan The Queen gak update😂

Sampai jumpa dua minggu lagi👋

The Queen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang