23. The One

876 96 14
                                    

Aku memoleskan liptint berwarna coral sebagai sentuhan terakhir riasanku hari ini.

Senyumku mengembang sempurna ketika aku mematut diriku di cermin. Hari ini aku memakai dress putih selutut favoritku. Bando kain berwarna putih terpasang di kepalaku sebagai hiasan bagi rambut yang sudah kucatok wavy di bagian bawah.

Kalung salib yang selalu kupakai-pemberian dari Jerome, tak kulepas. Tak lupa, aku memakai anting dan gelang yang sesuai dengan penampilanku.

Perfect.

Aku menyampirkan sling bag chanel dibahuku dan berjalan kebawah.

Tin! Tin!

Jerome sudah datang menjemputku nampaknya. Aku buru-buru memakai wedges putihku dan keluar dari rumah.

"Loh, Bang Ian?" tanyaku begitu membuka pintu mobil. Alih-alih melihat Jerome, disana malah ada Bang Ian yang sudah tersenyum ke arahku.

"Gak salah jemput kan? Aku bukan Kak Lydia," ujarku.

Bang Ian tertawa. Aku mengernyit bingung. "Gak kok, emang mau jemput kamu, masuk sini."

Aku pun masuk ke mobil dan menutup pintu. "Jerome mana, Bang?"

"Dia lagi ada urusan bentar, terus minta tolong aku jemput kamu, biar gak telat katanya," jelas Bang Ian sambil melajukan mobil.

Aku hanya ber-oh ria dan duduk dalam diam. Pandanganku tertuju ke pemandangan di luar jendela. Jalanan malam ini masih ramai seperti biasa ternyata.

Lagu bervolume rendah terputar dimobil, menemani lamunanku.

Setelah kelulusan Jerome hari itu, dia memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Kami pun menjalani hubungan tanpa LDR lagi.

Hari ini anniversary kita yang ketiga. Iya, aku dan Jerome sudah pacaran tiga tahun sekarang.

Banyak yang sudah kita lalui. Kesuksesan, kegagalan, tawa dan air mata, kita lalui dan nikmati bersama. Kadang, kita juga adu bacot yang unfaedah maupun berfaedah. Tapi, selalu berakhir baik dan membangun.

Menurutku, hubungan yang sehat ya seperti ini. Harus saling membangun, bukannya menyakiti satu sama lain.

Dan..., yep! Hari ini seperti biasa kita akan dinner romantis untuk merayakan anniversary.

"Udah sampai," ujar Bang Ian yang menghentikan lamunanku.

"Loh, ini dimana?"

Rumah besar di hadapanku membuatku bingung. Bukannya kita mau makan di restoran ya?

"Rumah," jawab Bang Ian singkat.

"Rumah siapa?"

"Ada deh, gih masuk aja, ntar juga tau," ujar Bang Ian.

"Dih, takut Bang, aman gak ini?"

Bang Ian terkekeh. "Aman lah, tenang aja, masuk sana."

Aku turun dan melangkah pelan ke pintu rumah yang cukup besar ini. Aku mendorong pelan pintu yang ternyata tidak di kunci ini.

"Wow!"

Aku terkesima begitu melihat lilin ada di lantai, di sebelah kiri dan kananku, membentuk jalan setapak yang sudah bertaburan kelopak bunga mawar. Aku mengikuti jalan tersebut dan melihat isi rumah yang interiornya sungguh mengagumkan.

"Wah, ada kolam renangnya!" seruku begitu melihat dinding kaca di sebelah kanan dan ada kolam renang di luar sana.

Ini sih, rumah idaman banget.

Polin in LoveWhere stories live. Discover now