[ drei ]

21.6K 6K 5K
                                    

Cerita ini gak lanjut ke 05l dan seterusnya kok, tapi... ***** ***** ****** **** ******  :)





Kalau kalian berpikir semua murid berbaris di lapangan, itu salah. Karena saat ini, di dalam gudang sekolah ada empat orang lagi minum jus mangga setelah membersihkan semua barang di gudang. Iya, mereka dihukum gara-gara tak sengaja memecahkan cangkir kesayangan guru bk.

Tadi mereka mendengar alarmnya sih... tapi mereka pikir itu latihan biasa, makanya mereka tidak ke lapangan dan memilih stay di gudang.

Mereka penyihir. Tidak deh, ada satu ghoul.

"Minjae, itu di kepala lo ada debu," kata Taekhyeon menunjuk kepala adik kelasnya itu.

Noh Minjae a.k.a Bit buru-buru membersihkan kepalanya dengan sihir, enak kali.

"Kalau bilang Minjae pakai marga, biar gue gak ikutan noleh," kata si Minjae yang satunya.

"Lagian nama sama," celetuk Alex si ghoul.

Taekhyeon melempar sapu ke tempatnya, berdiri dari duduknya sambil menghilangkan gelas menggunakan sihir.

"Ayo keluar, gak sumpek apa?"

Alex menggeleng. "Gue disini aja, males di luar. Gue gak terlalu suka keramaian."

Aku banget nih, kalau ada acara pentas seni, class meeting, atau acara apapun itu aku pasti gak ikutan ke lapangan. Paling ke kantin atau duduk di selasar kelas sebelas, karena kelasku di lantai atas dan pintu ke sana dikunci.

Di kantin pun sengaja dilama-lamain, aku bukan tipe orang yang suka berisik mic atau musik dari speaker gede gitu...

Gampang lelah sama gampang bosan juga kalau nonton, giliran di tempat hening suka banget. Adakah yang sama kayak aku?

Back to topic─ Taekhyeon yang memang ingin keluar membiarkan Alex duduk santai di kursi lapuk, sementara Minjae temannya dan Bit si adik kelasnya memilih ikut karena gerah di gudang.

Tapi anehnya, saat pintu gudang dibuka, angin kencang berhembus menerpa mereka. Kalau saja mereka tidak membuat tameng pelindung dari sihir, mereka bisa terpental.

"Ini bukannya kode angin? Tanda kalau ada... bahaya?" Minjae mendelik, menatap kedua temannya bergantian lalu mendongak ke langit.

Alangkah terkejutnya dia melihat dementor berterbangan di atas seperti sedang berpatroli. Buru-buru dia menarik dua orang di sampingnya masuk ke dalam dan menutup pintunya.

"Loh, kok gak jadi keluar?" Tanya Alex sambil mengeluarkan kotak bekalnya, isinya daging mayat yang masih baru.

"Hoek, bau banget dagingnya," keluh Bit menutup hidung.

"Namanya juga mayat, ya bau lah," cibir Alex lalu mengunyah daging mayat tersebut dengan nikmat.

Rasanya gurih gitu, katanya.

Taekhyeon mengunci pintu gudang dengan mantra, kemudian membuat perlindungan di sekitar agar para dementor itu tidak menyadari keberadaan mereka.

"Musuh udah dateng," ucapnya datar. "Ramalan Kak Jisung beneran terjadi, bakal ada perang besar di sekolah ini."

"Jisung?"

"Park Jisung."

Minjae yang sudah pernah mendengarnya mengangguk setuju. "Tapi ramalannya gak sempurna, kita gak tau siapa yang menang siapa yang kalah. Dan Kak Jisung pernah bilang, perang kali ini lebih sulit untuk dilawan kalau kita gak minta bantuan ke orang-orang yang berpengalaman atau berkemampuan tinggi di luar sana."

"Satu lagi, Kak Jisung pernah bilang kalau kita bakal dibantu. Tapi sebelum itu terjadi, bakal banyak fitnah bertebaran," tambah Bit.

Alex bingung. "Fitnah apa?"

"Fitnah tentang siapa pengkhianat di antara semua murid yang ada, gak mungkin di antara kita semua gak ada yang di kubu musuh. Dan firasat gue mengatakan, salah satu pengkhianatnya bakal dibunuh malam ini juga."

























































Huijun gregetan sekali melihat Doha tak kunjung selesai melakukan pekerjaannya. Omong-omong, mereka berdua ada di toilet lantai satu, dekat halaman belakang dan terpojok.

Mereka ngapain? Doha berusaha membuat jalan keluar menggunakan dengan cara menggali tanah sedalam mungkin. Kalau lewat bawah tentu tidak ada yang sadar.

"Udah belum? Lama banget."

Doha mengusap peluhnya, hampir saja melempar cangkul di tangannya. "Kalau udah selesai, gak mungkin gue masih disini. Seperempat jalan aja belum."

Huijun mendengus. "Lagian sok-sokan bikin jalan bawah tanah pakai cangkul segala."

Doha nyengir. "Biar kayak di film gitu~"

Hadeh.

"Omong-omong kak, lo itu apa?" Tanya Doha selagi menggali tanah.

"Gue werewolf, lo sendiri?" Jawab Huijun sekaligus bertanya.

Doha berhenti sejenak, tersenyum tipis. "Gue werewolf hunter."

Huijun membeku. "Mati gue..."

Hayoloh, hayoloh, hayoloh. Wahahahahaha─ ketawanya Adu du.

Huijun udah ketar-ketir sendiri melihat Doha naik dari lubang galiannya sambil mengangkat cangkul, mana posisinya seolah-olah hendak membunuhnya.

Masa baru kenal mau dibunuh aja, tak patut.

Ceklek!






Wush~






JLEB!






Tepat sasaran.

"Ck, kenapa pintu kamar mandi gak dikunci, kak? Untung gue gercep," ujar Doha berjalan ke pintu kamar mandi, dimana ada penyihir yang baru saja terbunuh karena cangkul.

"Anjir, jadi lo bukan mau bunuh gue?!" Pekik Huijun jantungan, jedag jedug hau yu laik det.

"Ya bukan lah, disaat begini yang terpenting kabur, jaga diri sendiri, dan selamatin orang lain sebisa mungkin," balas Doha datar sambil mencabut cangkul yang menancap di kening penyihir itu.

"Jangan bilang pas situasinya udah membaik lo mau bunuh gue?!"

"Tergantung."

"Dasar hunter, kalau gue bukan werewolf baik gue gigit lo," dumel Huijun dalam hati.

"Yok kabur," ajak Doha kembali ke samping Huijun. "Tadi gue ambil tongkat sihirnya, lumayan bisa digunain. Gue tau beberapa mantranya, lo mau ikut gue gak?"

"Kecil-kecil kok maling," dengus Huijun. "Ya mau lah! Tap─ ngapain pegang-pegang tangan gue?!"

"Katanya mau kabur, ya harus pegangan lah! Apparate!"

Keduanya menghilang dari kamar mandi, ada gunanya juga ya hobi mengupingnya Doha.

























































Tapi tak lama, mereka kembali lagi ke kamar mandi, gagal berapparate. Mereka lupa ada dinding sihir yang membuat siapapun tidak bisa keluar.

Bubar yuk bubar.

The Beginning of The War | 03 & 04 Line ✓Where stories live. Discover now