Not Fear 6

4.1K 560 123
                                    

Tatapan yang diberikan oleh Lan Xi seolah bertanya pada Zhang Junda mengapa masih menyimpan lukisan pria tersebut. Zhang Junda mengeluarkan suara ‘Huh’ mengejek. Entah maksudnya untuk siapa. Pada dirinya sendiri kah atau pada Ayahnya.

“Aku tak tahu mengapa aku masih menyimpan lukisan pria tua itu. Mungkin karena aku masih mengharapkan sesuatu yang tak akan dia berikan padaku.” Iblis tersebut menundukkan kepalanya.

“Aku sudah dicampakkan sejak aku lahir. Ayahku bahkan tak berbalik untuk melihatku, terlalu sibuk mengurus putri kesayangannya yang baru saja lahir dari manusia yang dicintainya. Ibuku membuangku begitu usiaku sebulan. Awal kehidupanku saja sudah begitu miris. Dan karena aku sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari kedua orang tuaku, saudara-saudaraku yang lebih tua berpikir jika mereka bisa menindasku. Aku membenci mereka semua dan bersumpah pada diriku sendiri, jika aku memiliki kesempatan melarikan diri dari penjara itu, aku akan menjadi lebih kuat dan datang membalaskan dendamku,” Pada titik ini, Zhang Junda tertawa dengan kencang. Dia melirik Lan Xi dan tersenyum bak maniak yang ingin pergi menyiksa seseorang.

Lan Xi tanpa sadar mengeser tubuhnya untuk sedikit lebih jauh dari Zhang Junda, iblis itu memperhatikan. Tetapi memilih untuk mengabaikannya. Dia kembali melanjutkan, “Walau terdengar klise, itu satu-satunya semangat yang aku punya untuk tetap bertahan hidup. Lalu Bai Hua tiba-tiba datang dan mengulurkan tangan padaku. Memberiku perhatian yang tak pernah aku dapatkan sebelum ini. Saat itu, aku sebagai anak yang naif dan masih muda berpikir, ‘Aku akan tumbuh besar bersama saudariku ini. Kami akan bersama selamanya’, tapi aku terus diingatkan perbedaan dalam status kami. Dia adalah seorang putri, sedangkan aku hanya seorang budak kotor yang mendapat belas kasihannya. Dia berpakaian dengan mewah, sedangkan diriku hanya memakai pakaian bekas yang tak layak. Dia makan makanan enak, sedangkan diriku harus mencari sisa makanan untuk mengisi perut. Dia bisa mempelajari apapun yang dia inginkan, tetapi aku bahkan tak bisa menyentuh buku. Kehidupan tak begitu mudah untukku di masa lalu.”

Lan Xi tetap diam mendengarkan. Dia tak berani untuk menyela. Sejujurnya dia cukup terkejut mendengar cerita Zhang Junda. Masa lalu iblis tersebut sangat menyedihkan. Walau sudah pernah diberitahu oleh JingYi, tetapi mendengarnya langsung dari yang bersangkutan, Lan Xi tak dapat membantu tetapi merasa hatinya ikut sakit.

Zhang Junda kembali berkata, “Semua itu karena ‘Ayahku yang terkasih’ hanya mempedulikan anak perempuannya tercinta. Dia memiliki banyak selir, banyak putra dan putri. Tetapi hanya satu yang dia puja dan hanya satu yang dia buang. Anak-anaknya yang lain memiliki kehidupan yang cukup baik. Tentu karena ibu mereka memperlakukan mereka dengan baik. Aku tak pernah cemburu dengan saudara-saudara tiriku. Lagi pula mereka tak akan bertahan lama. Dan aku benar, Ayahku menyuruh mereka semua keluar bersama para selirnya ketika Bai Hua beranjak dewasa. Dia tak bisa mengusir diriku, karena aku adalah putra dari istri pertamanya. Tentu dia lebih memilih untuk tidak memulai pertarungan dengan Ibuku. Walau demikian, aku tak tahu apakah aku beruntung atau sial karena itu. Masih ada sebelas saudaraku yang tinggal di istana, dan mereka semakin menjadi-jadi dalam menindasku. Terlebih saat perhatian Bai Hua teralih pada kultivator manusia itu. Karena itu, dari semua anggota keluargaku, yang paling kubenci adalah Ayahku. Tetapi aku juga membenci diriku sebanyak aku membencinya.”

Tangan Zhang Junda meremas botol arak di dalam genggamannya, sedikit lebih kuat lagi dan dia akan memecahkannya. Namun nampaknya sang Iblis tidak begitu peduli.

“Aku benci pada diriku sendiri yang tak bisa menarik perhatian Ayahku, tetapi aku benci pada Ayahku yang bahkan tak melirikku sama sekali. Ibuku.. walau dia wanita kejam tak berhati yang membuangku, dia masih memanggilku ‘anak’ meski dengan kata-kata yang menyakitkan. ‘Kau beruntung kau adalah anakku’ atau ‘Kau putraku yang paling tidak berguna’. Karena itu aku tak begitu membencinya. Tetapi Ayahku, bahkan menoleh padaku saja tidak pernah. Saat aku datang untuk membalaskan dendamku, dia memalingkan wajahnya dan melontarkan cibiran bahwa aku tak akan pernah bisa mengotori sepatunya yang mengkilap itu. Lalu ketika aku akan membunuhnya, aku meminta satu hal padanya. Aku ingin dia mengakuiku sebagai putranya walau dia harus menghinaku. Tak masalah kupikir jika yang ingin dikatakan olehnya, ‘Kau anak tak berguna’ seperti yang selalu dikatakan Ibuku. Tetapi dia tidak melakukannya. Dia mendengus menatap ke arahku seolah aku tak pernah ada. Kata-kata terakhir yang dia ucapkan adalah, ‘Putra ku hanya ada sebelas’. Aku menusuknya berkali-kali bahkan setelah dia mati. Aku masih ingat sensasi memuaskan dan perasaan kosong yang kualami saat aku menghancurkan tubuh pria itu.”

Not Fear (Tamat)Where stories live. Discover now