//2//

4.1K 500 60
                                    

Jangan lupa votement!



















"Sebenarnya tadi aku berantem sama Jeno, aku gak tahu kalo dia adik aku. Aku curiga waktu lihat namanya, Jung Jeno. Aku langsung bawa dia ke rumah sakit. Waktu ayahnya datang ke sana, ternyata dugaanku benar, tapi Ayah gak ngenalin aku," ungkap Mahesa.

Tyana menghela napas lega. "Syukurlah dia gak ngenalin kamu. Tapi seandainya nanti Ayah ingat kamu, apa kamu akan kembali ke Ayahmu dan ninggalin mama?"

Mahesa menggeleng. "Sampai kapan pun gak akan ninggalin Mama."

"Kalau gitu jangan sampai Ayahmu tahu kalau kamu anaknya."

"Tadi aku ngenalin diri sebagai Mark. Yang tahu nama asliku cuma Mama, pihak sekolah, sama teman-temanku doang."

Tyana menghela napas lega. "Bagus, ya sudah ... kamu mandi dulu, lebamnya jangan lupa dikompres."

Mahesa mengangguk, lalu beranjak pergi ke kamarnya.

***

Beberapa hari kemudian, Jeno sudah kembali ke sekolah, lebam di wajahnya belum sepenuhnya hilang, tapi Jeno tetap bersikeras ingin masuk sekolah.

"Jadi, lo gak masuk sekolah karena habis berantem sama Bang Mark?" tanya Satya, ia terkejut melihat lebam-lebam di wajah temannya itu.

Jeno hanya mengangguk mengiyakan.

"Makanya jangan sok jagoan nantangin Kak Mark," cibir Nala, teman sekelas Jeno juga.

"Lu kalau gak tahu apa-apa, mending diam," sewot Satya.

"Gak usah diladenin," ujar Jeno sambil menepuk pundak Satya.

Waktu istirahat pun tiba, waktu yang paling membuat para siswa was-was karena pada saat jam istirahat pertama, Mahesa dan Lucas akan datang ke kelas mereka untuk memalak uang. Dan benar saja, dua anak berandal itu kembali datang ke kelas 10 dan mulai memintai uang adik-adik kelasnya.

Mahesa mendatangi Jeno yang masih memakai perban di kepalanya. "Masih berani masuk sekolah ternyata."

"Lo butuh uang, kan? Ini kartu ATM gua sekalian pinnya, jadi gak usah malakin kelas ini lagi." Jeno memberikan kartu ATM sekaligus catatan kode pinnya pada Mahesa.

Mahesa menaikkan sebelah alisnya. "Mentang-mentang anak orang kaya, lo mau bayar gua pakai ini? Thanks, tapi gua lebih suka uang teman-teman lo tuh."

"Mana card-nya? Lumayan buat foya-foya." Lucas hendak merebut kartunya, tapi Mahesa tidak memberi.

"Gak, ini punya gua," kata Mahesa sambil memasukkan kartu ATM Jeno ke sakunya.

"Bagilah, Mark," rengek Lucas.

"Nope!" tolak Mahesa, ia kembali menatap Jeno dan meletakkan telunjuknya di dahi bocah kelas 10 itu. "Temuin gua sepulang sekolah."

Lalu kedua berandal sekolah itu pergi meninggalkan kelas mereka.

Pulang sekolah, Jeno pun mendatangi Mahesa ke belakang sekolah. Kali ini Mahesa sendirian di sana dan sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Padahal di sekolah ada larangan untuk tidak membawa ponsel, tapi itu tidak berlaku untuk Mahesa yang hobi melanggar aturan.

"Kenapa? Mau mukul gua lagi?" tanya Jeno yang kini berdiri di hadapan Mahesa.

Mahesa mengalihkan pandangannya ke arah Jeno. "Kalau iya, emang lo siap lawan gua dengan fisik lemah lo itu?" tanyanya.

Jeno terdiam, dengan fisik sehat saja dia sudah kalah, apa lagi keadaan sekarang? Bisa mati dia.

Mahesa mendekat, lalu memasukkan kartu ATM tadi ke saku Jeno. "Gua gak butuh ATM lo."

The Past (Rewrite)Where stories live. Discover now