14. Confession

87 21 0
                                    

Pagi ini Arumi berangkat seperti biasa. Menaiki angkot turun di depan gerbang sekolah. Arumi mulai mengerti bahwa akhir-akhir ini orang tuanya sangat sibuk bekerja. Terlebih sang ayah yang kerap dipanggil bapak. Arumi seperti orang asing untuk bapaknya sendiri.

Pembeda pagi ini adalah cuaca tidak abu-abu. Jadi, cerah untuk memulai hari. Pembelajaran pertama di kelas Arumi ialah Bahasa Indonesia. Akan tetapi kali ini berbeda karena ibu Marlin sedang tergesa-gesa.

"Assalamu'alaikum. Anak-anak hari ini kita istirahat dulu untuk pembelajaran. Tapi ibu tidak akan membuang waktu kalian begitu saja. Ibu akan tanya kalian, satu per satu. Dimulai dari Anita."

"I-iya, Bu?" jawab Anita terkaget-kaget sebab sang guru merautkan tatapan mengintrogasi.

"Menurut kamu seperti apa ayah mu?"

Mendengar pertanyaan mudah, Anita kembali menenangkan diri menjadi kalem. "Ayah Anita baik, Bu. Beliau pekerja keras."

"Bagus. Sekarang Arumi menurut kamu ayah itu seperti apa?" Kali ini giliran Arumi mendapat pertanyaan.

Untuk sejenak Arumi terdiam. Kemudian mengatakan hal yang ia tidak paham. "Bagaimana pun sikap dan rupa. Beliau tetaplah seorang ayah. Seorang lelaki yang menjadi pelindung untuk anak nya."

Anita menatap remeh dengan jawaban Arumi.

"Baik. Jawaban kalian semua bagus-bagus. Sekarang buatkan sebuah puisi bertema ayah. Arumi nanti kamu yang kumpulkan," jelas Bu Marlin.

"Baik, Bu," sahut Arumi.

"Baiklah! Atas perhatiannya ibu ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kerjakan ya!"

Selesai berpamitan dengan murid-murid nya, Bu Marlin pergi dengan secepat mungkin. Seisi ruangan kelas hening memikirkan kata tiap bait sebuah puisi. Ini pertama kali Arumi menjawab pertanyaan seputar ayah. 'Arumi jadi kangen bapak.'

~▪︎ Arumi Khairunnisa ▪︎~

Arumi mengambil lembar kertas tiap anak di kelas. Ia hendak mengumpulkan tugas puisi tersebut. "Nit, kertasnya?" tanya Arumi ke Anita. Anita malah bersikap judes. "Nih!"

"Makasih, Nit."

"Udah sana pergi!"

Perempuan bertutup masker itu berjalan santai di lorong menuju ruang guru. Sebelum menuju persimpangan, Arumi melihat Karin sedang membaca novel kesukaannya yang diulang berkali-kali meski sudah selesai membaca. Arumi hendak menyapa ... tapi karena ia harus lebih dulu mengantarkan tugas jadi, nanti saja.

"ARUMI!" Seseorang meneriakkan nama Arumi dengan lantang. Merasa ada yang memanggil namanya, Arumi berbalik mengarah ke asal suara. Arumi sedikit kaget karena yang memanggil adalah lelaki yang membantunya tempo hari lalu. Kalau dipikir-pikir, lelaki itu selalu ada jika Arumi mendapatkan suatu hal tidak diinginkan.

Niat Arumi menuju ruang guru tertahan akibat ada lelaki itu. Lelaki yang juga anggota rohis dan selalu mengangguk ketika diajak berbicara. Arumi penasaran siapakah lelaki itu.

Arumi berbalik menghadap lelaki itu. "Eh, kamu. Oh, iya. Kita 'kan sama-sama anak rohis, kok aku doang yang enggak tahu nama kamu." Arumi berusaha membuat lingkar pertemanannya meluas.

"A-aku Latif." Lelaki itu mengatakan namanya dengan tergagap-gagap. Arumi tertawa. "Oala, Latif jangan gagap gitu."

"ARUMI!" Lelaki bernama Latif itu kembali meneriakkan nama Arumi. Tangan Arumi ditarik paksa oleh Latif tentu saja Arumi berubah ketakutan. Lelaki itu membawa Arumi ke tengah lapangan. Entah apa yang hendak ia lakukan.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Donde viven las historias. Descúbrelo ahora