Episode 14 - Lullaby

216 61 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Lagu penghantar tidur yang membuatmu terlelap.'

.
.
.

Nyatanya Sejeong tidak bisa tidur setelah berguling-guling di kasur empuknya. Bagaimana kalau memang benar Sehun adalah seorang pelaku kriminal, pembunuh? Biasanya mereka terlihat baik dan polos namun sebenarnya dia adalah psyco. Sejeong tak tahan lagi, ia membuka selimut yang membalut seluruh tubuhnya hingga berkeringat. Jika dia terus seperti ini bisa-bisa ia masih terjaga sampai matahari terbit dan akan mendapatkan lingkar hitam di sekitar matanya.

"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, pasti bukan dia pelakunya," ucap Sejeong seraya memijat-mijat dahi, ia merasa butuh udara segar, beranjak menuju jendela lalu menyibakkan gorden dan membukanya lebar-lebar membiarkan angin malam masuk.

Di waktu yang sama namun berbeda tempat, Sehun baru saja terbangun dari tidurnya setelah kejadian ledakan di lumbung padi menghampirinya sebagai sebuah mimpi yang mengerikan. Dimana saat itu dia kehilangan rekan-rekan sesama humanoidnya. Masih teringat dengan jelas saat ia melihat percikan api yang keluar dari dalam tangan buatan HMD06, Byun Baekhyun.

Belum lagi kaki yang terputus dari tubuh HMD02, sungguh membuatnya tak tenang. Napasnya memburu dengan cepat, merasakan kegelisahan yang begitu teramat menyesakkan. Bukan hanya harus mencari tentangnya, tetapi ia juga harus mencari tahu apa yang terjadi di lumbung padi pada saat itu.

"Kenapa tiba-tiba lumbungnya meledak?"

Meski hidupnya sudah berubah. Sehun tetap saja tak bisa melupakan siapa dia sebenarnya. Ia turun dari ranjang, melangkah perlahan menuju jendela menarik gorden lalu mendorong jendela agar terbuka. Tepat di hadapannya sekitar lima meter, seorang gadis memakai baju tidur tengah berdiri mematung dengan mata bening tertuju padanya, untuk beberapa saat tak ada yang berbicara. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus mengatakan apa, tak terpikir oleh keduanya akan berhadapan di balkon kecil dekat kamar.

Dia bukan pembunuh, yakin Sejeong yang mulai mengatur ekspresinya kemudian membuka mulut. "Ini pertama kalinya seseorang muncul di depanku ketika aku sedang berdiri di balkon ini, menjengkelkan sekali."

"Apa kau tidak bisa tidur juga?" tanya Sehun melangkah keluar jendela. "Atau mungkin kau terbangun dari mimpi buruk?"

"Mungkin kau yang selalu bermimpi buruk!" celetuk Sejeong malas meladeni, niatnya untuk menyegarkan pikiran malah terganggu.

Kenapa wanita itu bisa mengetahuinya, Sehun memang baru bermimpi dan itu sangat buruk, terus terulang beberapa hari ini. "Mimpi yang sama dengan kemarin malam...," kata Sehun tanpa sadar telah merasa lebih tenang, mungkin karena angin lembut yang menerpa tubuhnya telah membawa sebagian rasa takut itu, atau mungkin karena ada seseorang yang bisa diajak bicara.

Sejeong menaruh kedua tangannya yang ditumpuk di atas pagar, ini kesempatan untuknya mengetahui apakah Sehun benar-benar saksi atau pelaku.

"Pasti kau dihantui rasa bersalah, karena telah membunuh,"

Sehun berjalan semakin dekat dengan pagar besi pembatas. Berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Sejeong, "Iya...."

Jadi benar dia pelakunya?! Sejeong mundur selangkah, perasaan takut mulai menyergap.

"Orang tuaku, aku tidak bisa menyelamatkan mereka." tambah Sehun, ia baru saja membuat kebohongan, tentu saja itu lebih baik dari pada memberitahu bahwa rekan-rekan sesama humanoidlah yang selalu mengusik tidurnya.

Sejeong memicingkan matanya, dalam seperkian detik saja rasa takut itu pergi entah kemana.

"Mereka terluka sangat parah dan aku tidak bisa membantunya, hanya dapat melihat rasa sakit yang mereka derita sebelum akhirnya sebuah ledakan merenggut nyawanya dan aku pergi meninggalkan mereka."

Itulah yang Sehun lakukan pada teman-temannya, dia tak sepenuhnya berbohong.

Sejeong teringat cerita kakek sebelum Sehun datang bergabung dengan mereka beberapa jam yang lalu, memberitahunya lebih jelas mengapa Sehun pindah dari Busan ke Seoul, karena kecelakaan yang dialami keluarganya namun ia menjadi satu-satunya yang selamat. Bahwa laki-laki itu sempat menyalahkan dirinya, tak adil jika hanya dia seorang diri yang tetap hidup. Tidak mungkinkah kalau kakek juga mengarang cerita...

"Tidak apa-apa, mereka akan senang jika kau selamat, jadi jangan merasa bersalah karena telah meninggalkan mereka untuk membuat mereka senang. Percayalah ... tak ada yang menyalahkanmu, kau harus tetap melanjutkan hidupmu." Panjang lebar Sejeong meyakinkan dengan suara ringannya, secara alami ia ingin menghibur Sehun.

Benar aku Oh Sehun, aku bukan lagi HMD07. Ia tak pernah merasa setenang ini setelah kematian ke enam robot humanoid lain, "Kenapa kau tidak bisa tidur?" Sehun bertanya lagi.

"Hanya memikirkan beberapa kemungkinan, aku rasa aku sudah bisa tidur sekarang," balas Sejeong lega, setelah ia merasa yakin bahwa Sehun bukanlah pelaku dari peledakan lumbung padi.

"Biasanya butuh waktu lama untukku kembali tidur, bagaimana jika mimpi itu muncul lagi, itulah yang aku takutkan jika akan tidur."

"Apa kau ingin aku menyanyikan lagu penghantar tidur untukmu?" Sontak Sejeong menautkan alisnya, merasa aneh dengan ucapannya sendiri. "Euh, kau tahukan aku seorang idol, jadi aku cukup pandai bernyanyi." lanjutnya kembali tidak mempercayai kalimat yang terlontar dari mulutnya.

Kenapa ia repot-repot menawarkan untuk membantu Sehun tidur? Sejeong mulai khawatir dengan jawaban laki-laki di seberang sana, dia pasti akan sangat malu bila tawarannya ditolak. Seperti tempo hari, Sehun menolak tanda tangan dan berfoto dengannya.

"Tentu saja, sebuah kehormatan bagiku dapat mendengar secara langsung seorang idol bernyanyi untukku, kau bisa mulai bernyanyi setelah aku berbaring." kata Sehun sumringah, ia bergegas menuju tempat tidur.

Sejeong dapat melihat pergerakkan Sehun. Sudah lama sekali sejak ia menyanyikan lagu penghantar tidur untuk seseorang.

"Ireun achim jageun saedeul noraessori deullyeoomyeon. Eonjena geuraseedeut aswipge jameul kkaenda (Pagi-pagi sekali, saat kudengar suara burung berkicau. Seperti biasa aku dengan enggan terbangun..." Sejeong bernyanyi sambil mengingat masa-masa di mana keluarganya masih utuh. "Ttalgakttalgak achim jisneun eomeoniui bunjuhamgwa (Kudengar gerakan ibu sibuk di dapur membuat sarapan)," ᅳ Autumn Morning, IU

Setetes air bening bergulir dari sudut mata Sejeong, tetapi ia terus melanjutkan nyanyiannya dengan pandangan lurus ke ranjang di mana Sehun tengah memejamkan mata. Laki-laki itu tertidur, mengubah posisi telentangnya menjadi miring menghadap balkon. Sejeong tersenyum, tak habis pikir mengapa bisa ia menyanyikan lagu penghantar tidur untuk seseorang yang baru dikenalnya.

Appa (Ayah), lihatlah putrimu ini masih berguna. Kau harusnya mengenaliku dan menemuiku setelah aku berhasil mendapatkan penghargaan atas kerja kerasku. Sejeong membatin selagi mengingat kepergian sang ayah di hari diterimanya ia sebagai trainee.

Permohonan dalam hatinya terucap lagi. Benar, sudah lama sekali Sejeong merindukan sosok ayahnya, yang dulu sekali telah meninggalkannya, dua hari setelah sang ibu meninggal. Menyisakan luka dalam hati hingga sekarang.

"Appa, Sebenarnya kau pergi ke mana?" ujar Sejeong dengan wajah mendongak ke atas, melihat hamparan langit hitam yang hanya dihiasi beberapa bintang.

Detik selanjutnya, Sejeong bersikap waspada. Mengedarkan pandangan ke sekitarnya, ia merasa ada yang sedang mengawasinya, dan terakhir memastikan bahwa laki-laki di seberang sana telah terlelap.

"Oh Sehun, sebenarnya siapa dia? Apa dia benar-benar cucunya Harabeoji?"

ΘΘΘ

THANKS FOR READING

Dont forget for vote and comment

Like A Mirror WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang