22. Berpisah

888 96 13
                                    

Ngantuk.

Itu yang pertama kali aku pikirkan ketika alarm di hapeku berbunyi. Setelah mendapatkan hape, aku langsung menekan tombol snooze.

5 menit lagi, pikirku.

Aku menggeliat seperti ulat, merenggangkan badanku dan mengumpulkan kesadaran. Walau masih mengantuk dan ingin lanjut tidur, tapi aku tidak ingin keblablasan tidur di hari kelulusan Jerome.

Lima menit kemudian, alarmku kembali berbunyi. Aku mematikannya, lalu duduk. Tak lupa, aku berdoa dulu sebelum memulai hari ini.

"Selamat pagi, Nya," sapa Tante Chrissie setelah aku berkata 'Amin' dalam hati.

Aku sedikit kaget. Hampir lupa kalau aku tidur dengan 'calon mertua'.

Ada Amin? Hehe.

"Selamat pagi, Tante," balasku dengan tersenyum.

Aku membereskan futonku. Tante terlihat berdoa sejenak sebelum akhirnya juga membereskan tempat tidurnya.

"Masak, yuk!" ajak Tante.

Aku meng-iyakan dan langsung bergerak ke dapur. Aku sangat suka menghabiskan waktu di dapur dengan Tante, karena selain bisa mengenalnya lebih dekat, aku juga bisa mempelajari resep-resep masakan yang belum pernah kuketahui sebelumnya.

"Ini sisanya Tante aja yang beresin, kamu bangunin mereka gih," pinta Tante sambil memindahkan alat masak ke wastafel.

Aku mengangguk dan berjalan ke tempat Om, Bang Ian, Jerome, dan Jesse tidur.

Tawa lolos dari bibirku ketika melihat mereka tidur berdampingan bagai ikan sarden dengan ekspresi yang berbeda-beda. Lucu sekali.

Aku membuka tirai jendela agar cahaya matahari masuk. Mereka kompak menggeliat tak nyaman, aku kembali terkekeh.

"Ko, bangun!" teriakku pada Jerome.

Jerome langsung membuka mata dan menatapku. "Hm?"

Tampaknya ia masih setengah sadar. "Bangun!" seruku sambil menarik tangannya.

"Iya, iya," ujarnya lemas sambil duduk, dan langsung berdoa.

Tak lama, Om, Bang Ian, dan Jesse bangun sendiri. Mungkin karena aku terlalu berisik, hehe.

"Habis ini langsung ke ruang makan ya, Om, Bang Ian, Jesse," ujarku kepada mereka bertiga.

"Siap!"

"Loh, aku enggak?" protes Jerome.

"Gak."

"Dih!"

Aku terkekeh. "Iya, koko juga," balasku sambil mencubit pipi Jerome. "Gak usah cemberut!"

Jerome balas mencubit pipitku. "Iya, bawel."

Aku tertawa, lalu beranjak ke dapur untuk membantu Tante memindahkan makanan ke meja. Tak lama, mereka semua menyusul dan duduk rapi di kursi meja makan.

Kali ini, giliran Jesse yang memimpin doa makan. Kami pun makan sambil mengobrol.

Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk mandi. Karena kamar mandi cuman satu, kami memutuskan giliran mandi dengan hompimpa dan bermain suit.

Yang kalah duluan, harus cuci piring.

"Hompimpa alaium gambreng!"

Baru main pertama, aku sudah kalah karena mengeluarkan putih, sedangkan sisanya hitam.

Aku tidak sendiri, karena ada satu tangan lagi yang mengeluarkan putih, dan si pemilik tangan sudah menatapku dengan cengiran khasnya sekarang.

Ya, siapa lagi kalau bukan Jerome.

Akhirnya, aku pun mencuci piring dengan Jerome. Sesekali, ia mencipratkan air ke arahku, yang sudah pasti kubalas.

Sesekali, kami tertawa kecil.

"Ehem."

Deheman Om membuat kami malu, lalu fokus mengerjakan tugas kami yang mulai terlantar karena berakhir jadi main-main.

Setelah selesai, Jerome menarik tanganku sebelum aku pergi. "Kenapa?"

"Suit, tentuin siapa duluan mandi."

"Oh, oke."

Aku cukup yakin akan menang, karena aku lumayan jago bermain suit. "Satu, dua, ti... ga!"

Jerome mengeluarkan batu, sedangkan aku mengeluarkan kertas.

Tuh kan, aku menang.

"Oke, aku duluan," ucapku.

"Eits, gak bisa, tiga kali dong," bujuk Jerome.

"Ya udah."

Dan hasilnya, aku pun menang tiga kali dan Jerome tidak menang sekalipun.

"Happy graduation, Bro!"

Tomo merangkul Jerome. Saat ini, kami sedang berada di lapangan kampus untuk foto-foto setelah para mahasiswa Waseda University resmi dilantik menjadi wisudawan.

"Thanks bro, let's take a photo!" ajak Jerome.

Aku pun dengan senang hati mengambil foto mereka berdua. Jerome dan keluarganya sudah berfoto duluan sebelum Tomo datang.

Tak lama, Yusuke, Otsuka, Takuya, menyusul juga ke tempat kami. Mereka mengambil beberapa foto.

 Mereka mengambil beberapa foto

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

( Waseda Boys )

Aku sangat senang melihat mereka ngobrol, bercanda dan tertawa. Tak lama, raut wajah mereka tampak sedih karena sudah waktunya mereka harus berpisah.

Tidak bisa belajar bersama lagi. Tidak bisa bercanda tawa bersama lagi. Tidak bisa buat video bareng lagi.

Aku paham, pasti sangat sedih rasanya. Walaupun masih bisa bertemu, tapi pasti tidak se-intens saat mereka kuliah karena nantinya, semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.

Apa lagi dengan Jerome. Mereka bukan hanya terpisah karena kesibukan, tapi juga jarak.

"Nyanya, sini!" panggil Jerome.

Aku menghampiri mereka. Jerome memperkenalkanku ke teman-temannya dalam bahasa Jepang.

Kami sempat bertukar cerita dan mengobrol banyak dengan Jerome sebagai translator. Sebenarnya aku bisa bahasa Jepang, tapi belum begitu fasih, hehe.

"Let's take a photo together," ajak Tomo.

Aku menyetujuinya. Bang Ian membantu kami mengambil foto. Setelah selesai, teman-temannya tampak mengejek Jerome dan mendorongnya mendekat ke arahku.

"Mereka nyuruh kita foto berdua," jelas Jerome sambil nyegir.

"Yuk!" ajakku.

Kami berdiri bersebelahan. Otsuka membantu kami mengambil foto.

Pertama, kami membuat pose peace. Kedua, Jerome merangkul pundakku. Dan yang ketiga...

Cekrek!

Jerome menarikku menghadapnya dan ia mengecup keningku pelan.

Jantungku berdegup kencang sekarang. Mukaku memanas.

Di tengah keributan dan sorakan dari teman-teman Jerome, ia mendekatkan  wajahnya ke telingaku dan berbisik.

"I love you."

Polin in LoveWhere stories live. Discover now