Chapter 10

3.2K 536 20
                                    

Selama 18 tahun aku hidup atau dengan kata lain sampai sekarang, aku jarang mendapatkan kejutan di hidupku. Orang-orang bilang bahwa hidup penuh dengan kejutan, tapi aku belum pernah merasa penuh akan hal itu.

Tapi hari ini kata-kata itu seperti tertuju padaku. Kata kata hidup penuh dengan kejutan.

Ya hari ini pukul 4:58 sore, aku dikejutkan oleh seorang Uchiha Sasuke yang menangis dengan bahu bergetar dan juga isakan yang tertahan, berlutut dihadapan makam orang tuannya sambil sesekali mengusap batu nisannya.

Aku belum pernah melihat seorang pria menangis seumur hidupku. Sekalipun itu ayahku sendiri, aku belum pernah melihatnya menangis.

Ayahku pernah mengatakan bahwa semua pria di dunia ini memiliki gengsi dan ego yang sangat tinggi, laki-laki seolah dituntut untuk menjadi kuat dan bisa menjadi sandaran atau pelindung bagi para wanita bahkan sejak kecil. Ayahku juga mengatakan bahwa pria yang memperlihatkan sisi lemahnya kepada semua orang, tidak bisa di sebut pria.

Tapi pria juga manusia bukan? Yang memiliki perasaan bisa terluka kapan saja dan terkadang membutuhkan seseorang juga untuk bisa dijadikan sandaran. Dan ayahku memilih ibuku untuk dijadikan sandarannya ketika dia lemah, tanpa memperlihatkannya pada siapapun.

Seperti yang Sasuke lakukan sekarang.

Aku pun akhirnya berjalan mendekat setelah berdiri jauh dibelakangnya, yang tadinya hanya diam memperhatikan dan membiarkan pria itu sendiri lebih dulu.

"Hiks..hikss.."

Ternyata isakannya tidak ia tahan, ketika aku sudah berdiri tepat disampingnya, aku bisa mendengar isakan itu.

Aku lalu berlutut di sampingnya, dan dengan perlahan membawanya ke pelukanku.

Rasanya ingin ikut menangis ketika dia memelukku sangat erat dan menenggelamkan wajahnya di leherku, seolah-olah tidak ingin tangisannya didengar oleh siapapun selain diriku.

Aku tidak mengatakan apapun begitupun dia, aku hanya mengusap-usap punggung dan rambutnya yang berkeringat akibat menahan tangisannya tadi, dan dia terus menangis selama hampir 10 menit.

Sasuke benar-benar membutuhkanku dan aku bisa merasakan itu.
.

.

.

"Ya Tuhan matamu bengkak." Aku mengusap kedua mata Sasuke ketika pria itu akan memakai helm.

Dia mendengus geli lalu melihat matanya di kaca spion yang kembali membuatnya mendengus atau tertawa geli.

Kukira setelah menangis, pria itu akan menjauhkan dan mengalihkan perhatiannya padaku karena malu, tapi ternyata tidak. Dia seolah benar-benar tidak peduli seperti apa tanggapan atau pikiran ku tentangnya sekarang.

"Kurasa selama satu jam kedepan aku akan mengompres mataku." Dia mengangkat bahu ringan lalu memberikan jaketnya padaku.

Aku hanya tersenyum ringan lalu mengusap wajah dan juga lehernya yang berkeringat dengan tangan kosong.

"Tanganmu nanti bau." Dia menyingkirkan tanganku lalu menggenggam dan mengusap-usapnya.

"Terima kasih." Dia tampak bingung ketika aku mengatakan itu.

"Bukankah seharusnya aku yang berterima kasih?" Aku tersenyum ketika melihat wajahnya yang bisa dibilang polos itu.

"Terima kasih karena percaya padaku, sebisa mungkin aku tidak akan membuatmu kecewa." Dia mengangkat sudut bibirnya ke atas lalu mengusap rambutku.

Setelah kejadian ini, kupastian bahwa Sasuke adalah orang ketiga yang tidak ingin aku kecewakan setelah orang tuaku.
.

.

ORDINARY✅Where stories live. Discover now