Part 17

2.2K 281 7
                                    

Hutan putih mendadak menjadi gelap gulita, Jessy yakin jika ini semua perbuatan Karin. Tak ada yang lebih kuat daripada gadis itu, bahkan jika para Alpha bergabung sekali pun.

Firasat buruk semakin menjadi-jadi, ia tidak bisa tenang ketika keluarganya sedang berjuang. Namun, pesan dari Bella dan Xander membuat wanita hamil itu mengurungkan niat.

"Aku harus apa?" tanya Jessy pada phoenix di depannya.

Walaupun ia sadar jika phoenix itu tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilemparkan, Jessy hanya ingin mengeluarkan segala hal yang hinggap di otaknya.

"Apa aku bisa membantu dari sini? Bukankah itu yang dilakukan mommy ketika membantu daddy dulu?"

Buru-buru wanita itu mengambil buku yang sempat dibawa tadi, jemarinya dengan lincah mencari sub-bab mantra penyerangan jarak jauh.

"Di mana?"

Rasanya Jessy ingin menyumpahi orang pembuat buku tersebut, tak ada daftar isi seperti buku yang pernah dilihatnya di dunia manusia. Ini sangat menyusahkan.

Tidaklah mudah mencari satu mantra di balik buku berhalaman tiga ratus itu, bahkan belum bisa dipastikan ada di sana. Banyak buku mantra dengan isi yang berbeda, apa Jessy harus membaca semuanya?

"Moon Godness, tolong aku!" teriak Jessy frustrasi.

Sebelah tangannya digunakan untuk mengacak rambut, berlama-lama seperti ini bisa membuat darah wanita itu mendidih juga.

"Kenapa di saat darurat seperti ini susah sekali mencari sesuatu?"

Demi segala yang ada di langit dan bumi, Jessy ingin berteriak selepas mungkin saat ini. Tak bisakah keadaan berpihak padanya? Apa ia tak sefungsi itu untuk hidup?

"Jessy!" Panggilan dari arah belakang membuat Jessy menoleh, mata wanita itu terbelalak lebar. Ia menahan napas melihat sosok anggun di hadapannya, terlebih ini adalah pertemuan perdana mereka.

"Moon Godness," sapa Jessy dengan kepala tertunduk dalam.

Untuk bergerak saja ia merasa gugup, apalagi menatap mata sosok yang selama ini diagungkan oleh semua klan di dunia immortal. Mendengar cerita dari Nio dulu sudah membuat tubuhnya merinding, terlebih berhadapan langsung dengan Moon Godness seperti sekarang.

"Kau tidak bisa membantu mereka," ungkap Moon Godness.

"Kenapa? Mereka pasti dalam keadaan yang sangat berbahaya."

"Kandunganmu lebih penting saat ini, darah yang mengalir dalam anak kau kandung akan menjadi daya tarik lawan."

"Tapi aku ingin membantu mereka dari sini, dalam jarak jauh saja," bantah Jessy.

Senyum yang lemparkan Moon Godness memang terlihat menawan, tapi memiliki sejuta arti di baliknya. "Bahkan kau tidak mengetahui mantranya, kan?"

Kali ini Jessy diam, apa yang dikatakan oleh Moon Godness sepenuhnya benar. Ia sama sekali tidak mengetahui mantra itu, belum lagi risiko gagal akibat masih percobaan pertama.

"Memangnya ada apa dengan darah anakku?" tanya Jessy. Ia sudah melupakan soal rencana menolong keluarganya, perkataan Moon Godness tadi lebih menarik.

"Kau akan mengetahui suatu saat nanti."

Setelah mengatakan hal tersebut, dalam sekejap mata Moon Godness tak lagi berada di sana. Wanita yang memakai mahkota berlambang bulan di kepalanya itu sudah pergi dari hutan putih.

"Kenapa dengan anak yang kukandung? Apa karena darah werewolf, witch, dan vampire ada dalam tubuhnya?"

"Aku juga half, bukan werewolf murni atau witch murni. Ataukah karena darah Aldrick yang mengalir di dalamnya?"

Kedatangan Moon Godness malah membuat pertanyaan di kepala Jessy semakin banyak, bukan mengobati rasa penasaran yang sedang melingkupinya.

"Aku butuh Aldrick di sini," gumam Jessy.

Belum terkatup mulutnya, kemunculan Moon Godness bersama Aldrick membuat mulut Jessy ternganga. Ia tidak bisa berkata-kata, bahkan untuk mengucapkan terima kasih.

"Wajahmu sangat lucu tadi," celetuk Aldrick.

Saat seperti ini laki-laki itu bisa melemparkan candaan, padahal Jessy sedari tadi menahan kekuatannya agar tidak meluncur mengenai Aldrick.

"Kau menyebalkan!" teriak Jessy.

Suara wanita itu menggelengar ke seluruh ruangan, bak suara petir yang menyambar. Kedua tangan Aldrick menutup telinga, begitu pula burung phoenix menutup matanya.

"Setelah membuatku khawatir dan nyaris gila, dengan tampang bodoh kau berdiri di depanku. Di mana perasaanmu, Aldrick?"

Jika ada benda lain selain buku di dekatnya, Jessy ingin sekali melempar ke arah Aldrick. Sayang, di loteng ini tidak terdapat benda apa pun.

"Aku minta maaf, oke?" Ucapan yang keluar dari mulut Aldrick dan nada laki-laki itu sangat tidak menunjukkan penyesalan. Tingkahnya juga semakin menjengkelkan.

"Otakmu tertukar dengan Fedrick?"

"Sweetheart, tidak mungkin otakku tertukar dengannya," protes Aldrick.

Laki-laki itu mendekat, mencoba menyentuh lengan Jessy yang bergantung bebas. Setelah merasa cukup mepet, barulah tangan Aldrick bergerak meraih tubuh wanita yang mengandung anaknya.

"Maaf sudah membuatmu khawatir, aku terpaksa menerobos masuk ke sini. Namun, untuk sampai di rumah ini harus melewati hewan-hewan buas terlebih dahulu. Beruntung ada Karin yang datang, kalau tidak bisa saja aku mati dicabik mereka," jelas Aldrick.

"Ingatkan aku untuk mengenalkanmu pada mereka, sehingga kau mudah mendapat akses keluar masuk," ucap Jessy.

Keduanya saling melepas rindu lewat pelukan, mengisi kekosongan yang sempat melanda dalam beberapa hari belakangan.

Tangan Aldrick turun ke perut Jessy, merasakan kehidupan yang ada di dalam sana. Desiran darah anaknya terdengar jelas dalam indera pendengaran, tapi tak ada suara detakan jantung.

Apakah nanti anaknya dan Jessy akan mewarisi gen vampir?

"Saat aku ingin menolong keluargaku, Moon Godness sempat mengatakan jika darah anak kita bisa memancing lawan. Kau tahu apa yang terjadi di wilayah Silvermoon pack?" tanya Jessy.

Sebenarnya Aldrick sama sekali tidak berniat untuk menceritakan hal ini kepada Jessy, tapi jika ia menolak malah akan membuat semakin dicurigai.

"Penyerangan besar-besaran dilakukan oleh beberapa rogue terhadap Silvermoon pack, kakakmu sama sekali tidak ada persiapan dalam menghadapinya. Semua terjadi secara mendadak," ungkap Aldrick.

"Tapi kau tenang saja, aku yakin mereka bisa mengatasinya. Apalagi di sana ada Karin, kita tidak perlu khawatir. Kedua saudaraku juga sudah kukirim ke sana untuk membantu, bersama beberapa vampir terbaik," sambungnya.

Perasaan Jessy sudah mulai tenang meskipun masih ada sedikit rasa khawatir dalam benaknya, mungkin ia harus memanggil Karin setelah peperangan selesai untuk membawa seluruh anggota keluarga Wilkinson.

"Bagaimana dengan Jeslyn? Kandungannya lebih besar dariku," tanya Jessy.

Keberadaan Jeslyn di tengah perang seperti ini sungguh tidak aman, seharusnya wanita itu berada di sini.

"Setahuku, beberapa hari yang lalu Jeslyn dikirim ke dunia mortal bersama suaminya. Ia ingin melahirkan di sana," jawab Aldrick.

Namun, hati Jessy berkata lain. Ia menduga saudaranya tidak berada di dunia mortal, melainkan di mansion milik Xander.

"Sekarang, kau istirahat. Tak baik bagi wanita hamil banyak berpikir, otakmu harus ditenangkan agat tidak stres. Tidurlah!" perintah Aldrick

****

Aku update lagi, yeayy🤗
Doain semoga otakku lancar buat update setiap hari
Tungguin setiap jam 9 malam
Oke?
See you👋

The Queen [END]Where stories live. Discover now