27| Percikan Cinta

687 49 6
                                    

"Aku berusaha terbuka dan kamu sebaliknya. Aku berusaha memahami, tapi justru kamu yang tidak bisa memahami aku." Rana menghembuskan napasnya kasar.

Mazaya sudah menangis sejadi-jadinya. Apa lagi setelah mendengar penuturan Rana barusan yang sangat nyelekit di hati.

Rana diam tak bersuara lagi setelah kata-kata yang diucapkannya tadi.

Orang tua mereka yang paham saling mengisyaratkan.

"Sebaiknya kami keluar dulu," ujar Mama Ina yang diangguki Ranti. Dua perempuan paruh baya itu langsung menyeret suami masing-masing.

Setelah orang tua mereka keluar, tinggallah Mazaya dan Rana di ruangan itu.

"Aku keluar," ucap Rana hendak berbalik badan tanpa menoleh sedikit pun.

Rana melangkahkan kakinya dengan pasti. Entahlah ia merasa butuh waktu untuk memikirkan semua yang sudah terjadi ditambah lagi Mazaya yang enggan bercerita.

Brukk

Rana menoleh ke belakang, "Mazaya!"

Rana langsung mengangkat tubuh Mazaya agar kembali berbaring di brankarnya.

"Kamu bandel sekali ternyata! Siapa yang suruh kamu buka infusnya?" Rana emosi melihat tindakan gegabah Mazaya.

"Aku hanya ingin mengejarmu," cicit Mazaya.

"Apa mulutmu sudah tidak bisa mengeluarkan suara hah!" Rana benar-benar marah.

"Apa susahnya memanggil!"

Mazaya tak lagi menjawab. Ia diam saja tertunduk merasa bersalah.

Rana pun memanggil suster dan memperbaiki infus yang sempat dicopot oleh Mazaya.

"Maafkan aku," lirih Mazaya menatap mata Rana.

"Emang kamu lakuin kesalahan apa hingga kamu harus minta maaf padaku?"

"Maafkan aku.. belum menceritakan semuanya," ucap Mazaya pelan.

Rana tak menjawab apa pun karena ia tahu bahwa Mazaya akan menceritakan semuanya sekarang.

"Aku mencintaimu...tapi juga dia," ujar Mazaya.

Rana menatap Mazaya dengan tatapan yang bisa diartikan, enak sekali dirimu mencintai dua pria sekaligus.

"Dia yang sudah tak di dunia ini lagi," sambung Mazaya sambil menitikkan air matanya.

Rana duduk di pinggir brankar Mazaya lalu mengusap air mata Mazaya yang lolos dari bendungan.

Mazaya menceritakan semuanya dari awal. Tentang Pak Rehan dan juga hubungannya serta kepergian Pak Rehan.

Rana mendengarkan dalam diam. Ia tak tahu harus berkata apa. Ia juga merasa bersalah sudah membuat Mazaya kembali bersedih terbukti dengan Mazaya yang selalu meneteskan air matanya saat menceritakan semuanya.

Siapa coba yang tidak sedih jika mengingat kembali kenangan bersama orang yang disayangi apa lagi orang itu sudah tak ada lagi di dunia.

Siapa yang bisa menahan air mata saat menceritakan kembali masa-masa bahagia saat bersama orang yang dicintai. Namun, orang itu sudah pergi ke dimensi lain.

Hebat, jika tak ada sesetes air mata yang keluar saat menceritakan kenangan indah, tapi sepertinya itu tidak akan bisa ditemui di dunia ini. Jika pun ada, itu hanya beberapa orang saja.

Menangis bukanlah sebuah tindakan pidana bukan? Jadi, buat apa menahannya jika tak sanggup membendungnya?

Terlihat tegar di depan orang lain. Namun, rapuh kala sendiri! Tidak perlu seperti itu terus-terusan. Tegar itu bukan menyembunyikan, tapi menetralkan. Percuma berusaha tegar di depan orang lain, tapi tersakiti kala sendiri.

Dokter Penyembuh Hati (SELESAI)Where stories live. Discover now