19.Berita Buruk

1.6K 231 146
                                    

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

Hujan gerimis mengiringi hari pemakaman kali ini. Semua orang dirundung kesedihan yang ikut dirasakan pula oleh awan yang ikut mendung.

Tak ada yang tidak menangis dikala peti berisi mayat itu ditimbun oleh tanah basah yang terkena air hujan. Bagaimanapun juga, orang yang telah berpisah dengan jiwanya itu sudah banyak berjasa di dunia ini.

Perjuangannya telah usai, walau misi terakhir nya tidak dapat diselesaikan dengan baik, orang yang tidak akan membuka matanya lagi itu sangat bangga. Bangga karena nyawanya terlepas dari raga di tengah pertempuran. Pertempuran yang menjadi akhir dari perjalanannya

Biarlah semua orang mengeluarkan semua air matanya hari ini, agar dikemudian hari mereka bisa tersenyum mengingat perjuangan yang dilalui orang tersebut.

Satu persatu kaki itu mulai melangkah meninggalkan tempat pemakaman. Tak ada gunanya menangisi seseorang yang sudah mati. Yang lebih baik dilakukan adalah melihat ke depan, dan meneruskan perjuangan dari mereka yang telah gugur

Pria bersurai hitam itu tak kunjung mengalihkan tatapannya dari batu nisan dihadapannya. Tak peduli soal air hujan yang membasahi pakaiannya ataupun soal tak ada lagi orang disekitarnya.

Bibir itu perlahan terbuka, berucap sebuah kata lirih yang mengandung makna sangat berarti "Maaf..."

.
.
.
.
.

Kaki itu melangkah dengan cepat ke arah yang ingin ia tuju. Matanya telah menangkap fusuma dari sebuah ruangan yang menjadi penyebab kekhawatiran nya akhir akhir ini

Fusuma digeser pelan, sangat pelan hingga orang didalam tidak menyadari kedatangannya. Manik dingin itu menatap seorang pria yang sedang menggenggam erat tangan dari orang yang sedang terbaring lemah di ranjang

"Shinazugawa"

Pria bermarga Shinazugawa itu menoleh cepat. Jari yang semula ditautkan dengan jari dari seseorang yang lain dilepas. "Tomioka, kau sudah pulang?"

"Ya, aku sudah pulang. Dan sekarang aku meragukan penglihatan ku, apa yang sedang kau lakukan?" manik biru tua itu menatap tajam pada orang dihadapannya

Sanemi menghela nafas kasar "Baguslah jika kau sudah pulang, aku tidak harus melakukan hal yang tidak penting ini. Dan soal penglihatan mu, lupakan saja, pasti kau sudah rabun" balasnya santai. Kaki itu melangkah pelan menuju pintu keluar. Gagang fusuma dipegang, hendak ditutup agar tidak ada orang yang masuk sembarangan

"Terimakasih"

Gerakan Sanemi terhenti ketika sebuah kata terucap dari mulut Giyuu.

"Terimakasih telah menjaganya selama aku menjalankan misi"

"Tidak masalah. Tapi lain kali, jangan minta tolong padaku. Menjaga gadis itu selama kau pergi bukan urusanku" fusuma tertutup sempurna setelah Sanemi menyelesaikan perkataannya

Giyuu duduk di kursi sebelah ranjang. Tangan dari orang yang sedang berbaring itu diambilnya lalu dielus pelan. Punggung tangan itu didekatkan, hingga tak berjarak lagi dengan bibir Giyuu. Giyuu mencium punggung tangan itu, menyalurkan rasa rindu dan harapan kepada si pemilik tangan

Giyuu memandang lekat wajah orang itu. Bertanya tanya mengapa iris mata yang ia rindukan tak kunjung memperlihatkan diri. Mungkinkah akhir akhir ini ia menjadi pemalu? Hingga selalu menyembunyikan diri dibalik kelopak mata itu?

Giyuu lelah, ia ingin memejamkan matanya sebentar dan menuju ke alam mimpi. Tapi entah kenapa, matanya tidak ingin beralih dari wajah tenang gadis itu

Memories || Kimetsu no YaibaWhere stories live. Discover now