Part 20

2.9K 470 43
                                    

"Bagas ndhak ngerti, maksud eyang menunjukkan ini semua apa?"

Bagas mengangkat beberapa lembar kertas yang diberikan eyang padanya. Dari mana eyang mendapatkan kertas-kertas ini? Buat apa? Batin Bagas.

"Itu menunjukkan bahwa kekasihmu, Arimbi adalah seorang gadis yang boros. Suka belanja sampai tagihannya begitu banyak. Dan kamu, untuk apa kamu memberikannya salah salah satu kreditmu? Eyang curiga, dia mendekatimu karena hanya menginginkan uangmu saja." Jelas eyang panjang.

"Di sini sudah jelas, Arimbi sudah melunasi semua hutang kartu kreditnya, di sini tertulis pelunasannya tahun lalu. Jauh sebelum Bagas bertemu dengan Arimbi, Eyang. Masalah kartu kredit yang aku berikan, itu murni keinginan Bagas yang memberikannya. Arimbi ndhak pernah meminta." Kata Bagas.

Eyang menarik napas berat, "Cucuku, umur eyang sudah ndhak muda lagi, belum lagi penyakit jantung eyang yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawa eyang. Eyang hanya ingin melihat cucu kesayangan eyang menikah. Ikut andil dalam mempersiapkan pestanya, syukur-syukur eyang masih diberi umur untuk melihat cicit eyang." Kata eyang dengan terbata.

"Bagas ... bisa membicarakan hal ini dengan Arimbi." Ucap Bagas dengan yakin.

Eyang menggeleng lemah, "Eyang hanya ingin melihat kamu menikah dengan Tiara. Ada janji yang harus eyang tepati. Kalau kamu sayang sama eyang ..." eyang menarik napas pelan. "Kamu harus menikah dengan Tiara, anggap saja ini permintaan terakhir eyang."

***

Sebatang rokok dinyalakan oleh Bagas. Ia menghidunya panjang sebelum akhirnya ia lepaskan ke udara. Ia melakukan hal yang sama sampai batang rokok itu habis terbakar. Ia hendak mengambil batang kedua ketika ponselnya berdering.

Bagas menatap lama ponselnya, menatap nama yang muncul di sana. Ponselnya terus berdering hingga akhirnya si penelpon menyerah. Bagas menyalakan batang rokoknya yang kedua. Ac di ruangannya sudah dimatikan, jendela terbuka lebar hingga angin dengan leluasa masuk, jam menunjukkan pukul 10 malam. Kafe sudah tutup dan karyawannya sudah pulang.

Bagas meraih ponsel, mengecek beberapa pesan masuk.

From Arimbi : "Kamu baik-baik saja?"

From Arimbi : "Jangan lupa makan ya."

From Arimbi : "Sampai jumpa besok."

Di akhir pesan Arimbi tak lupa meletakkan emot tersenyum.

To Arimbi : "Maaf aku lagi ada kerjaan. Aku akan menemuimu besok, Tuan putri."

Apa yang akan ku katakan pada Arimbi besok?

Bagaimana aku akan menyampaikan keinginan nenek?

Hubungan ini aku yang memintanya, akankah aku menghentikan semua ini kemudian mengabulkan permintaan eyang?

Aku ... mulai menyukai Arimbi. Aku mulai menginginkan Arimbi. Tapi permintaan eyang sangat sulit.

Ah,

Bagas menjerit, ia mematikan api rokoknya dan melempar apa saja yang ada di mejanya. Kata-kata eyang berputar di kepalanya.

***

"Apa yang sudah kamu temukan?" Tiara memejamkan mata, menikmati setiap kecupan mesra di telinganya.

"Gadis itu tidak memiliki catatan gelap selain terbelit hutang kartu kredit yang sudah dilunasi itu." Kata si pria.

Tiara tidak suka mendengarnya, "harusnya kamu bisa melakukan sesuatu yang lebih." Kata Tiara tajam.

Si pria memperdalam kecupannya hingga Tiara melenguh. Sebuah tanda merah terukir disana.

"Aku bisa melakukan apa saja yang kamu inginkan, sayang." Bisik pria itu. Kedua tangannya menyusup ke dalam pakaian Tiara. Kedua telapak tangannya terasa panas di perut Tiara. Tiara berbalik, menatap pria itu tajam.

"Seharusnya kamu sudah melakukan hal itu sejak awal, agar rencanaku bisa dilakukan secepatnya."

"Aku hanya tidak rela melihatmu menikah dengan orang lain." Si pria menatap Tiara tidak kalah tajam.

"Kamu tahu perasaanku hanya untuk kamu. Jangan khawatir." Kata Tiara seraya menelusuri wajah tampan pria di depannya.

"Aku tidak rela pria manapun menyentuhmu selain aku." Matanya terlihat posesif menatap Tiara.

Tiara mencintai pria ini, pria yang selalu memujanya, memperlakukannya seperti Ratu. Menuruti semua perintah Tiara. Hanya saja pria ini tidak memenuhi standar orang tua Tiara. Dia tidak berasal dari keluarga bangsawan, bukan juga berasal dari keluarga yang kaya raya. Dua hal yang menjadi standar kedua orang tuanya. Si pria hanya karyawan biasa di sebuah prusahaan asuransi.

Tiara mencium bibir kekasihnya dengan penuh nafsu, segala perasaan bergejolak di dadanya. Ia menumpahkan perasaannya dalam ciuman yang panas membara. Kekasihnya menyambutnya dengan sukacita.

***

"Tumben ya mati lampu?" Seru Ibu sembari sibuk mencari korek api.

"Pakai korek api ayah aja." Ujar Ayah.

"Ayah, jangan banyak merokok." Protes Arimbi.

"Nggak sering, hanya sesekali." Bela Ayah.

Setelah lilin dinyalakan mereka berkumpul di ruang keluarga.

"Ayah, ceritakan tentang pertemuan Ayah dan Ibu pertama kali dong." Pinta Arimbi.

"Pulang dari kampus, ayah lewat di depan sebuah rumah kontrakan. Waktu itu ayah nggak sengaja nengok ke atas. Di atas sana ada bidadari cantik yang sedang mengobrol dengan temannya." Kata Ayah.

"Oh ya." Seru Arimbi.

"Ayahmu tukang gombal." Ujar ibu malu.

"Terus, Yah." Kata Arimbi nggak sabaran.

"Besok malamnya, salah satu teman ayah ngajak ngapel kesana eh tahunya yang diapelin itu temennya ibu kamu."

"Ayah seneng banget dong."

"Doa ayah langsung dikabulin, sejak malam itu malah ayah yang sering ngapelin ibumu. Temannya ayah itu malah nggak pernah lagi kesana." Cerita ayah sambil tertawa.

"Ibu langsung mau ya, sama Ayah?" Tanya Arimbi pada ibunya.

"Nggak langsung mau juga, ibu baru kenal sama ayah waktu itu."

"Terus kapan ibu jatuh cinta sama ayah? Kalau ayah sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama." Tebak Arimbi.

"Ayah itu jatuh cinta pada pandangan pertama sampai terakhir cuma sama ibu kamu." Kata Ayah. Lagi-lagi ibu malu oleh gombalan ayah.

Ruang keluarga yang diterangi cahaya lilin membuat suasana semakin hangat. Setiap kali mati lampu mereka memang lebih sering berkumpul seperti ini. Ayah dan Ibu Arimbi akan menceritakan banyak hal yang berbeda. Seperti hal-hal konyol yang dilakukan saat mereka masih muda dulu. Atau cerita tentang betapa menggemaskannya Arimbi waktu kecil. Mereka terus saja bercerita hingga tak sadar mereka bertiga tertidur di ruang keluarga.

***

Makasi vomentnya 😘😘😘

Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang