Bagian Tiga Puluh | Titik Terendah

26.5K 1.9K 61
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Updated on: Rabu, 23 September 2020.
Republish: Selasa, 17 Mei 2022

***

Selamat membaca cerita Keisya dan Zaid.

Vote sebelum membaca dan tinggalkan komentar.

Bagian 30 | Titik Terendah

()()()

Wanita cantik dengan wajah sembab itu termenung menatap pemandangan kota yang ada di depannya. Pandangannya kosong tidak lagi bewarna seperti dulu, setiap detiknya terasa hambar tanpa rasa. Sesak di dadanya masih setia melingkupi, mengikat dirinya sehingga susah lepas dan tenggelam dalam luka. Bukan hanya hatinya yang patah, tapi jiwanya yang sudah menghilang. Dia yang dulu menebar kebahagiaan, kini hanya bisa terdiam menikmati setiap rasa sakit yang menghancurkan. Dia yang dulu mampu memberi senyuman indah, kini terjebak dalam kegelapan.

Axero yang baru datang membawa makanan untuk sang adik berdiri kaku di belakang Keisya. Seharusnya kemarin Keisya menjalani operasi untuk menyembuhkan leukimia yang dideritanya, namun Keisya tentu saja menolak. Dia belum ingin bertemu dengan siapa pun. Axero berusaha menahan air mata, dia berjalan mendekati sang adik dan duduk di sampingnya. Keisya menoleh dengan mata memerah, wajahnya tidak lagi menunjukkan ekspresi.

"Zahra udah selesai salatnya?" tanya Axero setelah meletakkan makanan yang dia bawa di depan Keisya.

Keisya mengangguk. Yang Axero kagumi dari Keisya adalah dia tidak pernah lupa salat wajib, salat sunnah, dan juga bertilawah. Dia sama sekali tidak melupakan Allah walaupun dalam keadaan tidak sadar sekali pun. Diamnya selalu zikir dan ucapannya juga zikir. Keisya selalu menangis dalam salatnya, merasa bersalah dan beranggapan jika Allah membenci dirinya.

"Zahra mau makan?"

Keisya menatap makanan yang Axero bawakan. Makanan kesukaannya, tapi dia tidak ingin memakannya. Keisya menggeleng, lalu kembali menatap jalanan. Air matanya kembali luruh pertanda hatinya masih belum sembuh. Axero tidak bisa menduga berapa lama waktu yang Keisya butuhkan untuk memperbaiki hati dan menata hidupnya lagi. Keisya sudah jatuh begitu dalam, dia juga menolak setiap orang yang membantunya. Dia yang dulu selalu meminta dicintai, kini berharap dibenci. Dia yang dulu selalu minta dihargai, kini berharap diusir pergi.

"Zahra harus makan." Axero kembali berucap, dia mengelus kepala Keisya yang tertutup hijab.

"Untuk apa, Abi? Zahra nggak pantas mendapatkan rezeki apa pun, Zahra seharusnya dihukum karena apa yang udah Zahra lakuin."

Axero menangkup pipi Keisya, tatapannya menajam dengan mata yang basah. Jika Axero terlihat begitu emosi, maka Keisya masih tanpa ekspresi.

"Zahra, dengerin Abi. Zahra nggak melakukan kesalahan, Zahra itu korban. Zahra jangan nyalahin diri Zahra, Zahra itu masih bersih. Allah nggak marah sama Zahra, tapi kalau Zahra nyiksa diri Zahra sendiri maka Allah akan marah. Bukannya tubuh Zahra itu milik Allah? Kenapa Zahra menyiksa hal yang bukan milik Zahra?"

Keisya terisak, dia menutup kedua wajahnya. Semakin orang-orang mengatakan dia tidak bersalah, semakin patah juga hatinya. Kali ini dia tidak bisa lagi tangguh, dia patah. Bahkan untuk berpura-pura seperti biasanya, dia tidak lagi bisa. Tidak lagi bisa bersandiwara dan menunjukkan jika dunianya itu penuh warna karena kenyataannya warna yang ada di hidupnya direnggut paksa.

KEISYA (Tolong, Cintai Aku Juga) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang