Chapter 16

2.3K 402 23
                                    

Seminggu sudah berlalu dan Sasuke benar-benar terasa seperti orang asing, bahkan lebih buruk sebelum kami mengenal satu sama lain. Dulu setidaknya saat kami bertemu secara tidak sengaja, dia akan menatapku walau kami tidak saling mengenal, tapi sekarang tidak. Ketika kami berpapasan, dia akan cepat memutar balik dan berjalan cepat menghindari ku.

Bahkan bukan hanya Sasuke, dua temannya juga sama-sama mengindari ku.

Brengsek, rasanya seperti aku benar-benar di buang oleh tiga pria itu.

Tapi aku tidak mau berbohong, mereka bertiga secara jelas mengindari ku bukan karena membenci atau tidak menyukaiku. Mereka menyembunyikan sesuatu, dan tidak ingin aku mengetahui hal itu. Itu terlihat jelas dari mata dan priaku mereka. Aku ini calon dokter, tidak sulit mengetahui itu karena aku belajar tentang ilmu psikologi di rumah sakit bersama nenek, rekan-rekan nenek, dan pasien-pasien nya di Tokyo, jadi mereka tidak bisa menyembunyikan apapun dariku.

Ketika mereka memutuskan untuk menjalin hubungan denganku, jangan bermimpi aku akan melepas hubungan itu dengan mudah.

"Sebenarnya kekasihmu itu memiliki dosa apa padaku?" Tanyaku geram pada Ino yang menghelakan nafas untuk yang kesekian kalinya. Gadis berambut pirang itu menatapku jengah lalu mengangkat bahu.

"Sai tidak mengatakan apapun padaku, kenapa kau tidak bertanya langsung padanya?" Aku mencoba untuk tidak memutar mata malas. Ayolah babi, kau pikir sudah berapa kali aku mencoba untuk berbicara pada kekasih albino mu?

Aku lalu menoleh pada Hinata yang sedang menyalin materi dari papan tulis.

"Hinata? Aku berharap banyak padamu." Hinata dengan perlahan menoleh padaku lalu menggelengkan kepala dan menatapku dengan tatapan bersalah, yang membuatku menghelakan nafas jengah lalu membenturkan kepalaku pada meja dengan cukup keras.

"Sialan." Umpatku pelan yang membuat Ino menepuk-nepuk punggungku.

"Kami benar-benar tidak tahu siapa itu Shion, Sai dan Naruto selalu menghindari hal tentangnya ketika kami bertanya." Aku memejamkan mata tanpa merespon kata-kata Ino.

Benar, Hinata dan Ino tidak mungkin mengenali Shion. Mereka berdua bertemu dan menjalin kasih dengan Naruto dan Sai saat kelas 10, jadi tidak mungkin.

Jadi tentu saja yang mengetahui siapa Shion adalah Naruto, Sai, dan Sasuke. Saat SMP Naruto dan Sai pindah ke Tokyo tanpa aku ketahui alasannya, jadi kemungkinan besar bahwa mereka mengenal Shion di Tokyo.

Aku sudah tidak tahan lagi, teka-teki ini membuat kepalaku sakit dan muak. Aku dengan cepat bangkit dari bangku lalu berjalan keluar kelas dengan perasaan dongkol bukan main, aku bahkan tidak peduli dengan jam pelajaran yang akan dimulai sebentar lagi dan panggilan Ino dari kejauhan.

Sudah seminggu aku menahannya, dan aku sudah tidak tahan. Aku akan menemukan Naruto dan Sai, meminta mereka untuk menjelaskan semuanya padaku, dan jika mereka menolak, aku tidak akan segan-segan untuk mematahkan kaki keduanya.
.

.

.
Naruto tersentak ketika dia berbalik dan melihat ku yang sekarang berada di depannya. Aku menatapnya datar dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Aku sudah muak menunggu Naruto." Desis ku yang membuat Naruto menghelakan nafas lalu bersiap berjalan menjauh, tapi dengan cepat aku menahannya dengan tanganku yang aku letakan di lokernya.

"Kau muak dengan apa Sakura?" Aku mendengus tidak percaya.

"Kau sungguh berpura-pura sekarang? Kau tahu dengan jelas aku muak pada apa!" Bentakku keras yang membuat Naruto menyenderkan tubuhnya lemas di lokernya.

ORDINARY✅Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu