05. Kepergian Sementara

136 29 2
                                    

"Ta-tapi, Rum ...." Melya berusaha menghentikan Arumi.

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka serentak.

Arumi berjalan menuju rumahnya seraya memberikan setengah senyuman.

Kelima manusia itu melihat Arumi berjalan meninggalkan mereka. Ezra masih tampak bingung dengan perkataan Arumi barusan.

Nabila yang merasa susana malam menjadi suram dan nampak sekali wajah kawan-kawannya yang mulai murung. "Uhm. Pulang, yuk. Besok kita ke rumah Arumi." Nabila berusaha mencairkan suasana dan menawarkan ajakan untuk menjenguk Arumi. Ajakan tersebut diiyakan oleh yang lainnya.

~▪︎ Arumi Khairunnisa ▪︎~


Arumi tidak tahu apakah ini keputusan yang bagus atau tidak, tetapi ia harus mengatakan yang sebenarnya.

Jam dinding berbentuk persegi bernuansa klasik sudah menunjukkan waktu dini hari. Arumi masih saja belum terlelap dengan tidurnya. Ia masih resah memikirkan apakah yang dikatakan kepada sahabatnya itu merupakan pilihan yang tepat dan memikirkan esok hari yang dimana ia akan berangkat menuju sebuah kota.

Menggeliat ke sana kemari memikirkan nanti kepergiannya. Walaupun sudah memberitahu dengan sahabatnya Arumi masih tidak ingin pergi begitu saja.

Arumi merasa kenangan bersama sahabatnya masih tidak cukup sampai saat ini.

"Astaghfirullah! Arumi kamu kenapa jadi begini? Sudah, ah. Salat tahajud saja," pikir Arumi.

Arumi beranjak dari kasurnya menuju tempat untuk berwudu. Selesai berwudu, Arumi segera mengambil mukena berwarna putih dan membentangkan sajadah bergambar ka'bah.

Mengangkat takbir dan menunaikan salat tahajud.

Selesai salat tahajud, Arumi berdo'a dengan sungguh-sungguh yang mana do'a tersebut hanya diketahui oleh seorang hamba dan Maha Pencipta.

Sejujurnya Arumi tidak ingin ikut dengan kedua orang tuanya. Menurutnya kehidupan di kota pasti lebih kejam daripada di desa. Ditambah lagi ia tidak ingin meninggalkan sahabat-sahabat beserta orang yang disayanginya. Bukannya Arumi tidak menyayangi bapak dan ibunya, hanya saja Arumi tidak siap dengan apa yang nanti akan dijalani di kota.

Seusai melaksanakan ibadah salat tahajud, Arumi berpasrah diri dengan apa yang akan terjadi nanti esok hari. Meletakkan kembali mukena beserta sajadah ke tempat semula.

Saat meletakkan seperangkat alat salatnya, Arumi tidak sengaja memandang cermin bundar yang memantulkan wujud asli dari wajahnya. Arumi seketika memalingkan wajahnya seolah tidak pernah melihat wajah aslinya.

Suasana hati yang tidak karuan. Akhirnya Arumi dapat tertidur dengan nyenyak.

~▪︎ Arumi Khairunnisa ▪︎~


Hari dimana Arumi tidak menginginkan hal itu terjadi akhirnya datang juga. Hari ini adalah hari dimana perpisahan itu terlaksana.

Kedua orang tua Arumi sudah sampai di desa cempaka indah, tempat Arumi dan kawan-kawan berada.

"Assalamu'alaikum."

Salam dari suami-istri itu melantun dengan lembut dipendengaran kakek dan nenek Arumi yang tengah asik duduk di depan rumah. Arumi dapat mendengar salam tersebut dan menyahut di dalam benaknya.

"Wa'alaikumussalam. Eh, anak Ibu. Alhamdulillah, sampai juga akhirnya."

"Iya, Mak. Alhamdulillah," sahut ibunya Arumi dengan senyum cerah.

"Duduk dulu kalian pasti lelah berkendara selama tiga jam penuh." Nenek Arumi mempersilakan anak dan menantunya itu untuk masuk dan menyuruh mereka duduk di kursi ruang tamu.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt