Episode 20 - Terhubung

229 57 34
                                    

'Hidup terpisah, namun saling mengandalkan.'
.
.
.


Matahari sudah cukup tinggi ketika Sejeong berada di atap gedung Super Entertainment, tengah duduk di salah satu kursi di bawah payung besar sambil menikmati sekaleng minuman bersoda. Sesekali tersenyum kecil mengingat obrolan singkatnya dengan Sehun semalam. Ketika perasaan takut itu menyerangnya, Sehun datang dan memberi penghiburan yang menurutnya sangat berarti.

"Melindungiku? Apa dia selalu sepolos itu," kata Sejeong selagi dari arah pintu Seola terburu menghampirinya.

"Kenapa kau tidak menjawab teleponmu, sejak kemarin aku tidak bisa berhenti mencemaskanmu!" gerutu Seola duduk berhadapan dengan Sejeong yang sudah mengira akan mendengar omelan Seola, seperti seorang ibu.

"Kecilkan suaramu, orang-orang akan berpikir kita berpacaran atau semacamnya." Sejeong mengeluarkan erangan sekaligus mendesah setelah menegak minumannya, mungkin karena soda terasa mengigit lidah.

"Apa yang membuatmu menampar Rowoon, aku tahu kau memiliki alasan tapi ... kenapa kau tidak ingin mengatakannya?" tanya Seola menyambar kaleng minuman milik Sejeong, meminumnya dengan semangat namun terkesan anggun.

Selintas Sejeong mengira sahabatnya ini sedang melakukan akting sebuah CF (Comercial Film). "Dia mengatakan bahwa aku wanita murahan," jawab Sejeong asal.

"Tidak mungkin, kau tidak seperti itu yang ada dialah yang terlihat murahan menolak lamaranmu dan mengatakan ingin berpacaran saja," sanggah Seola mengayun-ayunkan kaleng minuman sampai isinya terciprat.

Pihak agensi juga sudah mengetahui tentang teror yang dilakukan oleh fans Rowoon, mereka telah menemukan wanita yang melakukan itu. Ternyata wanita itu berkomplotan dengan seorang laki-laki yang mengaku menjadi anti fans Kim Sejeong, setelah konfirmasi putusnya hubungan kedua selebriti itu. Bisa dibilang laki-laki penyuka shipper Rowoon-Sejeong marah karena merasa dipermainkan.

"Aku tegaskan sekali lagi bahwa aku tidak pernah melamarnya!" sungut Sejeong tak terima, Seola buru-buru mengangguk sebelum disembur dengan perkataan sebal lainnya dari mulut Sejeong. "Dengarkan baik-baik, aku cukup malu untuk mengatakan ini jadi kau tidak harus menanyakannya lagi, OK?"

"OK," singkat Seola sambil manggut-manggut.

Ketika itu juga Sejeong menyuruh Seola mendekat, dan dia mulai membisikkan sesuatu. Selanjutnya dengan posisi tubuh yang masih condong ke depan Seola berseru kesal, "APA!" Kontan Sejeong menarik tubuhnya ke belakang sambil memegangi telinga.

"Dia apa ... memegang apa, bokong! Ukh, yang benar saja!"

"Aku mohon kecilkan suaramu." Walau tak ada orang selain mereka, Sejeong tetap saja tak merasa aman, bagaimana kalau ada yang menguping.

"Dasar brengsek, lelaki kurang ajar! Tak tahu malu beraninya dia melakukan itu pada sahabatku!" umpat Seola marah-marah seraya menginjak-injak lantai.

Di sisi lain Sejeong tertegun melihat tingkahnya, "Kau baru saja mengumpat?" ucapnya tak percaya sekaligus takjub, setahunya Seola selalu terlihat anggun di mana pun ia berada, bahkan di hadapannya sekali pun tapi sekarang sifat yang lainnya keluar.

"Pertama aku mengumpat, shhh ini semua karena lelaki brengs,-" kata Seola mencoba sekuat mungkin untuk tidak mengumpat lagi, karena menurutnya itu adalah hal buruk yang tak pantas dikatakan.

Selanjutnya mereka membicarakan tentang teror yang ditujukan pada Sejeong dengan membobol masuk ke dalam kamarnya. Jadi Seola menawarkan Sejeong untuk tinggal di rumahnya tetapi ditolak karena ia berniat untuk tinggal sementara di rumah sebelah, bersama Kakek Choi dan Sehun.

Like A Mirror WallWhere stories live. Discover now