Part 12

4.7K 436 72
                                    

Kicauan burung memasuki indra pendengaran Jessy, suasana tenang dan damai seperti ini sangat jarang didapatinya. Tadi malam, setelah memberikan jawaban pada kedua orang tuanya, gadis itu segera bangkit dan pergi dari sana.

Hutan putih yang tak pernah terjamah lagi semenjak perang besar belasan tahun lalu menjadi pilihannya. Ia yakin, baik Evan atau Aldrick tidak bisa menemukannya di sini.

Saat ini yang dibutuhkan gadis itu hanya ketenangan, tak peduli bagaimana dengan tanggapan laki-laki yang dipilihnya. Bagi Jessy, yang terpenting untuk sekarang adalah meningkatkan kekuatan sihir yang diturunkan Bella.

Rumah milik Ify yang masih berdiri kokoh menjadi tempat tinggal Jessy untuk sementara waktu. Meskipun sudah ditinggalkan dari belasan tahun yang lalu, sedikit pun tidak ada debu yang menempel. Semuanya terlihat rapi dan bersih.

"Princess!" Jessy menoleh ke belakang saat mendengar suara memanggil namanya, gadis itu melihat seekor harimau putih di depan pintu.

"Ada apa?" tanya Jessy.

Ia mendekat, lalu menelisik hewan yang datang menghadapnya. Jessy merasa heran dengan salah satu harimau putih ini, hewan itu bukanlah makhluk sembarangan.

Bahkan, ia tidak mau datang jika Bella mengehendaki bawahannya untuk berkumpul. Binatang itu juga tidak berkoloni, meskipun masih dengan spesies yang sama.

Setelah burung phoenix, harimau putih adalah binatang terkuat kedua di dunia immortal. Jika phoenix terkenal dengan ketangguhan dan air matanya yang dahsyat, hewan berkaki empat ini tersohor kekuatannya.

Kesamaan dua hewan itu, mereka tidak mau bergerombol dengan binatang lain. Harimau putih dan burung phoenix hidup dengan kelompok mereka sendiri, tentunya di tempat yang sangat susah untuk ditemukan dan dijangkau.

Jessy ingat ketika menemani Nio mencari burung phoenix untuk obat Karin, mereka memerlukan waktu berhari-hari menemukan burung itu. Bahkan, ingatan tentang kakaknya yang hampir merenggang nyawa masih terekam jelas.

Xander sendiri juga belum pernah bertemu dengan harimau putih, sisi serigala daddy-nya terus memberontak meskipun dalam jarak seratus meter.

Setiap Bella ingin mendiskusikan sesuatu dengan hewan itu, ia selalu pergi ke tempat ini. Setidaknya itu yang Jessy tahu dari beberapa cerita mommy-nya tentang harimau putih.

"Princess!" Panggilan itu membuyarkan lamunan Jessy. Kini di depannya tak hanya seekor harimau putih, tapi sudah ada lima ekor dengan ukuran yang berbeda-beda.

"Kenapa? Apakah ada sesuatu yang penting sehingga kalian menemuiku?" tanyanya.

"Ya, ada sesuatu yang perlu kami sampaikan."

Dari suaranya, Jessy bisa menebak jika harimau yang baru berbicara tadi berjenis perempuan. Belum lagi ukurannya paling kecil di antara gerombolan itu.

Kelima harimau putih itu terlihat sedang berdiskusi, mereka berbicara dengan bahasa yang tidak Jessy pahami. Setelah menunggu sedikit lama, empat di antara mereka langsung pergi tanpa pamit.

Kini hanya tersisa satu harimau putih yang menjawab pertanyaan tadi, sepertinya dia adalah perwakilan dari mereka.

"Boleh aku masuk?"

Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan, Jessy membuka lebar pintu rumah yang bercat serba putih itu. Setelah harimau putih tadi masuk, ia menutup kembali akses keluar masuk rumah yang dihuninya.

Tak lama kemudian, hewan itu bertransformasi. Jessy sempat terpaku, ia kagum dengan kecantikan gadis yang berada di depannya.

"Namaku Creliza, Princess." Gadis itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Jessy.

"Panggil Jessy saja, sepertinya kita seumuran," balas Jessy.

Wajah Creliza mengeras, lalu gadis itu tersenyum sinis. "Apakah pantas bagiku untuk memanggil calon penerus tahta dengan sebutan nama saja? Aku rasa tidak," ujarnya sembari duduk di sofa yang berada di tengah ruangan.

Dahi Jessy mengerut, otaknya masih belum memproses maksud ucapan dan kedatangan makhluk tak diundang itu. "Tidak usah bertele-tele, ada apa kau ke mari? Bukankah mustahil bagi gerombolan harimau putih datang tanpa dipanggil?" tanya Jessy dengan sedikit menyindir Creliza.

Gadis itu tertawa renyah, tapi matanya tak lepas menatap Jessy dengan tatapan menusuk. "Apakah kau merasa tersanjung dengan kedatangan kami? Ah, aku rasa iya," ucap Creliza.

"Aku juga tidak mau berlama-lama di sini, kedatangan kami hanya ingin memperingati sesuatu. Jauhi dia!"

"Siapa dia?" tanya Jessy.

"Cari tahu saja sendiri. Sudahlah, aku mau pulang." Setelah mengatakan kalimat itu, Creliza kembali berubah menjadi seekor harimau putih. Kepalanya mengisyaratkan kepada sang pemilik rumah agar membukakan pintu.

Kaki Jessy sengaja dientak-entakkan ketika berjalan, gadis itu kesal dengan kelakuan hewan yang mengekor di belakangnya.

Memang dia siapa? Seenaknya menyuruhku seperti itu, batin Jessy.

Ketika pintu terbuka, empat ekor harimau putih sudah menunggu di sana. Satu di antara mereka memberikan sorot peringatan kepada Jessy, mengakibatkan gadis itu kembali berpikir sosok yang harus dijauhinya.

"Kami pergi," pamit harimau putih yang paling besar.

Baru beberapa langkah keluar dari pekarangan rumah, Creliza membalikkan tubuhnya. "Dia berada di dekatmu, Jessy. Berhati-hatilah!" pesan harimau putih itu.

Setelah gerombolan harimau putih itu menghilang, Jessy segera menutup pintu. Gadis itu berlari menuju kamarnya, lalu membuka buku tebal yang berisikan mantra.

Buku pemberian Bella itu, sebagian besar belum pernah dipelajarinya. Bahkan, Nio dan Jeslyn sekalipun. Mommy-nya bilang, buku itu hanya untuk penerus tahta Crystal pack.

Lembaran-lembaran lusuh itu terus dibuka Jessy, gadis itu ingin mencari mantra pelacak. Seingatnya, ia pernah mendengar jika mantra seperti itu ada.

Hanya saja, Jessy masih belum tahu fungsi dari mantra itu. "Ayo!" ucapnya menyemangati diri sendiri.

Sayang sekali jika buku yang hampir setebal penggaris itu tidak memiliki daftar isi, sehingga menyulitkan setiap orang yang ingin mempelajarinya.

Berpuluh-puluh menit kemudian, netra Jessy menangkap kata pelacak pada sub bab buku. Lengkungan lebar tersungging di wajahnya, puas dengan hasil yang ia dapatkan.

Jari lentik Jessy menelusuri kata demi kata, hingga dahi gadis itu mengerut karena menemukan suatu kejanggalan.

Wajah Jessy mulai berubah, kedua tangan gadis itu ikut terkepal. Tiba-tiba saja matanya mulai berembun, lalu suara isakan keluar tanpa dipinta.

Baru saja Jessy merasa bahagia karena beranggapan bahwa mantra tadi adalah sesuatu yang ia cari sedari puluhan menit yang lalu, tapi harapannya pupus tatkala membaca halaman kedua dari judul tersebut.

"Moon Godness, bisakah tolong aku? Rasanya sudah tidak sanggup untuk melihat buku setebal ini," adu Jessy.

Andai saja buku yang dipangkunya bisa dibuka menggunakan sihir, sudah sedari tadi Jessy menggunakan itu. "Aku menyerah," gumam Jessy.

Kepalanya telungkup di atas buku, air mata Jessy terus menetes. Rasa rindu menyelusup masuk dalam hati gadis itu, ia rindu pada Aldrick.

"Jika ini karenamu, Mommy mohon jangan sekarang! Mommy belum bisa bertemu dengan daddy-mu, Son."

Jessy mengusap perut dengan tangan kanan, sedangkan tangan sebelahnya lagi dipergunakan untuk menghapus air mata yang tak kunjung berhenti.

"Belum sekarang, Son. Kita membutuhkan beberapa waktu lagi," ujar Jessy.

*****

Digantungin part sebelumnya🤣🤣

Aku bahagia sekali😂😂

Sini, hujatannya😜

The Queen [END]Where stories live. Discover now