⚡[30] & [END]☀️

4.1K 447 251
                                    

'LAST.'


,
,
,



Tanjirou POV


Ini sudah lebih dari dua minggu. Bahkan setelah aku sembuh seperti ini pun, Kanna-san masih tak sadarkan diri karena lukanya yang benar-benar parah.

Kondisinya bisa dibilang sangat kritis. Jujur saja, aku takut jika terjadi sesuatu padanya lebih dari ini.

Maksudku, lihatlah. Dia terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat. Aku menarik nafas. Aku bersalah dalam hal ini.

Aku adalah dalang dari semua ini. Aku tidak tau.. betapa bodohnya aku yang selalu menyeret orang yang kusayangi berada dalam bahaya.

"Kanna-san.. kumohon bangunlah. Aku merindukanmu." rintihku sembari mencium keningnya lembut.

BRAAKK!

"SKIDIPAPAP SAWADIKAP BISKUIT AHOY!"

Aku sontak menoleh ke sumber suara. Lalu mengernyit pada Inosuke yang baru saja datang.

"Inosuke, bicaranya pelan-pelan. Kanna-san sedang sakit." ucapku menegur.

"Kan aku mau jenguk bodoh. Awas, awas!"

"Tidak."

"AWAS!"

"Tidak!"

Tok! Tok!

Pintu diketuk pelan. Aku dan Inosuke menoleh ke arah pintu. Mendapati seorang Dokter dan dua orang Kakushi disana.

Dokter itu tersenyum. "Apa kami mengganggu?"

Refleks, aku langsung menggeleng. "Tentu tidak. Maafkan aku, aku akan keluar."

Setelah membungkuk dan mengucapkan kata maaf, aku menarik tangan Inosuke untuk keluar dari ruangan.

Aku lupa bilang, karena Shinobu-san tidak ada, jadi kami memanggil Dokter yang bisa menangani luka Kanna-san dengan baik.

"Jangan tarik-tarik, Tontarou!" ketus Inosuke sambil menepis tanganku agak kasar.

Aku berdecak. "Namaku Tanjirou bodoh. Apa susahnya mengucap nama dengan benar? T-A-N-J-I-R-O-U. TANJIROU!"

"Terserah." setelah mengatakan itu, Inosuke pergi dengan elite nya. Dia langsung lupa dengan tujuannya untuk kemari.

"Yasudah." aku perlahan duduk di dekat pintu ruangan dimana Kanna-san dirawat. Menunggu Dokter dan Kakushi keluar, lalu akan masuk lagi menjenguknya.

Memang sih, akhir-akhir ini aku lebih sering menghabiskan waktu disana. Soalnya ini sudah jadi misi penting bagiku.

Sreet!

Setelah puluhan menit menunggu, akhirnya pintu dibuka. Aku langsung berdiri lalu memandang seorang Dokter di depanku dengan raut cemas.

"Kau Kamado Tanjirou, bukan? Ingin bicara dengan Kuwajima?"

Sang Dokter langsung melempar pertanyaan itu padaku. Aku tak mengerti. "Bagaimana caranya aku bicara pada Kanna-san, sedangkan dia-"

"Masuklah ke dalam, dan bicaralah padanya."

Usai menyudahi kalimat, sang Dokter pergi. Diikuti dengan dua orang Kakushi yang mengekor dibelakang.

Aku menolehkan kepala ke tempat tidur. Hatiku langsung berdegub kencang. Aku menyunggingkan senyum di wajah.

"Kanna-san..."

Seorang gadis yang duduk bersender di tempat tidurpun menoleh pelan padaku. Dia balas tersenyum.

"Njirou!"

Aku langsung melangkahkan kakiku cepat ke arahnya. Merengkuh tubuhnya dengan hati-hati. Aku berusaha menahan air mata yang sempat mengalir.

"Kanna-san, aku.. aku senang kau sudah bangun. Aku merindukanmu." ucapku dengan suara parau.

Kanna-san terkekeh lalu membalas pelukanku erat. "Aku mimpi buruk. Mimpiku panjang sekali, Njirou. Kupikir aku akan mati."

"Kau takkan mati. Tidak akan. Kau akan sembuh. Pasti."

Kanna-san menarik nafas, dia menggelengkan kepalanya lalu mengeratkan pelukan. "Rasanya sakit. Aku tak dapat menahannya. Mungkin aku akan mati."

Aku berdecak. Melepaskan pelukan lalu menatapnya lamat-lamat. "Tidak. Buang jauh-jauh pikiran itu. Kau akan hidup dan kita akan menikah."

Kanna-san mengangguk. Dia menjulurkan kedua tangannya, memberiku isyarat untuk memeluknya lagi.

Lantas aku langsung membawanya kedalam dekapanku. Mencium puncak kepala nya beberapa detik.

"Kau memintaku untuk memelukmu sekali, dan aku akan lakukan itu seratus kali."

Kanna-san mengeratkan pelukanku, lagi. Mencengkeram baju yang kupakai. "Aku tidak mau mati. Aku ingin disini. Kumohon, Tanjirou. Kumohon."

Aku mengangguk. Mengusap kepalanya lembut. "Kau akan sembuh. Jadi tenanglah. Tak akan terjadi apa-apa."

Kanna-san mulai terisak. "Berjanjilah, kau akan terus bersamaku. Karena seandainya aku mati, aku akan mati disampingmu."

Aku menarik nafas. Memberi anggukan sebagai jawaban. "Ya. Selamanya aku akan bersamamu."

"Tanjirou, aku mengantuk. Temani aku tidur. Aku mohon."

"Iya, tentu saja." aku merebahkan Kanna-san pelan-pelan. Lalu ikut tidur disampingnya.

Kanna-san membalikkan badannya ke hadapanku. Dia memejamkan matanya. Hidungnya memerah. "Jangan pergi. Aku takut..." rintihnya pelan.

Aku mengangguk. Menutupinya dengan selimut. "Aku bersamamu."

Setelah itu, aku mengusap rambutnya hingga dia tertidur lelap. Sesekali aku memandangi wajahnya.

Tanpa kusadari sendiri, semuanya perlahan berbeda.

Deruan nafas Kanna-san tak terasa lagi menerpa wajahku. Aku segera bangkit, duduk di ranjang.

Kemudian, aku menyentuh pipinya. Keringat dingin keluar membasahi pelipisku. Sungguh, wajahnya mendingin.

Pikiran buruk mulai menghantuiku. Ketika aku memeriksa detak jantung dan nadinya, saat itu juga aku tersenyum hampa.

Jantungnya berhenti berdetak. Nadinya tak berdenyut sama sekali.

Air mata yang kutahan sejak tadi, kini telah keluar berjatuhan.

Aku kembali memandang Kanna-san. Luka di perutnya telah terbuka lebar. Darah merembes keluar memenuhi kasur.

Tanganku patah-patah merengkuh tubuhnya yang telah terkulai.

"Kanna-san..."

Sesuatu mencengkeram jantungku. Aku tidak tau, apakah yang kupeluk saat ini adalah Kanna-san atau mayat.

Aku berteriak histeris. Mungkin, malaikat kematian sedang menertawaiku sekarang. Aku tak berdaya.

Tuhan, jika kau mengambil nyawanya, kenapa tak sekalian mengambil nyawaku juga?







🎴⚡☀️🎴






Ayo demo ayooo~ apapun bisa terjadi jika sudah berada di tangan Chii.

/ngegaslah wahai readersku tercyntah :')/

Ada yg mau Happy End di Epilog?

fearless ; kamado tanjirou [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang