X

1.5K 159 33
                                    

_________________________

Desire
__________________________

Mark melempar asal dokumen ke mejanya, mengusap wajah dengan gusar lalu menghela napas dengan gelisah. Pasalnya sudah empat hari iya tidak melihat Jinyoung meski mereka satu gedung.

Jinyoung sama sekali tak membuatkannya bekal semenjak masuk kembali.

"Mina, panggil Jinyoung keruangan saya. Penting." Mark sedikit geram menutup telponnya, lalu melonggarnya kerah kemejanya yang mulai terasa tak nyaman.

Selang waktu 10 menit pintu ruangannya di ketuk.

"Masuk," ujarnya datar, matanya kembali fokus menatap layar komputer di mejanya.

"bapak manggil saya?" ujar Jinyoung ragu dan perlahan menghampiri meja kerja Mark. Namun tak ada jawaban hingga 15 menit berdiri di hadapan Mark. Wajahnya tampak datar namun masam, membuat Jinyoung tak berani mengutak atik wajah itu.

"Pak?" panggil Jinyoung kembali yang mulai gelisah berdiri selama 30 menit. Namun Mark masih tak memberi respon. Sepintas ia ingat percakapannya di telpon tempo hari.

"Hyung?" panggil Jinyoung ragu.

Mark pun akhirnya menoleh dan merapihkan mejanya. Ia sempat melirik kearah telapak tangan Jinyoung yang terdapat luka dengan perban baru dililit menutupi keseluruhan. Namun pandangannya dialihkan kembali olehnya.

"ikut saya." ujarnya yang langsung beranjak keluar ruangan. Jinyoung hanya tertunduk mengekori Mark yang tak memberikannya senyum sedikitpun. Lantas membawa Jinyoung keluar dengan mobilnya. Ia benar-benar tak berani bertanya atau berkomentar apapun saat Mark membawanya ke sebuah restoran mahal.

"Mau pesan apa?" tanya Mark, matanya fokus melihat kearah buku menu. Jinyoung yang sempat terdiam meraih buku menu yang lalu ditaruhnya kembali.

"apa aja deh pak eh maksud saya hyung, saya gak ada alergi makanan kok." ujar Jinyoung gugup, jujur ia tak mengerti dengan nama-nama menu di buka tersebut. Ia masih tak mengerti tujuan Mark mengajaknya makan diluar seperti ini. Bahkan bisa di bilang, ini masih jam kerja.

20 menit setelah Mark memesan makanan, pesanan itu pun diantar. "wah." Jinyoung sedikit berdecak kagum dengan hidangan mewah yang ada di hadapannya.

"Di makan." ujar Mark pelan, ia langsung mengambil peralatan makannya. Jinyoung pun mengangguk lalu ikut menyantap dengan tangan kirinya yang tak luka, Namun tak mengurangi lahap makannya menikmati hidangan lezat itu. Sejenak pandangan Jinyoung tersita oleh Mark yang duduk dihadapannya, wajahnya tertunduk malas meski tetap menyantap hidangan itu. Jinyoung terdiam, sikap Mark membuat hatinya tergurat cemas. Rahang tegasnya terlihat lebih kurus.

"Hyung, besok saya bawakan bekal lagi ya?"

"tangan kamu lagi luka." Jinyoung meringis melihat kearah lukanya, kembali teringat saat tak sengaja bahan kimia yang tersiram ketangannya usaha menghentikan sang ibu.

"luka kecil kok hyung," lirih Jinyoung.

"kena pisau lagi?"

"kesiram air panas," ujar Jinyoung menghindar, Mark menyeringitkan alis menatap luka ditangan Jinyoung. "coba liat," ujar Mark yang langsung meraih tangan Jinyoung. Mark baru menyadari kulit sekitar telapak tangan Jinyoung yang diperban memerah seperti lepuhan, bahkan hampir menghitam. "sudah di obati?" Jinyoung hanya mengangguk. "Nanti pulang kita rumah sakit dulu, di liat lagi lukanya."

"gak apa-apa hyung, nanti juga sembuh kok. Saya udah sering dapet luka begini."

Mark menyimpitkan pandangannya kearah Jinyoung, tatapan menelisiknya cukup mengimitidasi membuat Jinyoung tertunduk.

Desire [MarkJin]Where stories live. Discover now