I

3.7K 217 0
                                    

_________________________

Desire
__________________________

Suasana berkabung tak hanya terasa dalam ruangan ini. Cuaca diluar terlihat mendung, seolah ikut menggambarkan kesedihan mendalam dari keluarga yang ditinggalkan.

Namun berbeda dengan sosok pria yang duduk dengan tatapan nanar kearah foto seorang wanita yang terbingkai dengan senyum meronanya, begitu cantik - Dan tuhan telah merenggut nyawanya.

Pria itu hanya terdiam, bahkan hampir tak berekpresi sama sekali. Tak perduli dengan banyak mata yang terlihat mengintimidasi atas sikapnya. Atau bahkan mata-mata yang terlihat iba.

"Mark hyung, aku turut berduka cita atas meninggalnya istrimu." Suara itu mengalihkan pandangannya yang hampir tak lepas selama berjam-jam kearah bingkai tersebut - tanpa rasa letih sedikitpun.

"Terima kasih, Jack." Jawab pria itu singkat menatap sekilas rekannya yang menghampirinya duduk diruang berkabung, tanpa mengubah ekspresinya sedikitpun. "Kau sudah makan hyung?" Tanya rekannya kembali yang hanya dijawab dengan gelengan singkat lalu merunduk.

Rekannya terlihat mendengus pelan, seakan benar-benar mengasihani pria itu.

"Nak Mark, istirahatlah. Kau belum makan dari kemarin malam bukan?" Suara kedua yang menghampirinya dengan begitu serak, seolah tak henti habis menangis. Seorang wanita separuh baya, sedikit terpuguh berjalan menghampirinya.

"Iya Bu, saya belum lapar." Jawabnya, yang tetap datar tanpa ekspresi.

"Hyung, kau jangan menenggelamkan dirimu pada kesedihan. Jangan menyiksa dirimu." Ia menoleh mendengar kata-kata itu.

Sedih? menyiksa diri?

Kata-kata yang seolah bersahutan dipikirannya.

Benarkan aku merasakan hal itu?
Aku pun mengerti apa yang kurasakan saat ini.

"Aku hanya tak berselera makan."

Ya, selera makanannya menghilang. Bukan karena pemilih dalam soal makanan. Hanya saja, belum ada yang cocok. Meski semewah apapun makanan di restoran mahal, dan di masak oleh koki ternama. Ia tetap tak menemukan selera itu.

Hanya masakan wanita itu, dan ibunya,  yang membuat selera makannya naik.

Mungkinkah, aku kehilangan kembali orang yang membuatku berselera dalam soal makanan?

Mark tersenyum pahit, pikirannya terus menertawakan dirinya sendiri. Sekilas teringat kejadian saat usianya beranjak 13th. Air matanya yang terus mengalir didepan pusara ibunya. Rasa sakit yang benar-benar menyiksa karena kehilangan.

Namun, mengapa tidak untuk saat ini? Tak ada rasa sakit itu, seakan sudah mengikhlaskannya.

"Pulanglah dulu, dan istirahat nak. Kau tampak lelah." Wanita separuh baya itu kembali berujar. Ia sedikit menekankan kata-kata itu,  yang membuatnya tak bisa mengelak.

"Biarku antar hyung." Pria bernama lengkap Mark Tuan itu hanya mengangguk, mengiyakan tawaran rekannya bernama Jackson.

*

Ia masih tak banyak berbicara sepanjang perjalanan. Sampai mobil Jackson terparkir didepan halaman parkir yang cukup luas dengan taman disisi kanan dan kirinya.

Mereka berdua keluar dari mobil bersamaan. Berjalan menuju pintu rumah yang bisa dilihat sangat mewah dari luar.

"Kemana pembantu-pembantumu hyung?" Tanya Jackson, penasaran. Melihat rumah sebesar ini tampak begitu kosong dan sunyi.

"Aku berhentikan." Mark yang hampir terlelap setelah membaringkan tubuhnya diatas sofa, menjawab dengan matanya yang terpejam.

"Kenapa?" Selidik Jackson, yang sifatnya memang selalu ingin tau lebih. Bahkan kini sedang mengabsen isi kulkas didapur Mark yang jaraknya memang tak begitu jauh dengan sofa ruang tamu tempat Mark yang sedang berbaring saat ini.

Jackson menoleh karena tak mendapat jawaban. Ia kembali keruang tamu dengan sekaleng bir yang ia ambil dalam kulkas. Duduk disamping Mark yang terdengar sedikit mendengkur lelah. Mark tertidur pulas di sofa.

*

Mark mengerjap, membuka kedua kelopak matanya perlahan. Ia mengendus mencium bau makanan yang berasal dari atas meja. Jackson memesan ayam berbumbu rupanya, yang sengaja diletakan diatas meja untuknya makan.

Itu sekilas yang ia baca, dari memo yang di tulis Jackson. Ia sudah pulang dari sore, dan kini sudah pukul 9 malam.

Hujan lebat menderu di luar. Seolah sudah di prediksi Jackson, ia pun menyalakan semua lampu di lantai bawah. Tidak membiarkan Mark yang bangun dengan keadaan gelap gulita.

Mark menghela napas, mengambil sepotong ayam yang hanya ia makan tiga gigitan, lalu kembali ia letakan di meja. Ia masih dalam keadaan tidak berselera.

Ia memutuskan untuk masuk kekamarnya dan membersihkan diri. Mungkin akan kembali tidur di kamar setelahnya.

Namun air hangat itu justru menyegarkannya yang kini berbaring hanya mengenakan boxer diatas tempat tidurnya. Matanya melekat pada ponsel yang ia genggam. Membaca sekilas beberapa pesan yang masuk, tanpa ada niat sedikitpun untuk membalasnya.

Terdiam sejenak, lalu menaruh ponselnya diatas nakas. Meraih guling dan memeluknya erat. Suhu dikamarnya bisa dibilang cukup dingin ditambah hujan diluar yang terdengar masih sangat deras, namun sepertinya ia enggan mengenakan pakaian. Manarik selimut yang ia kenakan hanya sampai pinggangnya.

Padangannya beralih pada sisi tempat tidurnya yang terlihat kosong. Dirabanya dengan lembut sisi kosong itu, seolah mengelus sosok seseorang.

Mungkinkah aku merasa kehilangan?

Batinnya bergejolak linu. Seprti ada rasa lain yang justru membuat tubuhnya memanas. Berdesir dengan lembut kesetiap titik tubuhnya, semakin tenggelam dan membuatnya terpejam. Seperti ada hasrat lain yang ingin ia wujudkan, mengundang sedikit rasa nyeri dikepalanya, bahkan di pusat sensitif miliknya.

Ia mengepalkan tangannya, menelan bulat-bulat rasa itu. Memilih terlelap untuk melaksanakan kembali aktifitas esok.

_Tbc_

Desire [MarkJin]Where stories live. Discover now