49.Tanpa jejak

311 51 9
                                    

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

"Tunggu, bukankah itu tidak masuk akal?"

Kedua bahunya terangkat tak acuh, kembali membuang wajah untuk yang kesekian kalinya. "Entahlah. Bahkan sampai sekarang ini, aku mencoba untuk tidak percaya, tetapi pada akhirnya yang aku lakukan hanya mengelak dari kenyataan yang ada di depan mata."

Gadis itu telah menceritakan semuanya. Bagaimana ia bisa dengan tiba-tiba masuk ke dunia ini, dan betapa sulitnya ia beradaptasi dengan dunia penuh fiksi yang benar-benar berbeda.

Sulit.

Satu kata pertama yang terlintas pada benak Tanjirou saat mendengar keseluruhan cerita. Kakaknya ini memang sungguh hebat, dia bisa menanggung beban sebanyak itu sendirian. Ah, mungkin tidak. Pasti banyak orang yang mendukungnya di sini, bukan?

Selama ini ia mengenal (Y/n), bahkan memanggilnya kakak, ia kira ia sudah tau banyak, ternyata masih banyak yang masih belum ia ketahui. Tapi Tanjirou memang tidak berharap banyak, lagipula siapa dia? (Y/n) pantas memiliki privasinya sendiri.

"Sebenarnya aku lelah." kini ia menekuk kedua lutut, lantas memeluknya erat. "Semua ini benar-benar menguras tenaga dan pikiranku. Aku sangat lelah." kepalanya menunduk lemas, menyimpan dahinya di atas lutut.

"Aku ingin kembali, tetapi terlalu banyak hal yang terjadi yang membuatku ragu."

Tanjirou menunduk ragu. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, tentang keanehan yang baru saja ia dengar. Tetapi melihat bagaimana (Y/n) bersikap, sesuatu yang diluar nalar seperti itu pun langsung bisa ia percayai.

"Neesan," panggilnya. "Jadi, pada akhirnya kau akan meninggalkan kami nanti?" manik matanya bergetar sendu. Tanjirou belum lama mengenal (Y/n), tetapi dia sudah merasakan kasih sayang seorang kakak darinya. Tanjirou sedikit khawatir jika suatu saat kakaknya tidak ada lagi di hadapannya.

"Sungguh?" (Y/n) mengangkat kepalanya. "Kau juga?"

Tanjirou mengernyit bingung atas reaksi (Y/n). Gadis itu terkekeh pahit, menggigit bibir bawahnya kuat kala melihat ke bawah, mencegah isakan keluar dari mulutnya.

"Tanjirou-kun, katakan." (Y/n) memberi jeda, menatap tepat pada iris mata lawan bicaranya. "Kenapa semua orang bersikap egois? Kenapa mereka selalu mengatur kehidupan orang lain?" suaranya terdengar sedikit bergetar. "Aku hanya ingin pulang, tetapi mengapa banyak yang menghalangiku untuk melakukannya? Padahal mereka tidak tau penderitaanku."

Bola mata Tanjirou berkilat, kala cahaya memantul pada air mata yang telah menggenang penuh pada netra. "Neesan." ia menatap sendu. "Maaf, aku tidak bermaksud menghalangimu." Tanjirou menundukkan kepalanya.

"(Y/n)-nee, aku mungkin baru mengenal neesan, itulah mengapa aku tidak pantas mengatakannya. Namun, orang-orang yang neesan bicarakan, mereka pasti sudah sangat mengenal neesan, kan?" Tanjirou turun dari ranjangnya, lalu beralih menjadi duduk di ranjang yang sama dengan (Y/n).

Tepukan di pundak membuat (Y/n) menoleh, laki-laki muda itu tengah membentuk senyum menawan pada bibirnya. "Mereka menyayangimu, neesan," ujar Tanjirou meyakinkan. "Mereka bukan egois, mereka hanya tidak ingin kehilanganmu."

"Bukan tidak mungkin jika kau sudah dianggap keluarga di sini, neesan. Dan kau mungkin tau, bagaimana rasanya ketika ditinggalkan oleh keluarga, bukan?"

(Y/n) mengalihkan pandangnya kembali, mengacak rambut kasar lalu memijit kepalanya pelan. Semuanya membingungkan, kepala (Y/n) terasa hampir pecah, mengapa (Y/n) harus memikirkan banyak hal seperti ini? Raganya sudah cukup lelah, jangan pikirannya juga.

Memories || Kimetsu no YaibaWhere stories live. Discover now