Epilog

3.6K 228 34
                                    

Hallo

/

/

/

/

/

/

***

-Satria

Menjalin hubungan dengan Caca sudah aku persiapkan engga akan mudah dari sebelumnya. Caca orangnya sedikit unik, dia bisa tiba-tiba agresif terus beberapa menit kemudian dia bisa tiba-tiba membuat aku merasa tidak diinginkan sama sekali.

Caca juga orangnya mandiri, terlalu mandiri menurutku. Dia bisa melakukan apapun dengan sendiri, sampai aku merasa tidak dibutuhkan.

Memang awal-awal hubungan tuh selalu banyak penyesuaian, bagaimana caranya aku bertahan dengan Caca itu karena masing-masing diantara kami saling memaklumi dan tentu saja komunikasi dengan baik. Yang aku suka dari Caca, dia kalau kesal atau marah dengan sikapku dia akan to the point bilang apa yang membuat dia kesal. Sisi lain dari Caca yang membuat dia terlihat lebih dewasa.

Satu tahun aku menjalin hubungan dengan Caca, dan sampai selama itu aku belum mempunyai keinginan untuk berpisah dengan dia. Justru kehadiran dia akhir-akhir ini malah menjadi candu untukku.

"Abang, kita mau kemana?"

Caca setelah wisuda langsung melamar pekerjaan ke beberapa konsultan arsitek di luar maupun di Bandung. Aku engga pernah membatasi pergerakan Caca, dia mau kerja di luar kota Bandung pun engga masalah buat aku. Tapi yah memang semesta sedang berpihak kepadaku, Caca dapat kerjaan masih di kota Bandung dan itu semakin membuat kita lebih akrab lagi.

"Jalan-jalan malam. Kamu engga capek apa kerja terus?" tanyaku, melirik dia yang baru masuk ke dalam mobil dengan muka lesunya karena baru selesai dengan deadline pekerjaannya.

"Ya capek. Makannya kalau capek tuh anterin aku pulang ke kosan, bukannya ngajak jalan-jalan."

Aku menggeleng, "stress lama-lama kamu di kosan terus. Udah hampir dua minggu kegiatan kamu ngedeadline terus tidur di kosan."

Dia berdecak sebal, "bilang aja kangen."

Aku terkekeh, mengelus puncak kepalanya yang sekarang sedang ia rebahkan di kursi mobil. "Punya pacar berasa engga punya pacar."

"Siapa yang kemarin waktu akreditasi kampus hampir seminggu penuh nyuekin aku? Bener-bener engga dihubungi kalau engga aku duluan yang ngehubungin. Aku masih mending ya ngehubungin Abang, ngasih tau aku sibuk." Dia mulai ngomel.

Dulu kalau Ghian bilang omelan pacarnya seperti lullaby aku selalu mengatakan dia lebay dan berlebihan. Sekarang aku paham apa yang Ghian rasakan, setelah hampir dua minggu engga ketemu, ternyata aku merindukan ocehan Caca.

"Itu sibuk banget, Ca. Bayangin aja mikir gimana caranya biar akreditas jurusan tetap A setelah sebelumnya nangkring di C. Deg-degan tau."

Dia tak menggubris ucapanku, sibuk memijat kepalanya yang mungkin terasa pening. Aku tau betul Caca sedang lelah-lelahnya karena selama satu minggu ini dia kurang tidur, dan mungkin semalam dia engga tidur sama sekali karena mengejar deadline. Tapi aku engga mau dia ngerasa capek dan stress sendiri, malam ini aku cuman mau ngasih tau Caca, selelah apapun dia, akan selalu ada aku di sampingnya.

"Makan McD aja yuk, Bang."

"Dago?"

"Pasti mau ke atas dulu baru ke McD?"

"Bebas. Mau makan malam dulu? Apa jalan-jalan ke Dago Atas sekalian nganter kamu pulang? Kan bisa lewat sana."

"Orang aneh emang, ada jalan dekat lewat Siliwangi malah muter ke Dago atas."

Grow Up: MercusuarWhere stories live. Discover now