Cie:v

1.1K 66 0
                                    

Hai, aku balik lagi. Maaf telat post, susah banget buat cerita ini dan aku harap kalian selalu jadi pembaca setia aku walaupun aku telat post. Jangan lupa vote and komen yah, Guys. Karna vote dan komen kalian itu berarti buat aku🌝

Sesuai perkataan Vina, malam ini Dirga dan Bulan akan bertunangan. Zean, Vani dan kedua abangnya belum mengetahui tentang pertunangan ini. Bisa dipastikan bahwa kedua abangnya akan marah besar kepada Bulan.

Bulan terus mondar-mandir tak jelas. Ia benar-benar dilanda kebingungan saat ini. Rasa senang dan takut terus menghantui pikirannya.

"Woy, buka pintunya! Noh, di luar ada Dirga sama keluarganya," seru Samuel dengan suara yang melengking.

Bulan membeku, ia menggigit bibir bawahnya kuat.

"Lo pasti bisa Bulan!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Gadis berawakan mungil itu mengatur napasnya perlahan. Kamar Bulan yang Bisa dibilang sangat lebar, seketika seperti terasa sempit. Bahkan untuk bernapas saja sepertinya sangat engap.

"Bulan, lo dengar gue gak, sih?" teriak Samuel yang masih di depan pintu kamar Bulan.

Suara Muel membuyarkan lamunannya. "Iya-iya, bawel banget sih, lo!" balas Bulan dari dalam.

Dengan langkah ragu ia mulai berjalan ke arah pintu, memutar knop pintu secara perlahan.

Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Entahlah, padahal saat bersama Dirga tadi ia merasa sangat bahagia. Dari tangga ia bisa melihat keluarga Dirga dan keluarganya sedang tertawa bahagia. Dirga yang menyadari bahwa Bulan sedang memperhatikan mereka menatapnya seraya memberi kode untuk bergabung  bersama.

Vina yang merasa aneh dengan Dirga ikut mengalihkan pandangannya, menatap kemana pandangan putranya. Ternyata ia sedang memperhatikan wanita yang akan menjadi tunangannya itu. Perlahan senyuman Vina mengembang, ia tidak salah jika menjodohkan mereka berdua.

"Bulan, ke sini, Sayang!" seru Vina tersenyum ramah.

Bulan mengangguk ragu, kaki jenjangnya perlahan berjalan menuju di mana keluarganya dan keluarga Dirga berada.

Gadis itu tersenyum kikuk, lalu ikut duduk di tengah-tengah Rafa dan Muel. Saat Bulan duduk senyuman dan tawaan mereka terhenti, mereka beralih menatap Bulan dengan tatapan yang sulit diartikan. Gadis itu semakin bimbang, ia takut bahwa Zean akan memarahinya. Yah ... walaupun Zean sama sekali tidak pernah memarahinya walaupun Bulan nakal sekalipun, tapi, tetap saja Bulan merasa takut. Terlebih lagi kalau Zean salah paham soal kejadian tadi pagi, huft!

"K--kalian, ke--kenapa liatin B--Bulan kayak gitu?" tanya Bulan yang mulai cemas.

"Papa?" panggil Bulan menatap Zean. Zean hanya diam, pandangannya masih menatap Bulan.

Bulan semakin takut, ia beralih menatap Vani. "Bunda?" Vani juga tak bergeming, membuat Bulan semakin tegang.

"Abang Rafa?"

"Muel?"

"P--pak Dirga, ka--kalian kenapa?"

Satu detik!

Dua detik!

Tiga detik!

Mata Bulan semakin memerah, bisa dipastikan cairan bening akan membasahi pipinya. Gadis itu menunduk saat merasakan cairan bening mulai membasahi pipinya.

"Pftt, whahaha!" Tawa yang cukup keras membuat Bulan mendongak, menatap keduanya keluarga yang saling tertawa. Sebenarnya ada apa dengan mereka? Ishh, benar-benar menyebalkan!

Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal, lalu menghapus sisa-sisa air matanya dengan kasar.

"Cengeng!" ejek Muel menjulurkan lidahnya.

Plak!

Bulan menabok tak perasaan bahu Muel, membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Sakit, Dek." Muel mengusap bahunya yang baru saja dipukul Bulan.

"Biarin! Wleee ...," balas Bulan menirukan ejekan Muel.

"Papa, Bunda ... Bulan jahat!" adu Muel mendramatis. Bulan memutar bola matanya malas.

"Bulan!" Gadis itu mengerucutkan bibirnya saat Zean membela abangnya.

"Pengadu!" seru Bulan dengan muka kesal.

"Bulan!" peringat Zean sekali lagi. Gadis itu tersenyum kikuk lalu, menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Muel tetaplah Muel, ia tetap akan menyebalkan. Lihat saja nanti, Bulan akan memberikan perhitungan padanya nanti.

"Om, Tante." Dirga menjeda ucapannya. Mata elangnya beralih menatap gadisnya, ralat! menatap Bulan yang diam mematung, ia mengalihkan pandangannya menatap ke arah Zean dan Vani. "Jadi, kedatangan saya dan keluarga, ingin melamar putri om dan tante."

"Sudah saya duga!" Zean bangkit dari tempat duduknya. Bulan semakin menundukan kepalanya, Zean pasti marah besar.

"Saya menyetujuinya!" seru Zean sambil menepuk pelan bahu Dirga. Perlahan Bulan mendongak, menatap sang Ayah yang tersenyum hangat kepada Dirga. Ia benar-benar sangat lega.

"Cie-cie, yang baru dilamar." Muel menyenggol lengan Bulan seraya menaik-naikan alisnya.

Pipi Bulan memerah bak tomat. "Apaansih!" seru Bulan menutup wajahnya yang semakin memerah.

"Ternyata ada juga yang mau sama kulkas kayak lo yah, Bang. Kagak nyangka gue!" seru Vino mengejek Dirga.

Mereka semua tertawa saat melihat wajah keduanya yang tertunduk malu. Ini semua di luar dugaan Bulan, ia kira Zean akan menolak dan memarahi Dirga tapi, justru ini kebalikannya. Zean malah menerima Dirga dengan ramah.

Bersambung
Cie yang dilamar:v
Xixixi satu kata untuk

Samuel

Bulan

Dirga

Zean

Kalian lamaran pakai gaun? Bulan engga dong, xixixi

Bos Galak (ON GOING) Where stories live. Discover now