Sebelum Akhir

92 34 4
                                    

Diliat-liat banyak yang baca tapi yang vote sedikit:(
Vote dan komen dulu deh sebelum bener bener final chapter, karna bakal aku bagi 2 buat endingnya (kepanjangan soalnya). Targetnya sesuka aku hehe, kalo udah mencapai target langsung aku upload part 2 nya deh. Thank you xoxo>.<

---

Bukan akhir yang seperti ini yang aku inginkan.

Bukan dengan cara mereka bertengkar, saling mengumpat satu sama lain, bahkan adu tonjok hingga membuat wajah ganteng mereka tertutupi memar-memar biru dan darah segar disudut bibir masing-masing.

Bukan seperti ini.

Hari ini di pojokan kantin, aku dan Eca sedang makan siang bersama di kantin fakultas MIPA. Dengan sedikit paksaan aku menyeret Eca untuk makan di fakultas ku, karena you know lah... aku sedang tidak ingin sendirian. Belum lagi tatapan orang-orang yang seakan sedang menebak-nebak apa yang sedang terjadi diantara aku dan Raras. Bukan sok populer, hanya saja kami sering terlihat bersama apalagi jika Juan dan Dery, orang yang cukup terkenal seantero fakultas, ikut bergabung bersama kami.

Dan sekarang posisinya Raras dan Juan sedang makan siang bersama di meja kantin yang sangat strategis untuk dilihat dari sudut pandang manapun. Lalu, orang-orang mulai membuat persepsi yang tidak-tidak mengenai mengapa aku tidak bergabung bersama mereka. Ok, itu sedikit menyebalkan.

Tapi, persetan dengan omongan orang-orang, jujur aku sangat tidak peduli dengan itu semua. Tapi, lama kelamaan cara pandangan mereka menatapku seakan-akan aku yang berbuat salah disini. Belum lagi omongan-omongan mereka yang terlihat berbisik namun dengan volume yang masih bisa ku dengar. So annoying.

"Udah, gausah di dengerin," ucap Eca sambil menyuapkan soto ayamnya ke dalam mulut. 

"Lo tau gue orangnya gak takut apapun, kan? Apa perlu gue teriakin pake toa yang salah disini siapa?" Ucapku dengan emosi yang meluap-luap.

"Lo takut film horor, btw." Ingat Eca dengan menodongkan sendok ke arahku. "Tapi, no need lah. Main cantik aja, lo gak perlu speak up gitu, nanti juga ketauan siapa biang keroknya."

"Ca..." panggilku terharu.

Eca best girl.

"Iya, gue emang terbaik, mending lo makan sekarang, atau buat gue juga boleh."

"Buat lo aja, dah gak napsu gue." Aku mendorong mangkuk berisikan bakso yang masih penuh.

Setelah itu, Eca kembali fokus dengan makanannya. Sedangkan aku hanya melihat sekitaran lalu berhenti tepat di meja Raras dan Juan.

"Menurut lo, Dery tau gak ya soal ini?" Tanyaku masih tetap memandangi meja Raras dan Juan.

"Soal lo di jadiin bahan balas dendamnya Juan?" Eca menjeda aktivitas makannya. "Mungkin tau mungkin juga enggak, atau dia lagi nunggu momen yang pas buat nonjok wajah cakepnya Juan." Eca mengangkat bahunya sekilas lalu kembali memakan bakso milikku.

Aku menopang daguku diatas meja lalu menghela napas. Mendengus lebih tepatnya. Memperhatikan gerak-gerik Eca yang masih dengan lahapnya makan bakso. Heran juga kenapa dia masih punya badan yang kurus ramping seperti ini, kalau porsi makannya kayak orang gak makan tiga hari.

"Kenapa gue mesti jadi orang baik ya? Padahal bisa aja sekarang gue datengin Raras, trus gue siram pake air minum didepannya, trus gue jambak rambutnya, trus gue tampar, trus---"

"Trus lo viral di tiktok, iya? Mau lo jadi viral?" Sambung Eca sambil menatapku sinis. "Chill babe. Tenang. Jangan kotorin tangan cantik lo itu buat gamparin tu anak dakjal. Lagian ya, gue bingung kenapa Juan bisa suka sama tu nenek lampir, dipelet gak sih?"

"Hush, lo kalo ngomong yang bener dikit dong."

"Yeee, gue kan cuma ngomong kemungkinan yang ada."

"Bodo ah. Udah lo buruan makannya, sebelum gue datengin tu orang trus gue balikin mejanya."

"Kayak kuat aja.."

Aku melayangkan pelototan pada Eca.

Gak lama setelah itu, suara ricuh orang-orang terdengar memenuhi kantin. Karena letak mejaku dan Eca berada di pojok, jadi tak terlihat apa yang terjadi di sekitaran tengah kantin karena orang-orang sudah berkumpul mengelilingi.

"Dery, Ki, Dery itu!" Teriak Eca heboh duluan sambil menepuk-nepuk lenganku.

Dan terjadilah acara pukul-pukulan sesuai dengan apa yang dibilang Eca barusan.

Aku mendekati lingkaran orang-orang yang  berkumpul untuk menonton terjadinya ajang pukul-pukulan itu. Tanpa ada niat untuk melerai keduanya, aku hanya diam berdiri tidak jauh dari mereka yang masih bermain memukul wajah satu sama lain.

"Lo kan deket sama mereka, berhentiin dong."

Liat siapa yang ngomong?

Raras.

Cuih.

"Bukan urusan gue, lo aja sana."

"Tapi mereka bertengkar juga gara-gara lo!"

Aku menolehkan wajahku cepat ke samping. "Gara-gara gue? Gak salah ngomong lo?!" Tanyaku gak kalah sewot.

Eca disebelahku sudah memegang tanganku erat-erat, agar aku tidak kelewat batas untuk menampar cewek sarap gak tau diri itu di depan banyak orang.

Dan tiba-tiba pertengakan selesai. Keduanya sudah terkapar di lantai kantin. Beberapa mahasiswa yang sepertinya baru sadar dengan situasi, langsung membantu Dery dan Juan untuk berdiri.

Dery yang pertama menyadari kehadiranku yang tak jauh dari mereka langsung mendekat dengan cara jalannya yang pincang. Entahlah, mungkin Juan menendang kakinya.

"Ki...? Are you okay?" Tanyanya dengan suara lirih. Dery menatapku langsung. Sedangkan aku hanya bisa meringis begitu melihat wajahnya yang sudah penuh dengan lebam dan ada luka sobek di sudut bibirnya.

Apa dia bodoh? Harusnya aku yang nanya apa dia baik-baik aja dengan kondisinya seperti itu. Belum lagi, sesekali ia meringis untuk menahan rasa sakit di wajahnya.

Aku berdecak. "Harusnya gue yang nanya gitu."

"Gue minta maaf...." Menghiraukam ucapanku, Dery malah mengucapkan kalimat itu dengan sangat pelan. Mungkin hanya aku yang dapat mendengarnya.

Aku menghela napas. Terdengar seperti orang yang sangat sangat capek padahal aku gak ngapa-ngapain.

"Gue obatin luka lo dulu." Aku langsung membantu Dery berjalan dengan mengalungkan lenganya di leherku.

"Dan lo," tunjukku pada Raras. "Jangan cuma diem macem batu, obatin Juan sana." Perintahku padanya. Bodo amat aku terlihat sangat bossy, karna Juan juga butuh pertolongan.

Aku meminta tolong pada Eca untuk membelikan obat-obatan setelah keluar dari area kantin. Aku membawa Dery ke taman belakang fakultas yang lumayan sepi dari mahasiswa, lalu mendudukannya di bangku taman. Kemudian, terjadi keheningan beberapa saat.

"Maaf..."

"Maaf mulu dari tadi."

"Ya, karna salah gue."

"Apa salah lo?" Tanyaku menantang.

"Salah gue...buat lo sakit hati."

Ya, ini semua memang gara-gara Dery.

---

See you on part 2!

Gara-Gara DeryWhere stories live. Discover now