Part 14

2.4K 468 22
                                    

Paramidhita menghampiri putranya di teras belakang. Bagas terlihat berbaring di sofa, wajahnya tertutup oleh kedua tangannya.

"Di luar dingin, kenapa kamu ndhak masuk ke kamar saja, Le?" Ucap Paramidhita.

Bagas menurunkan kedua lengannya, ia juga menurunkan kakinya lalu duduk di sofa. Ia menatap ibunya, sebuah senyum tipis terbit di bibirnya.

"Bagas ndhak apa-apa, Bu." Ucap Bagas, ia lalu berdiri, membawa ibunya duduk di sofa. Lalu dengan nyaman ia meletakkan kepalanya dipangkuan sang ibu.

Paramidhita mengelus lembut rambut hitam putranya. Rasanya baru kemarin putranya berlarian ke seluruh sudut rumah hanya mengenakan pampers.

"Waktu begitu cepat berlalu, ternyata kamu sudah sebesar ini." Ucap Paramidhita, ia kembali mengenang masa kanak-kanak Bagas dulu.

"Bagas senang kalau ibu mengelus rambut Bagas seperti ini." Ucap Bagas sembari memejamkan mata, sungguh tempat paling nyaman di dunia adalah tidur di pangkuan ibu.

"Kalau kamu ndhak di elus seperti ini kamu ndhak mau tidur."

"Bu...."

"Ya,"

"Menurut, Ibu, Bagas harus bagaimana?"

"Perasaan kamu bagaimana? Kamu harus memikirkan baik-baik setiap langkah yang akan kamu ambil. Kamu juga harus memikirkan perasaan Arimbi, perasaan eyang, dan yang paling penting adalah perasaan kamu sendiri."

"Arimbi." Gumam Bagas, sebuah senyum terbit dibibirnya. Meski terdengar lirih, apa yang diucapkan Bagas terdengar oleh Paramidhita.7

***

"Sudah selama ini apa saja yang kamu lakukan?"

"Maafkan aku, Ayah. Aku ndhak tahu harus bagaimana, Bagas ndhak nerima perjodohan ini."

"Pakai otakmu, percuma Ayah membebaskanmu melakukan apa saja kalau masalah seperti ini saja kamu ndhak bisa."

"Aku akan lebih berusaha lagi, Ayah."

"Sebaiknya begitu, kalau kamu ndhak mau kita tinggal di jalanan."

Sambungan telepon terputus.

"Sial,"

Tiara membanting ponselnya ke atas kasur. "Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?" Pikir Tiara.

Ia berjalan mondar mandir sembari memikirkan cara mendapatkan Bagas. Ah ya, Tiara ingat Bagas pernah menceritakan tentang hubungannya bersama seorang gadis.

"Aku harus mencari tahu tentang gadis itu, pertama-tama aku harus mengetahui siapa nama dan dimana dia tinggal." Kata Tiara pada dirinya sendiri. Segera ia meraih  ponselnya, ia menelpon seseorang, meminta supaya orang itu besok pagi mengikuti kemana saja Bagas pergi, terutama orang itu harus mengetahui identitas siapa pacar Bagas saat ini.

***

"Aku nggak pernah liat kamu jalan bareng lagi sama pacar kamu itu." Tanya Nesa.

Nesa memasuki ruangan Arimbi dan menanyakan urusan pribadinya. Sepertinya dia benar-benar penasaran dengan hubungannya atau mungkin Nesa tertarik pada Bagas.

"Aku nggak perlu laporan ke kamu kan? Mengenai jadwal kencanku." Kata Arimbi sinis.

Nesa tertawa kecil, "jangan sinis begitu, aku cuma nanya aja kok, aku kemari mau ngasi tahu kamu kalau butik tanteku udah ngeluarin model terbaru, kamu mau ikut kesana nggak? Udah lama lo kamu nggak ikut kita," ucap Nesa, matanya melirik tas Arimbi, "itu tas yang kita beli tahun lalu 'kan?" Seru Nesa.

Arimbi menarik napas kesal, "iya, kamu keluar aja kalau nggak ada urusan." Balas Arimbi.

"Du duh Arimbi sayang, aku kan udah berbaik hati ngasi tahu plus ngajak kamu shopping, kalau kamu ikut aku kamu bisa dapat diskon loh." Nesa terus saja memprovokasi Arimbi, tapi Arimbi mengabaikannya.

"Ckckck," Nesa berdecak, "jangan-jangan kamu nggak punya uang ya? " tebak Nesa, wajahnya benar-benar menyebalkan.

"Percuma dong punya pacar tapi nggak pernah dikasih apa-apa." Ejek Nesa.

Kali ini Arimbi tak bisa diam saja, ia meraih tasnya lalu membuka dompetnya. Ia meraih kartu kredit yang diberikan oleh Bagas lalu mengacungkannya di hadapan Nesa.

"Asal tau aja ya, pacarku itu ngasi aku ini. Jadi kapan aja aku mau aku tinggal gesek. Nggak perlulah aku minta-minta ditemani terus minta dibayarin."

Wajah Nesa memerah melihat kartu kredit ditangan Arimbi, ia malu, kesal dan marah. Ia yang ingin mengejek Arimbi malah dipermalukan.

"Kalau begitu lebih mudah 'kan, lalu kenapa kamu nggak mau ikut denganku? jangan-jangan kartu kreditnya nggak bisa dipake?" Nesa tidak berhenti menyulut emosi Arimbi.

"Sayangnya aku lagi nggak berminat, nanti aku cari butik lain, yang lebih bagus mungkin." Balas Arimbi tenang membuat Nesa makin kepanasan. Nesa menghentakkan kaki kesal lalu keluar meninggalkan ruangan Arimbi.

"Astagfirullahalazim." Seru Arimbi sembari mengelus dada. Sebenarnya ia tidak mau menanggapi Nesa, tapi sikapnya membuat Arimbi mau tidak mau harus meladeninya. Arimbi meraih ponselnya lalu mengirim pesan.

To : Bagas

Sibuk?

Tak lama pesan Arimbi berbalas.

From : Bagas.

Lumayan. Merindukanku tuan putri?

Arimbi tersenyum membaca balasan dari Bagas, laki-laki itu pandai sekali membuatnya tersipu.

To : Bagas

Lumayan. Suntuk di kantor 😞

From : Bagas

Lumayan besar? Pulang kerja aku jemput, kita jalan-jalan, oke😉😘

Kedua pipi Arimbi memerah melihat emot kiss diakhir pesan Bagas. Ia teringat kejadian di dalam mibil waktu itu. Darah Arimbi berdesir, segera ia menggelengkan kepala, mengusir ingatan manis itu dari kepalanya.

To : Bagas

Oke.

From :  Bagas

Kissnya mana?😔

Arimbi membuka bibir, Bagas ini ih kenapa jadi mesum sih? Apa memang dia begitu? Arimbi berdecak, ia mengabaikan pesan Bagas. Namun tak lama sebuah pesan masuk lagi.

From : Bagas

Ya udah nanti aja kalo ketemu.

Kembali Arimbi membuka mulut, terkejut dengan balasan Bagas. Laki-laki ini benar-benar batin Arimbi.

To : Bagas

Dasar mesum.

Arimbi menyimpan ponselnya lalu kembali bekerja. Jam menunjukkan pukul 17.30, Arimbi bersiap-siap mau pulang. Di depan kantor ternyata Bagas sudah menunggunya. Nesa menatap Arimbi kesal, merasa kalah selangkah dengan Arimbi.

"Selamat sore, tuan putri, silahkan masuk." Ucap Bagas setelah membuka pintu mobil pada Arimbi.

"Sore, terima kasih pangeranku." Jawab Arimbi sembari tertawa, merasa lucu dan konyol dengan sebutan tuan putri.

"Kita mau kemana?" Tanya Arimbi.

"Hamba serahkan pada tuan putri saja, hamba siap mengantar kemana saja tuan putri mau."

"Bagas." Seru Arimbi. Lalu keduanya tertawa.

***

Makasi vomentnya 😘😘😘

Blind DateWhere stories live. Discover now