Bukan Salah Dery

116 38 2
                                    

Bukan salah Dery memang kalau dia ngomong kayak gitu.

Tapi efek yang ditimbulkan setelah Dery ngomong kayak gitu terhadapku yang membuatku rasanya pengen kayang. Bagaimana bisa aku tidak melihatnya seperti Dery kemaren-kemaren yang liar luar biasa, bobrok, dan gak tahu malu itu dan menggantinya dengan Dery cowok manis, ramah senyum, dan baik hati. How can?

Sekelebat bayangan Dery tampil dengan sangat luar biasa ganteng menggunakan baju kerja BEM, memenuhi pandanganku sekarang.

Orang yang akhir-akhir ini mengusik pikiranku sedang berjalan mendekat ke arah meja kantin yang saat ini aku dan Juan tempati untuk makan siang. Sesekali dia menyapa orang-orang yang dia kenali saat berjalan di tengah ramainya kantin FMIPA.

"Haah, capeeek." Keluhnya saat sudah duduk di kursi hadapanku.

Es tehku yang sisa setengah bahkan sudah dia habiskan dalam sekali sedot.

"Ngapain lagi BEM? Enak ya lo kagak kuliah." Juan yang duduk di sampingku membuka suaranya setelah melihat ke arah Dery. Tangannya terlipat di depan dada, kakinya di naikan satu ke kaki lainnya.

Dery nyengir. "Biasalah, pelatihan PKM."

"Sejak kapan lo mau-maunya ikut acara begituan, sih?" Tanya Juan lagi. Kayaknya dia memulai sesi introgasinya.

Juan ini selain cakep, pinter, baik, dia juga di berkati oleh Tuhan dengan kemampuan peka terhadap lingkungan di sekitarnya. Kayak hari ini misalnya, mungkin dia mendapatkan firasat-firasat yang menyebabkan Dery bertingkah di luar kebiasaannya. Maka dari itu, Juan memulai sesinya.

"Diiih kan... mulai deh lo mode emak-emak keponya." Dery menggeleng-gelengkan kepalanya, seperti udah paham dengan kelakuan Juan.

7 tahun lebih kami temenan kayaknya membuat kami mengerti satu sama lain. Mulai dari tingkah laku dan kebiasaan kami satu sama lain, makanan favorite, hal yang tidak di sukai, bahkan yang membuatku sedikit terharu adalah mereka hapal jadwal bulananku. Ketika jadwal bulananku datang, mereka akan berubah mode menjadi teman cowok yang pengertian dengan cara menawariku pulang bareng, membelikan makanan, dan membiarkan aku hidup dengan tenang tanpa gangguan dari mereka. Layaknya putri sehari.

Jadi, hal-hal seperti ini sudah biasa terjadi di antara kami bertiga.

"Lagi liatin siapa lo?" Tembak Juan langsung ketika melihat adanya pengalihan dari jawaban Dery.

Setelah itu, tawa Dery terdengar bahkan sampai memukul-mukul meja kantin.

"Ngeri banget sih lo, Ju."

Juan mengangkat satu alisnya tanda menunggu jawaban yang sesungguhnya.

"Ada lah, anak Fisika," jawab Dery santai.

See? Dery adalah Dery.

Dan bodohnya diriku ini adalah memikirkan perkataanya hingga hampir stres padahal seharusnya aku lupakan begitu saja karena Dery ngomongnya sambil mabok. Lagi-lagi, ini bukan salah Dery, ini salahku yang bodoh. Udah tau kelakuannya itu minus semua.

Yaah tapi siapa yang gak baper sih, Ki.

Salahkan aku yang hanya cewek normal biasa ketika melihat perlakuan Dery waktu itu yang tiba-tiba. Geez, berapa banyak cewek yang sudah Dery berikan perlakuan seperti itu atau bahkan lebih dari itu?

"Tuh kan! Ngelamun lagi!"

Dery menendang kakiku di bawah meja dan membuatku kembali sadar.

"Siapa juga yang ngelamun."

"Liat, Ju..., temen lo nih, main rahasia-rahasiaan sama kita. Harunya lo interogasi dia dong bukan gue!" Dery ngomong kayak gitu sambil nunjuk-nunjuk ke depan wajahku.

Juan menatapku kali ini yang kubalas dengan tatapan malas.

"Enggak kok, gak ada yang aneh sama Kinara," kata Juan setelah memperhatikanku sesaat.

"Pilih kasih ah!"

"Duh, alay. Diem deh." Aku memutar mata.

"Wah, ngajak gelud lo, Ki?!"

Aku menatap Dery malas. Bener-bener deh kelakuan gak tahu malunya kumat. Gak sadar apa dia lagi jadi pusat perhatian orang-orang yang berada di dekat meja kami karena suaranya yang keras itu.

"Ju, cabut deh yuk. Capek ngomong sama orang gila," ajakku pada Juan dengan menarik lengannya untuk berdiri.

Akhirnya aku berjalan dengan Juan yang untungnya nurut-nurut aja aku tarik keluar dari kantin, menjauhi meja yang tadi kami tempati.

"Heh! Mau kemana lo berdua?" Tanya Dery masih dengan suara toa-nya.

"Ngamar!" Jawabku tak kalah keras. Bodo amat dilihat oleh orang-orang, udah kepalang malu karena Dery gak berhenti ngomong dengan cara berteriak.

"Mana boleh!!!"

Sumpah ya, Dery itu bener-bener gak paham situasi, bahkan beberapa anak sudah menatap kami bertiga secara terang-terangan seperti sedang menunggu adegan drama yang akan terjadi. Kali ini bahkan Dery sudah menyusulku dan Juan yang berada di ambang pintu masuk kantin.

"Gak, gak boleh lo berdua ngamar!"

Dery melepaskan tanganku dari lengan Juan yang aku pegang. Lalu, menarikku mendekat padanya.

Aku mendengus melihat tingkahnya. "Der, sumpah deh jangan mulai drama," ucapku frustasi.

"Ya, lo bilang tadi mau ngamar, mana bolehhhh! Yang waras dong lo, kalo ngomong itu dipikirin dulu!"

"Suka-suka gue lah! Juannya aja gak keberatan, lo kok jadi sewot sih?!"

"Gak! Ju, lo ngomong dong, jangan diem mulu!"

Setelah itu, Juan menarik ku ke sebelahnya. Tangannya merangkul bahuku santai. Matanya menatap Dery dengan tatapan datarnya tapi terkesan menusuk. Lalu, kalimat selanjutnya yang keluar dari mulutnya, sukses membuatku meirinding.

"Lo aja bisa, kenapa gue gak? Ayok, Ki."

Udah sinting.

---

Gara-Gara DeryWhere stories live. Discover now