Part 5

3.3K 535 14
                                    

Gila.

Arimbi tidak menyangka bahwa lelaki bernama Bagas itu sangat tampan. Memang sih terkesan kaku dan agak sombong tapi gila, tampan banget. Arimbi memegang dadanya, masih berdebar sama seperti ketika ia berada dihadapan Bagas tadi.

Namun sebuah pemikiran terlintas dalam benaknya.

"Bagas itu tampan, kaya, muda tapi mencari pasangan melalui sebuah aplikasi perjodohan? Lalu tujuannya adalah ...."

Arimbi menutup mulutnya cepat, napasnya berdetak tidak karuan. Ia ingat kalau Bagas mencari pasangan pura-pura dihadapan keluarganya. "Katanya laki-laki tampan itu masih single karena dua hal, satu karena ia memang pemilih dan satunya lagi ...."

Arimbi menggelengkan kepalanya berkali-kali, mencoba mengusir pikiran negatif dalam otaknya.

"Kenapa masih disini?"

Suara itu mengagetkan Arimbi hingga tak sadar berteriak. Laki-laki yang ada dalam pikiran Arimbi tiba-tiba muncul.

"Kamu ngagetin aja sih." Seru Arimbi. Ia refleks memegang dadanya.

"Lah, salah kamu, melamun kok di parkiran." Jawab Bagas.

Arimbi mencebik, ia mengenakan helmnya lalu bersiap-siap untuk menyalakan motor matic miliknya.

"Sampai jumpa." Pamit Arimbi sedikit kesal. Bisa-bisanya dia muncul begitu saja disaat Arimbi tengah memikirkannya. Perlahan Arimbi melajukan motor, meninggalkan Bagas yang masih diam ditempatnya.

Bagas mendongak, melihat langit semakin gelap. Pengunjung taman lainnya mulai bergegas meninggalkan taman. Bagas menatap kepergian Arimbi, ia menaikkan sudut bibirnya, senyum tipis merekah disana.

"Cantik juga."

***

"Pagi, Marissa sayang."

Senyum lebar menghiasi wajah cantik Arimbi. Wajah bersinar itu membuat Marissa mengerutkan kening.

"Pagi." Balas Marissa sembari merebahkan punggungnya ke belakang kursi.

"Kamu, kenapa?" Tunjuk Marissa heran melihat wajah Arimbi pagi ini.

"Nggak ada apa-apa, aku ke mejaku ya." Kedua tangan Arimbi memegang tali tasnya lalu berbalik, duduk dikursinya.

Arimbi merapikan letak beberapa dokumen dan sebuah vas bunga plastik di sisi kiri mejanya. Sementara menunggu komputernya menyala, Arimbi mengeluarkan tas kosmetiknya, menyapukan lipstik berwarna pink dan menambah sedikit blush on di pipinya. Semua yang dilakukan Arimbi tak luput dari perhatian Marissa.

"Okey, aku yakin ada sesuatu yang kamu rahasiain dari aku." Marissa tiba-tiba duduk di kursi yang ada di depan Arimbi.

"Maksudnya?" Kata Arimbi sembari menyimpan kembali tas kosmetiknya.

"Wajahmu bahagia banget pagi ini."

"Memangnya nggak boleh pagi-pagi udah bahagia?" Tanya Arimbi heran. "Apa ada jamnya?"

Keduanya saling menatap lama, hingga akhirnya Arimbi mengalihkan pandangannya.

Marissa berdecak, " kamu tahu maksudku, ada apa?" Desak Marissa.

Arimbi memutar bola matanya malas, "Apa sih, Ris? Udah ah, aku mau kerja. Nggak seneng banget liat temennya happy."

"Rimbi, aku penasaran." Seru Marissa dengan nada merajuk.

Ckckckck. Arimbi berdecak. Marissa memang pantang menyerah.

"Aku mau kerja. Sebaiknya kamu juga begitu, ya." Ucap Arimbi masih dengan senyum lebar membuat Marissa kesal karena penasaran.

Blind DateWhere stories live. Discover now