Episode 18 - Terima kasih

207 59 20
                                    


.
.
.
Tonton trailer oleh Querencia_ink
Ceritanya udah ongoing dari akhir bulan agustus, tapi kebita aja buat videonya 😆

.
.
.

'Seberapa pantas kita hidup di dunia?'

Rasanya aneh sekali, sekarang Sehun sering menaiki kendaraan umum. Dia berada di dalam bus, tak henti-hentinya mengulum senyum sambil memperhatikan penumpang lain. Sehun menggumamkan tentang ia juga sudah menjadi bagian dari mereka. Setelah turun dari bus ia memasuki perumahan, berjalan sembari mengingat apa saja yang dilaluinya.

Sekitar sepuluh meter di persimpangan jalan, Chanyeol tengah berlari mengikuti petunjuk dari alat pendeteksinya yang berkedip memperlihatkan posisi HMD07, tepat sepuluh meter di depannya. Dalam waktu beberapa menit saja mereka sudah berhadapan, seperti inikah rupa robot yang dicarinya.

Sehun menajamkan penglihatannya, menebak apa yang membuat laki-laki berpakaian serba hitam itu terburu-buru dan menghentikan langkah kaki di hadapan. Tanpa mengatakan apa pun Chanyeol mendekati Sehun, langkahnya terkesan mantap. Begitu meyakinkan diri, ia melangkah lebih cepat dan menghantam Sehun hingga terjatuh.

Apa dia mengenalku? Sehun berucap dalam hati sambil mengingat perkataan Siwon agar tidak menggunakan kekuatannya bila tak begitu mendesak.

"Kenapa kau memukulku? Apa kita saling kenal, aku rasa tidak," kata Sehun seraya mengusap sudut bibirnya dan mendapati sedikit cairan merah berada di sana. "Apa ini?" tanyanya mengeryit.

Robot humanoid yang ditemui Chanyeol kali ini juga memiliki darah, ia memastikan alat pendeteksinya lagi, posisinya dengan HMD07 sama dengan yang terlihat di layar. Dia menjadi kalut dan memukuli Sehun, tak ingin mempercayai, meski benar yang dilihatnya itu adalah darah. Pasti ini bukan seperti yang dilihatnya, dia butuh sesuatu untuk meyakinkan kecurigaannya.

Sementara itu Sehun hanya menangkis, berkelit mencoba menghindari setiap pukulan dari Chanyeol. Dia sudah babak belur ketika Chanyeol kembali melayangkan tinju, mengenai rahangnya. Pemburu humanoid ini mengabaikan suntikan, mengambil pisau lipat di balik jaket hitamnya.

Hyung apa ini situasi yang mendesak? Sehun membatin beringsut mundur, menghindari ujung tajam pisau yang bisa melukainya.

Saat itu Sejeong sedang berolah raga, ia bisa lari dengan leluasa di malam hari tentunya masih dengan mengenakan penyamaran. Mengenakan hoodie bertudung, seperti usulan Sehun beberapa hari lalu. Tak lama ia mendapati sosok laki-laki mengangkat tangan, seakan menyuruhnya untuk mendekat.

"Oh Sehun? Ayolah, apa dia benar-benar mengenaliku dengan penampilan seperti ini!" Sejeong bahkan mengenakan masker, tetapi laki-laki di bawah lampu jalan yang berkelip itu terus melambaikan tangan padanya.

Sejeong menurunkan masker dengan kasar. "YA! OH SEHUN! BERHENTI SOK AKRAB DENGANKU?!" teriak Sejeong berlari secepat mungkin menghampiri Sehun, bagaimana kalau yang lain mengenalinya juga.

Mengetahui ada seseorang yang datang, Chanyeol memasukkan kembali pisau lipatnya. "HMD07 bersikap baiklah sebelum aku menghabisimu." kata Chanyeol dengan suara pelan, ia lalu bergegas pergi.

Sehun tertohok, menatap lekat punggung yang menjauh. "Bagaimana dia tahu nomor seriku?"

"Siapa dia?!" Tiba-tiba pertanyaan yang ingin Sehun ketahui juga jawabannya terlontar dari mulut Sejeong. "Ohh, jadi kau memanggilku hanya untuk pamer pada temanmu itu, kalau tetanggamu adalah seorang selebriti!"

"Kim Sejeong, ternyata kau ... terima kasih!" kata Sehun mengucapkan syukur karena kedatangan Sejeong telah menyelamatkannya dari bahaya. Saking leganya Sehun sampai memeluk Sejeong.

"Apa yang kau lakukan, lepaskan aku!" Sejeong mencoba melepaskan pelukan Sehun, tidak sampai lima detik, ia sudah menyerah. "Aku lelah, dia kuat sekali, menyebalkan."

"Terima kasih kau telah menyelamatkanku."

"Lepas atau aku akan berteriak?!" ancam Sejeong tidak mengerti kenapa ia diberi ucapan terima kasih.

Sejeong hendak berteriak, kalau saja Sehun tidak melepaskan pelukannya dan berkata terima kasih sekali lagi dengan suara ringan, terdengar sangat tulus seraya menarik kedua sudut bibir ke atas. Untuk pertama kali, Sejeong menyadari belum pernah ada yang mengucapkan terima kasih setulus itu padanya. Tiba-tiba saja ia merasa tersentuh.

Lampu jalan berhenti berkedip, mempertahankan sinar yang memperjelas raut penuh syukur laki-laki di depannya. Seperti tersihir, Sejeong pun balas tersenyum tipis sebelum penglihatannya dikejutkan dengan beberapa luka di wajah Sehun.

"Siapa yang memukulimu? Jangan-jangan tadi itu temanmu ... woah, dia pasti sangat marah padamu, lihatlah kau babak belur!" Sejeong berspekulasi sembari memegangi dagu Sehun yang digerakan ke kiri lalu ke kanan, memeriksa seberapa parah luka di wajah Sehun.

"Dia bukan temanku," tukas Sehun.

"Lalu dia pencopet, dan dompetmu telah diambil! Kalau begitu kita harus menelepon polisi!"

"Dia tidak mengambil dompetku," balas Sehun sambil memperhatikan setiap ekspresi Sejeong.

"Lalu kenapa dia memukulimu?" Sehun menggeleng, dan dengan kesal Sejeong meneruskan, "Sepertinya lingkungan ini sudah tidak aman, satu minggu terakhir, aku juga merasa ada yang mengikutiku."

"Kalau begitu biar aku mengawalmu, sebagai balas budi karena kau telah menyelamatkanku dua kali," kata Sehun manggut-manggut, berharap usulannya diterima.

Sejeong tertawa, lalu menunjuk asal wajah Sehun. "Coba lihat dirimu sekarang, kau bahkan tidak bisa berkelahi, masih berani menawarkan bantuan untuk melindungiku."

Saat itu juga Sehun merasa terhina. Kalau saja ia tidak ingat perkataan Siwon, maka sudah dapat dipastikan laki-laki yang menghajarnya akan dilarikan ke rumah sakit.

"Lebih baik kita obati dulu lukamu," kata Sejeong memimpin jalan sambil berdecak mengatai Sehun 'payah'.

ΘΘΘ

Kantor kepolisian di Busan sedang disibukkan dengan kasus baru, namun Detektif Seo belum menyerah menyelidiki ledakan lumbung padi yang diyakini telah memakan lima korban. Penampilannya acak-acakkan, wajahnya seperti sudah tidak tidur selama beberapa hari. Detektif lain menyuruhnya untuk memeriksakan dokumen dari kasus pencurian yang terjadi di rumah anggota parlemen.

"Itu tidak lebih penting dari meninggalnya lima nyawa...," tolak Detektif Seo.

"Yang tidak diketahui identitasnya, ayolah, Seo Youngho tidak ada kasus yang tidak penting. Semuanya harus kita kerjakan."

Detektif Seo tidak mengerti kenapa semua orang seperti sengaja melupakan kasus yang belum terselesaikan. Dering telepon di mejanya memecah keheningan dari suasana canggung, semuanya menatap ke arah Youngho yang segera mengangkat gagang telepon.

"Di sini Kantor Polisi Busan, ada yang bisa saya bantu?" tanya Youngho berharap ia yang dapat lebih terbantu akan kasus lumbung padi. "APA?!" pekiknya sampai berdiri dari tempat duduk, membuat yang lain ingin tahu siapa yang menelepon.

Tak ada yang bersuara selain Youngho, ia menarik buku catatannya dan meminta rekannya meminjamkan pulpen. Setelah itu dia mencatat dengan cepat sembari bertanya, "Kau yakin? Ya baiklah ... terima kasih atas kerja samamu,"

Panggilan terputus. Youngho menaruh kembali gagang telepon lalu mengedarkan penglihatannya ke sekeliling, rekan satu timnya menunjukan minat. Saat Youngho membuka mulut semua mata melebar, dan bersorak mendengar bahwa seorang saksi akan memberitahu identitas ke lima korban dalam ledakan yang terjadi di lumbung padi.

"Di mana saksi itu? Kita harus segera menginterogasinya, agar kasus ini dapat diajukan ke kejaksaan!"

"Dia berada di Seoul," kata Youngho menghela sebelum melanjutkan perkataannya, "Masalahnya dia menolak untuk hadir sebagai saksi." Seketika semua raut wajah berubah kecewa.

ΘΘΘ

Siapakah saksi yang menelepon Detektif Seo?

Ikuti terus ceritanya hanya di Like A Mirror Wall,

Alesta Cho.

Like A Mirror WallNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ