06. Kedatangan

122 27 0
                                    

Di tengah perjalanan, hujan deras menemani kesedihan Arumi. Arumi cukup canggung berada di antara kedua manusia yang mengaku sebagai orang tuanya ini.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang memulai berbicara. Apalagi lelaki paruh baya yang sedang menyetir di depan sana enggan juga membuka suara semenjak mereka bertemu.

Arumi takut apa yang akan dibicarakan ibunya nanti tentang wajahnya yang memakai masker secara terus menerus.

~▪︎ Arumi Khairunnisa ▪︎~


Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam lebih. Akhirnya keluarga kecil itu sudah sampai di kota tujuan. Kota tujuan mereka adalah kota Garut. Kota yang dimana nanti akan menjadi kelanjutan dari perjalanan hidup Arumi.

Arumi takjub melihat ke arah luar kaca jendela mobil, di sampingnya terlihat seekor kuda yang membawa kereta dan keretanya diisi oleh manusia. Di tengah tempat tersebut bertuliskan nama, yaitu 'Alun-Alun Garut' sepertinya Arumi tertarik sekali untuk menaiki kuda yang membawa manusia itu.

Di desa jarang ada seperti itu malahan tidak ada sama sekali. Biasanya yang Arumi lihat hanya sapi dan kambing, itupun ternak milik mbah Kumis.

Zulaiha melihat anaknya yang sangat antusias melihat keluar kaca jendela mobil.
"Kamu pengen ke sana?" tanya ibunya.

Arumi menghentikan aktivitas melihat ke arah luar, kemudian menundukkan kepala.

"Mas, kita stop di sini saja. Ajak Arumi jalan-jalan." Zulaiha meminta suaminya untuk menghentikan mobil dan ingin mengajak anaknya berlibur diri.

Bukan jawaban yang diinginkan, Yusuf-suaminya-malah tidak mengizinkan. "Nanti saja. Istirahat dulu, besok restoran mau dibuka. Arumi nanti bisa sendiri pergi ke sana."

Zulaiha tidak bisa apa-apa, jika menyangkut suaminya pastilah ia mengiyakan. "Hm. Oke deh, Mas. Arumi kita ke alun-alun nya nanti ya."

"Iya, Bu. Enggak pa-pa," sahut Arumi.

Akhirnya keluarga Arumi berlalu begitu saja dari alun-alun kota. Arumi sedikit kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, ia bertekad bahwa suatu saat nanti pasti akan ke alun-alun tersebut.

Sampailah mereka di kediaman rumah ibunya. Setelah menuruni mobil, Arumi kagum melihat rumah ibunya yang besar sekali.

"Arumi, ini rumah Ibu sama Bapak. Semoga kamu betah ya, Rum, tinggal sama Ibu. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri." Zulaiha menjelaskan kepada Arumi.

"Baik, Bu," sahut Arumi.

Rumahnya yang besar Arumi berharap dirinya tidak akan tersesat jika menyusuri setiap jengkal ruangan rumah tersebut.

"Arumi, ikut ibu, yuk."

Arumi pun menggiring dari arah belakang sambil membawa koper dan tas yang dibawanya. Rasanya berbeda saat berada di rumah ibunya, terasa sunyi.

"Nak, Rumi. Ini kamar kamu, kamar mandi beserta toilet sudah ada di kamar kamu. Ganti baju, ya. Habis itu nanti turun ke bawah, kita mau ngisi perut."

Arumi hanya mengangguk tanda menyetujui.
Zulaiha mendekat membelai pelan rambut Arumi yang berbalut pashmina seraya tersenyum.

"Oh, iya. Ibu lupa, besok kamu sudah masuk sekolah ya, sudah ibu daftarkan kok. Kamu nanti tinggal masuk kelas aja. Dan baju seragam sudah ibu siapkan di atas lemari."

Arumi mengangguk. "Terima kasih, Bu."

Zulaiha banyak sekali berbicara saking rindunya. Semoga dengan tinggalnya Arumi di rumah ini, bisa mengisi kekosongan memori seorang anak yang dulu tidak pernah merasakan kasih sayang dari ibunya.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Where stories live. Discover now