Part 32

1.9K 346 102
                                    

"Jadi, kamu pemilik kafe ini?" Tanya Haikal pada Bagas.

Bagas dan Ayu bergabung di meja Arimbi. Mereka berbincang bersama, dan Ayu terlihat sangat antusias.

"Iya, ini kafe utama milikku. Dan insyaallah akan buka cabang di daerah lain dalam waktu dekat." Kata Bagas.

"Wah keren ya, semoga sukses." Puji Haikal.

"Makasi, Dokter. Nanti pas pembukaan kita pasti undang, ya kan, Mas?" Kata Ayu.

Bagas tersenyum, "tentu saja, undangan spesial buat kalian nantinya." Kata Bagas.

"Maaf, apa kalian, berpacaran?" Tanya Ayu.

Haikal sedkit terkejut dengan pertanyaan Ayu, lalu ia tersenyum, "belum, mudah-mudahan sebelum undangan launching kafenya hati nona manis ini bisa aku dapatkan." Kata Haikal sembari mengedipkan mata ke Arimbi.

Wajah Ayu langsung berubah murung, ia mengambil gelas jusnya lalu meminumnya. Sedang Bagas tersenyum tipis, tangan kirinya yang berada di bawah meja  mengepal kuat.

"Ayu kuliahnya gimana?" Tanya Arimbi, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Baik." Jawabnya singkat.

"Kami harus pergi dulu, terima kasih sudah mengundang kami di meja kalian." Kata Bagas.

"Sama-sama, senang mengobrol dengan kalian." Balas Haikal.

"Kami pamit dulu ... mas Haikal, selamat siang." Pamit Ayu malu-malu.

"Siang." Jawab Haikal dan Arimbi bersamaan.

"Aku dokter yang menangani eyang Muti, kami bertemu di rumah mereka beberapa waktu yang lalu." Kata Haikal menjelaskan.

"Oh begitu, apa eyangnya sudah baikan?" Tanya Arimbi.

"Kondisinya sudah mulai stabil, tapi masih harus di awasi. Jangan sampai ada hal-hal yang bisa memicu jantungnya kambuh lagi." Jelas Haikal.

Apa karena itu? Pikir Arimbi. Bagas memutuskan hubungan ini supaya eyang tidak terkena serangan jantung yang lebih parah?

"Kamu ingat Rio nggak?"

"Hah?"

"Rio, anak kampung sebelah yang badannya sama kayak aku dulu." Jelas Haikal.

"Iya, aku ingat. Kenapa?"

"Aku pernah ketemu sama dia, dia marah-marah." Kata Haikal sambil tertawa.

"Baru ketemu udah marah-marah, kenapa?" Tanya Arimbi.

"Katanya nggak adil, badanku sudah bagus begini tapi dia masih kayak donut bomboloni katanya."

Hahahahahaha.

Arimbi dan Haikal tertawa bersama. Tanpa mereka sadari, Bagas memperhatikan mereka sedari tadi. Jantungnya berdetak cepat, ada kemarahan, dan rasa sakit yang menghantamnya. Ingin rasanya ia mendekat, menarik Arimbi dan membawanya jauh-jauh dari dokter itu.

Sambil membawa kemarahannya Bagas berbalik, ia melangkah menuju ruangannya di lantai 2. Bagas berdiri di samping jendela, ia berusaha menenangkan perasaannya.

***

"Eyang duduk saja di ruang depan, biar Tiara yang selesein kuenya." Kata Tiara lembut.

"Ndhak apa-apa, eyang ingin melihatmu bikin kue brownis. Lagian eyang juga bosan nonton televisi ." Kata eyang.

"Ya sudah, tapi eyang harus janji, eyang duduk manis dan melihat saja, biar Tiara yang menyelesaikan semuanya." Kata Tiara.

"Iya iya, kamu ini ndhak mau melihat eyang senang." Kata eyang pura-pura kesal.

Blind DateWhere stories live. Discover now