Bab 7 (REPOST)

1K 224 14
                                    

Gem, udah sampai belum?

Sebaris pesan dari Eska membuat Gemma yang baru saja membuka pintu rumah terdiam sejenak. Tidak membalasnya tapi hanya menghela napas. Rasanya seketika ruang kosong tercipta lebar-lebar. Sunyi senyap menarik dirinya dan mengikat kuat. Tidak habis pikir dengan dirinya sendiri yang selalu menarik diri dengan sebuah pertanyaan, apa kamu sudah siap dengan segala kemungkinan?

Gemma: Baru sampai Jatinegara. Kenapa?
S K: Oke. Gapapa. Kabarin aja kalau udah sampai. Aku pengen telepon aja kalau kamu nggak capek.

Mau apa dia telepon? Gemma mengerutkan kening. Ada keraguan yang mendadak bangun dari tidur panjangnya. Lanjut atau terus? Pikirnya sebelum Gemma merasa nyaman dengan kehadiran Eska. Sebelum harapan itu berdiri angkuh dalam diri Gemma, melupakan rasanya sakit saat cinta kehilangan tuannya.

Ya, hatinya sudah pesimis duluan. Padahal bisa saja kali ini tidak berjalan seperti biasanya. Artinya Eska berbeda dari kenalan-kenalan sebelumnya. Tapi tetap saja, berharap sesuatu bukan hal baik. Gemma hafal bagaimana rasanya tapi sayang selalu gagal untuk tetap baik-baik saja.

Setengah jam sudah Gemma membiarkan Eska menunggu kabarnya. Matanya fokus pada drama korea akan tetapi pikirannya tidak bisa dia bohongi kalau saat ini sedang bimbang. Ingin membiarkan tapi hati tidak ingin melewatkan. Hingga pada akhirnya Gemma memutuskan untuk menerima panggilan telepon dari Eska. Obrolan ringan yang mengalir begitu saja hingga lewat tengah malam.

Ini aneh, Gemma merasakan kelegaan itu ada tepat ketika telepon itu berakhir. Rasanya ringan tidak seperti sebelumnya. Namun dengan cepat Gemma menepis pikiran, mematri dirinya bahwa tidak boleh ada harapan tumbuh. Toh nanti juga akan seperti yang lalu, Eska akan berakhir sama. Mundur lalu menghilang dalam beberapa hari ke depan. Ini hanya tentang waktu. Gemma hafal betul alurnya, ritme dan juga akhir kisahnya. Rasanya pun sudah di luar kepala. Namun tetap saja Gemma selalu gagal meredam agar sakit itu tidak dia rasakan.

***

Sabtu. Minggu. Senin.... Sabtu..

Gemma terdiam. Dari Sabtu ke Sabtu lagi, hari yang Gemma prediksi akan datang, tak kunjung datang. Hari dimana Eska akan menghilang seperti cowok-cowok lain setelah pertemuan itu. Malah, terhitung sudah sekali bertemu singkat dan tiga kali bertemu kemudian mengobrol di MCD Duren Sawit hingga dini hari. Hanya obrolan ringan sembari menghabiskan coca cola dan extra large kentang goreng sambil sesekali menyinggung latar belakang keluarga.

"Keluarga besarku separuh muslim. Separuh lagi nasrani. Ibuku sendiri mualaf. Tapi jangan berpikir ibuku seorang muslim yang taat atau bahkan garis keras. Aku terus terang cerita kayak gini biar kamu nanti bisa ambil keputusan lanjut atau terus. Juga biar kamu nggak kaget, nanti kalau misal memang udah takdirnya, kamu nggak akan kaget ketika saudaraku ada yang berbeda," ujarnya sembari mencomot kentang.

Topik pembicaraan yang membuat Gemma seketika bersikap hati-hati. Meski Gemma tidak asing dengan pluralisme, tapi untuk kali ini Gemma perlu berhati-hati takut menyinggung. Semua pasti tahu, masalah keyakinan adalah hal paling sensitif bagi setiap orang.

"Oh, begitu. Nggak apa-apa sih. Maksud aku bukan masalah. Saling menghargai aja."

"Ya begitu. Sekedar kamu tahu aja. Kalau keluargamu?"

Gemma terdiam sejenak, tersenyum tipis. Ada rasa pesimis yang mendadak mampir. Dulu hubungan Gemma berakhir karena latar belakang keluarganya. Pernah serius, janji lamaran tapi cuma angan-angan. Dan kali ini, udara dingin dini hari terasa semakin dingin ketika Eska mempertanyakan latarbelakang keluarganya. Apa ini jalan bagi Eska untuk mundur seperti yang pernah datang sebelumnya?

"Ibuku single fighter sejak aku belum genap 2 tahun dan adikku masih dalam kandungan. Ibuku Jawa dan kebetulan ayahku sunda. Ayahku lebih memilih harta warisan dibanding mempertahankan kami.

Jadi begini, ayahku anak bungsu dari 5 bersaudara. Katanya, ayahku anak bungsulah yang berhak atas rumah warisan itu. Ibuku sering bilang, mengingatkan, udahlah, rumah bisa dicari usaha bareng-bareng. Kalau saudara, nggak bisa dicari. Buat apa ributin masalah warisan."

Itu adalah awal mula keributan. Sebelum akhirnya ayah Gemma mengarang cerita ke semua orang kalau ibunya minggat dari rumah. Padahal sebelumnya ibunya hanya berpamit ke rumah adiknya yang berada di Jakarta untuk sekedar menenangkan diri agar tidak terjadi lagi keributan. Dari sana, ayah Gemma tidak pernah ada kabar lagi. Hingga adik Gemma lahir, ayahnya baru datang itu pun sekalian membawa surat talak. Hal yang ibunya baru tahu kalau ternyata, ayahnya gigih merebut rumah warisan itu untuk menikah dengan wanita lain.

"Kamu... Pernah bertemu ayah kamu?" tanya Eska hati-hati.

"Pernah. Sekali seumur hidup. Waktu aku lulus SMA. Salahnya aku datang berdua aja sama adikku. Nggak sama ibuku. Sengaja kami cari. Hanya sekedar pengen tahu. Pengen ketemu. Itu aja."

"Terus?"

"Nggak tahu kenapa tiba-tiba dia maki-maki mami di depan istrinya. Dia bicara buruk tentang mami. Katanya aku kalau ikut dia pasti jadi anak baik. Ikut mami begini kan jadinya, nggak punya sopan santun, nggak berpendidikan. Nggak tahu terima kasih. Katanya, emang ibumu itu nggak bener. Kalau bener mana ada istri minggat dari rumah. Morotin harta orang. Pasti dia nggak bilang kan kalau papa itu selalu ngasih nafkah kamu, ngirim tiap bulan. Pasti bilangnya papamu nggak bertanggungjawab. Coba kamu ikut papa dulu.

Padahal nggak ada sama sekali papa memgirim uang untuk kami. Kami coba kirim surat tapi suratnya kembali. Dan posisinya sudah lusuh, amplopnya robek, lipatan kertasnya berubah. Kata tukang posnya waktu itu, salah alamat."

Gemma terdiam sejenak, sebelum kembali melanjutkan ceritanya. Perasaannya kini campur aduk. Bukan benci tapi marah. Marah ketika ibunya yang selama ini berjuang sendirian membesarkan dua gadisnya malah mendapat cacian dari seorang laki-laki. Yang Gemma harapkan dan bayangkan saat itu, Gemma akan disambut pelukan hangat dari orang yang selama ini dia rindu tanpa tahu potretnya. Katanya ayah adalah cinta pertama bagi anak gadisnya. Tapi yang Gemma dan adiknya dapatkan adalah luka pertamanya.

"Oke, cukup. Jangan dilanjutin. Mata kamu udah nggak bisa kontrol lagi soalnya."

Gemma tertawa sumbang. Gelegak emosi kemarahan yang berusaha Gemma kendalikan nyatanya terendus juga oleh Eska.

"Ya begitulah. Tapi sampai detik ini, terus terang aja, aku berusaha untuk nggak benci. Tapi aku sedikitpun nggak ada rasa sayang atau cinta normalnya anak-anak lain ke ayah tuh beneran nihil. Hampa aja. Tapi aku selalu doain kok setiap selesai sholat."

"Aku paham kok. Emang nggak mudah. Kebanyakan orang pasti akan ngasih ceramah kan, nggak boleh begitu. Durhaka namanya jadi anak. Atau, gimanapun orangtua kamu, tanpa ayahmu kamu nggak akan ada di dunia ini. Dan lain sebagainya yang berjenis kalimat sok bijaknya. Bahkan suka ada yang bawa-bawa agama kan. Tapi balik lagi, Gem, orang cuma bisa teori, prakteknya mah mana tahu."

Gemma mengangguk setuju. Bukan hal mudah memang. Entah sudah berapa kali Gemma menahan diri untuk tidak menggampar mereka yang memberikan nasehat suci. Padahal kalau saja mereka ada di posisi Gemma, belum tentu bisa bertahan sampai di titik ini. Berapa banyak mimpi dan rindu yang Gemma tampung sendiri namun berakhir luluh lantak oleh sikap arogan ayahnya. Tidak tahu lagi remuknya Gemma. Kalau bukan ibunya yang berusaha membesarkan hati Gemma, mungkin kebencian itu sudah berdiri angkuh.

"Ya begitulah. Makanya, aku kadang insecure. Terlebih dulu pernah gagal. Karena orang tua si mantan itu nggak merestui bahkan tatapan sinis pun aku dapet di pertemuan pertama."

"Oya? Kenapa?"

"Ya apa lagi kalau bukan karena aku bukan orang Jawa asli. Kamu tahu lah mostly pandangan orang-orang mengenai orang sunda itu gimana. Ditambah katanya, aku bukan dari keluarga yang baik-baik aja."

"Berarti dia mainnya kurang jauh," kekeh Eska mencoba mencairkan suasana.

Gemma menyeruput coca colanya. Setelah ini, Gemma tidak tahu apa yang akan Eska putuskan. Bisa saja ini akan menjadi malam terakhir sebelum Eska menghilang seperti yang lain.

***

Tbc

Halo april... Finally setelah lama mandeg gak tau harus ngetik apa 😅

Terima kasih untuk yang sudah setia menunggu. Salammm

11 April 2021
S Andi

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Where stories live. Discover now