Part 39

956 208 23
                                    

Bagas tengah meneliti satu persatu berkas yang baru saja diserahkan oleh orang suruhannya. Ia cukup puas dengan hasilnya, dengan semua bukti-bukti ini eyang pasti akan membatalkan pernikahannya. Bagas memicingkan mata, memperhatikan setiap detail dokumen terakhir yang ada ditangannya. "Ini ndhak mungkin." Gumamnya.

Setelah itu ia segera menyimpan dokumen-dokumen itu di laci kerjanya. Ia terlihat berpikir keras, lama ia duduk sambil memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

"Ini ndhak bisa dibiarkan begitu saja, tapi bagaimana cara mengungkap semuanya?" Kata Bagas pada dirinya sendiri. Sakit jantung eyang menjadi alasan utama ia tidak bisa menolak pertunangannya. Ia harus bergerak cepat, waktu tidak bisa menunggunya. Bagas teringat sesuatu, ia lalu bergegas ke suatu tempat. Ia memilih tempat duduk dekat dengan jendela, memainkan ponselnya sembari menunggu seseorang.

"Anda tepat waktu rupanya?" Ucap Bagas pada seorang yang baru saja mendekati mejanya.

"Aku seorang dokter, sudah terbiasa disiplin." Balas Haikal.

Bagas mengangguk lalu mempersilahkan Haikal duduk. Haikal duduk dan memperhatikan Bagas. Matanya terlihat menyelidik.

"Mau memesan sesuatu?" Tanya Bagas.

"Tidak, terima kasih." Balas Haikal.

Iya, sekarang mereka sedang berada di sebuah kafe yang terletak di dekat kantor Arimbi. Haikal yang memilih tempat ini, sengaja untuk memperlihatkan pada Bagas bahwa ia serius dengan Arimbi.

"Aku rasa kamu tahu apa yang ingin kubahas." Kata Bagas. Tatapannya tajam, entah kenapa ia merasa bahwa laki-laki didepannya sangat berbahaya, terutama untuk hubungannya dengan Arimbi, posisinya bisa terancam.

Haikal mengangguk, "aku juga ingin membahas hal yang sama." Kata Haikal berusaha tenang.

"Sebelumnya, aku ingin tahu, ada hubungan apa antara kamu dan Arimbi?" Tanya Bagas.

Haikal berdehem, "untuk saat ini kami masih berteman baik, untuk ke depannya tentu akan lebih baik dan lebih dari sekedar teman." Jawab Haikal penuh percaya diri.

Bagas mengepalkan tangan, tapi ia berusaha untuk tenang, "apa Arimbi pernah bercerita tentang hubungan kami?" Tanya Bagas.

Haikal menggeleng, "Arimbi tidak pernah menceritakan apa-apa, sesuatu yang tidak penting dan tidak berguna memang sebaiknya tidak perlu dibicarakan, bukankah begitu?"
Senyum Haikal mengembang, puas melihat wajah Bagas yang memerah.

"Dengar," kata Bagas dengan suara berat. "Jauhi Arimbi, dia milikku." Lanjut Bagas.

Haikal tertawa kecil, "bagaimana bisa kamu mengakui seseorang sebagai milikmu sementara kamu sudah bertunangan? Kamu juga sudah meninggalkan Arimbi, kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi." Kata Haikal mengingatkan.

"Aku ndhak mau menjelaskan apapun sama kamu, yang jelas aku minta jauhi Arimbi, sebentar lagi kami pasti akan bersama lagi." Kata Bagas.

Haikal menatap Bagas dengan tatapan tajam, "kalian tidak akan pernah bisa bersama, Aku dan Arimbi pasti akan jadi pasangan yang serasi, lagipula kedua keluarga kami juga saling menyukai."

Ingin rasanya Bagas memukul wajah Haikal, tapi ia berusaha menahan emosinya.

"Apa ada lagi yang mau kamu sampaikan? Sebentar lagi Arimbi pulang kerja, aku nggak mau dia berpikir aku nggak menjemputnya." Kata Haikal.

"Dokter Haikal, tolong jauhi Arimbi, dia milikku, aku yakin dia belum melupakanku." Kata Bagas dengan penuh emosi.

"Belum bukan berarti tidak, aku akan membuatnya melupakanmu selamanya, sampai dia lupa bahwa kamu pernah singgah dihidupnya."

Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang