Hukuman

2.3K 144 1
                                    

Dirga menggeliat gemas, sambil sesekali menguap karna kantuknya tak kunjung hilang. Ia mengerjabkan matanya, objek yang pertama kali ia lihat adalah seorang laki-laki paruh baya yang tengah menatap sangar ke arahnya.

Devano Arkaneo. Laki-laki paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah. Jika dibandingkan dengan Dirga, jelas masih tetap tampan Dirga. Dirga adalah Devano kecil, wajahnya begitu mirip. Tidak cocok jika dipanggil ayah dan anak, lebih cocoknya ke kakak dan adik.

"Bagaimana mimpinya?" tanya Devano bersedekap dada.

Dirga yang masih setengah sadar menjawab dengan santai. "Sangat indah," ucapnya tanpa sadar.

Brak!

Devano menggebrak meja dengan kuat. Dirga yang masih belum sepenuhnya sadar terlonjak kaget.

"Demi neneknya dugong, siapapun kamu yang menggebrak meja saya, kamu saya PECAT sekarang juga!" ucap Dirga menekan kata PECAT.

"Pa-Papa ...,"ucap Dirga terbata-bata sambil menatap polos sang ayah.

"Hemm ...," jawab Devano datar. Keduanya sama-sama memiliki sifat yang susah ditebak.

Mereka saling menatap satu sama lain, sedetik kemudian mereka tertawa bersamaan dengan saling merangkul.

"Apa yang membuatmu tertidur, Putraku?" tanya Devano sambil melepaskan rangkulannya.

"Entah lah, Pa. Dirga tidak ingat, akan ku cek CCTV dulu." Dirga mengambil laptopnya  lalu mengetik sesuatu hingga muncullah videonya dengan serketaris barunya. Matanya menyipit saat melihat teh yang Bulan buat diberi campuran obat tidur. Pantas saja ia sampai ketiduran disaat jam kerja seperti ini. Gadis ini ... lihat saja nanti!

Devano terkekeh saat melihat kelakuan konyolnya Bulan. "Apa yang membuatnya sampai-sampai ingin membuatmu tertidur, Ga?"

Dirga mengusap wajahnya kasar, bukannya membantu, tapi Papanya malah menertawakannya.

"Lebih baik Papa pulang!" usir Dirga tanpa menjawab pertanyaan Devano.

"Kau ini memang menyebalkan sekali, Aga!"

"Papa!"

"Ya, ya, ya baiklah, Ga. Papa pergi dulu, dasar menyebalkan!" ejek Devano kemudian pergi meninggalkan Dirga yang menatap kesal ke arahnya.

Bersamaan dengan perginya Devano, gadis dengan rok span abu-abu dan kemeja putih masuk dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya. Saat ia masuk ia langsung melihat pemandangan yang tak enak. Dirga yang menatap tajam ke arahnya. Bulan meneguk ludahnya, keringat dingin sekarang membanjiri wajahnya. Senyuman dan wajah cerianya langsung pudar saat Dirga menatapnya tajam. Tamatlah riwayatmu, Bulan!

Bulan berjalan menunduk melewati Dirga. "Berhenti!" Bulan meneguk ludahnya kasar.

"A-Ada a-apa, Pak?" tanya Bulan dengan gugup. Dirga masih menatap tajam ke arah Bulan.

"Masih bertanya?"

"Sebagai hukumannya, kamu pergi ke pasar dan buatkan saya makanan yang enak. Jika tidak enak, Gaji kamu saya potong 50%." Bulan ingin memprotes namun, Dirga mengangkat tangannya terlebih dahulu yang menandakan bahwa ia tidak boleh memotong ucapannya.

"Tidak boleh PROTES!" seru Dirga menekan kata PROTES.

Bulan melengos pergi tanpa menjawab ocehan Dirga. Tak lupa dengan sumpah serapah yang ia utarakan untuk Dirga. Baiklah, Dirga mengibarkan bendera perang lagi, dan ini adalah peperangan ketiga mereka.

"Dasar, Bos galak!

"Nyebelin!"

"Gak punya hati!"

"Awas aja lo nanti." Bulan tersenyum smirk. Ini memang ide  gila, tapi tidak papa ini semua demi balas dendamnya.

Bos Galak (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang