VI

1.4K 159 22
                                    

_________________________

Desire
__________________________

"Eommaaku pulang." Jinyoung masuk kerumahnya, mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan di rumah ini, hingga mendarat pada kamar ibunya.

Ia melihat ibunya yang sibuk menyocokan beberapa baju dengan senyum yang begitu riang dicermin.

"Eomma! Kau membeli baju-baju lagi?" Nada Jinyoung membentak cukup tinggi,  membuat wanita separuh baya itu berjenjit lalu menghampiri Jinyoung. Memerkan baju barunya itu.

"Jie,  lihat! Baguskan? Eomma lihat ini lucu banget makanya eomma beli."

"Eomma!!" Jinyoung mendengus kesal bahkan tak sadar sudah menriaki ibunya.

Baju-baju yang dibeli ibunya terlewat berlebihan bahkan diusinya yang beranjak 50th.

Ibunya menunduk bahkan kini terisak memeluk baju barunya itu, membuat amarah Jinyoung berbalik menjadi rasa bersalah.

"Eomma cuma mau keliatan lebih muda, didepan mereka-mereka yang jahat sama eomma. Eomma juga mau banggain anak eomma yang sekarang sudah kerja." Ujar ibu Jinyoung disela isakan tangisnya.

"Eomma..." Nada Jinyoung melemah, sedikit mengepalkan jari sebelum meraih bahu ibunya. Ia benar-benar sudah tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Jie gak sayang sama eomma,  yang sayang sama eomma cuma appa kamu aja!" Emosi ibunya melonjak, menepis tanggan Jinyoung bahkan berlari kedapur.

"Biar... Biar eomma menyusul appa-mu,  biar eomma mati saja!" Ibunya meraih pisau didapur dan hampir mengarahkan dengan cepat keperutnya. Namun Jinyoung yang sudah menduga berhasil mencegah ibunya walau mereka sempat saling tarik dan berakhir pisau itu melukai tangan Jinyoung.

"Jie..." Ibunya tersungkur melihat darah yang menetes cukup banyak dari tangan Jinyoung. Menubruk tubuh anaknya dengan histeris dan memeluknya erat. Pisau itu melukai telapak tangan anaknya.

Jinyoung hanya terdiam. Bahkan sudah tak aneh dengan perih dari luka yang ia dapatkan karena ulah ibunya. Hal ini sering terjadi bahkan sebelum ayahnya jatuh sakit dan meninggal.

"Aku tidak apa-apa eomma, tidak sakit. Sudah jangan nangis." Ujar Jinyoung yang berusaha menangkan ibunya. Ia membawa kembali ibunya kekamar dan membaringkannya ditempat tidur. Meninggalkan kamar setelah memastikan ibunya yang benar-benar sudah terlelap.

Darah di tangganya hampir mengering meski lukanya masih terbuka cukup lebar — tidak begitu dalam untungnya.

Ia menyalahkan kran shower, membiarkan luka itu kembali tersiram dan darahnya pun kembali mengalir. Menghilangkan letih pada tubuhnya dengan air hangat.

Rasa sesak dalam hatinya melebihi luka yang ia dapatkan saat ini. Ia meringis bahkan meremas dadanya yang terasa sulit bernapas. Bahkan air matanya sudah mengalir membasahi pipinya.

Ia beranjak dari kamar mandi memakai handuk dengan asal menuju kamarnya. Mengambil ventolin dari nakasnya dan menghirup obat tersebut.

Perlahan, pernapasannya kembali normal. Meski rasa sesak itu masih berjejak.

Jinyoung pun memakai pakaiannya, menghiraukan luka yang masih terlihat basah ditelapak tangannya. Ia hanya ingin memejamkan matanya untuk saat ini. Meski yang terekam hanya sosok ayahnya, dengan begitu sabar merawat ibunya yang memiliki kelainan emosional. Sampai ayahnya meninggal karena sakit parah.

Mungkinkah ia juga akan senasib dengan ayahnya? Bahkan sampai meninggal di usainya yang masih muda? Pikiran picik itu terlintas di kepalanya sebelum ia terlelap.

Desire [MarkJin]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum